Menjalin bahtera rumah tangga selama delapan tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi seorang Marisa dan juga Galvin.
Namun pernikahan yang dilandaskan perjodohan itu tak membuat hati Galvin luluh dan memandang sosok sang istri yang selalu sabar menunggu.
Adanya buah hati pun tak membuat hubungan mereka menghangat layaknya keluarga kecil yang lain.
Hingga suatu hari keputusan Marisa membuat Galvin gusar tak karuan.
Instagraam: @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
"Galvin kau tau kita harus memikirkan akibat yang akan timbul jika kita berhubungan badan disaat-saat seperti ini, bagaimana jika aku hamil sedangkan aku masih ingin perceraian? Mungkin kau akan senang jika aku mengandung, tetapi aku tidak mau mengandung saat perpisahan itu terjadi" Ucap Marisa meluruskan.
"Kalau begitu batalkan saja perceraiannya, aku yakin rumah tangga kita akan berjalan lebih baik jika suatu saat kau hamil" Ujar Galvin yakin.
Namun Marisa menggeleng lemah, ia menggenggam kedua lengan suaminya dan menatap sendu wajah tampan tersebut.
"Beri aku waktu enam bulan, Galvin. Aku butuh waktu untuk memutuskan semua ini.
Lagipula aku ingin menikmati waktu ku terlebih dahulu bersamamu, delapan tahun adalah waktu yang sangat lama kita menutup diri dan sekarang aku ingin kita saling terbuka layaknya seseorang yang baru menjalin sebuah hubungan. Kau mengerti kan maksud ucapan ku?"
Galvin menyimak dengan seksama, memang benar mesti banyak yang harus disiapkan sebelum memutuskan sesuatu. Ia juga ingin menikmati waktu berduaan dengan Marisa lebih lama, tetapi di satu sisi Galvin juga takut kehilangan wanita itu. Ia ingin mengikat Marisa lebih dalam sampai tak ada alasan bagi mereka berpisah.
"Tapi aku juga tidak mau setelah enam bulan kita melewati suka duka bersama kau tetap memutuskan pergi dariku. Itu seperti memberi sebuah harapan palsu, Marisa" Ungkap Galvin, ia menatap mata istrinya dengan sorot mata melemah.
Marisa tersenyum lembut, satu tangannya terangkat mengusap pipi sang suami dengan penuh kasih sayang.
"Maka dari itu yakinkan aku lagi, Galvin. Aku tidak mungkin setega itu meninggalkanmu disaat-saat momen bahagia yang sudah kita jalani selama enam bulan terakhir nanti. Percayalah... Ini yang terbaik untukmu, untukku, dan untuk Devano"
"Tapi kemarin-kemarin kau juga tidak mempermasalahkan tentang ini, bisa saja benihku kemarin sudah tumbuh di dalam rahimmu" ucap Galvin menduga-duga.
"Kemarin-kemarin kan aku tidak tahu jika kita akan melakukannya lagi, yang sudah terjadi biarlah berlalu. Sekarang kita harus mulai memikirkan ke depannya" Kata Marisa berucap.
Tak ada tanggapan yang keluar dari mulut Galvin, lelaki itu memilih diam dan mendengarkan kata-kata Marisa.
"Jadi untuk sekarang pakai pengaman dulu ya.... Tidak apa-apa kan?" Ucap Marisa selembut mungkin.
Galvin diam sebentar, tak lama ia menggelengkan kepalanya.
"Aku tetap tidak mau menggunakan pengaman" Sahutnya.
Marisa pun semakin bingung cara merayu Galvin untuk mau memakai karet elastis itu, ia juga tidak mungkin membiarkan Galvin melakukannya tanpa pelindung apapun.
"Tapi kau tenang saja, aku akan mengeluarkannya diluar" Lanjut Galvin.
Mendengar itu Marisa terjaga kembali, ia pun menatap Galvin dan mencoba meyakinkan dirinya sendiri jika keinginan pria itu bisa dilakukan dengan aman.
"Tapi.... Kau harus berjanji dan jangan berbohong" Pinta Marisa mendesak.
"Ya, aku janji"
Keduanya pun kembali menampilkan senyum terbaik, penyatuan pun terjadi untuk yang ke empat kali. Tetapi kali ini Galvin tidak menaburkan benihnya dalam rahim sang istri, meski begitu mereka tetap menikmati momen intim tersebut.
***
Dua hari kemudian Marisa dan Galvin akhirnya pulang ke Jakarta, sebenarnya kedua manusia berbeda jenis kelaminn itu tak ingin buru-buru pergi meninggalkan kota yang mengisi kisah indah Galvin dan Marisa.
Namun Devano sudah sering meminta Ayah dan Ibunya untuk pulang, Marisa tahu waktu yang ia janjikan pada Devano sudah lewat beberapa hari lebih. Wajar jika sang anak mulai dilanda rasa rindu yang berat.
Pekerjaan pun menjadi salah satu faktor yang menuntut mereka untuk segera kembali, Marisa dengan kesibukan di cafe nya dan Galvin dengan segala urusan kantor yang sudah menumpuk dari dua hari kebelakang.
Dan di malam terakhir mereka di Jogja Galvin benar-benar mengurung sang istri di dalam kamar, tanpa mengizinkan wanita itu memakai pakaian sehelai pun.
Ternyata Galvin pun sedikit tak rela membagi Marisa pada Devano saat nanti tiba di rumah, maka dari itu Galvin membayar semua waktu yang ia punya dengan Marisa agar dirinya tidak mengganggu waktu kebersamaan Devano sang istri.
Setelah menempuh perjalanan jauh kini mobil yang mereka tumpangi tiba di halaman rumah, Marisa dan Galvin langsung keluar dari mobil sedangkan sang sopir membawa semua barang-barang mereka.
Ketika Marisa membuka pintu rumah teriakan bocah laki-laki di dalam langsung menggema ke seluruh isi rumah, ternyata Devano sudah sedari tadi berada di sana ditemani oleh Arini dan juga para pembantu.
"MAMAHHHHH......!! PAPAHHHH.........!!"
Seketika Devano langsung memeluk tubuh Marisa dengan erat, melepas seluruh kerinduan selama satu minggu lebih. Marisa pun menyambut pelukan Devano tak kalah erat, ia menciumi seluruh wajah sang putra tanpa terlewat sedikit saja.
"Mamah rindu sekali sayang....... "
"Devano juga kangen sama mamah papah.. "
"Bagaimana kabar Devano saat mamah papah tidak ada? Devano baik-baik saja kan? Tidak merepotkan eyang?" Tanya Marisa.
Devano dengan cepat menggeleng kepalanya, "tidak kok, Devano selalu menuruti kata-kata eyang. Mamah kok lama sekali perginya?"
"Iya sayang, maaf ya. Mamah ada banyak urusan disana, tapi Devano jangan sedih karena mamah sudah beli oleh-oleh yang banyak untuk Devano" Bujuk Marisa pada bocak kecil itu.
"Benarkah??? Horeeeeee........."
Melihat Devano yang gembira semua orang disana pun tertawa melihatnya, Devano sungguh menggemaskan!
"Ekhemm..... Jadi dengan papah tidak rindu nih...?" Seru Galvin tiba-tiba.
Devano langsung menoleh dan menyadari keberadaan papahnya, ia pun seketika berlari ke arah Galvin dan melakukan hal yang sama seperti kepada Marisa.
"Papahhhhhh.......... "
Mereka akhirnya masuk ke dalam rumah, Marisa pun menyalami arini yang tengah berdiri disana, begitu pun juga Galvin.
"Apa kabar bu? Maaf Marisa menitipkan Devano terlalu lama" Ucap Marisa merasa tidak enak hati pada mertuanya.
"Kabar Ibu baik-baik saja, nak. Ibu justru senang jika Devano kalian titipkan, tapi Devano sudah sering sekali menanyakan kalian. Saat kemarin kalian memberitahu akan pulang Devano langsung mengajak Ibu kesini" Ujar Arini terkekeh.
Marisa pun ikut tertawa mendengarnya, ia lantas mengajak Ibu mertuanya untuk duduk dan berbincang.
"Ibu tidak menyangka loh jika Galvin menyusulmu ke Jogja, dia bahkan tidak memberitahu Ibu jika akan pergi. Sepertinya dia tidak bisa lama-lama jauh dari kamu" Ucap Arini menggoda sang menantu.
"Marisa juga tidak menyangka jika Galvin akan menyusul, padahal Marisa tahu pekerjaan nya masih banyak" Ungkap Marisa.
"Pasti Galvin sengaja karena ingin berduaan dengan kamu, makanya dia menyusul. Ibu yakin pasti kalian honeymoon kan disana?" Godanya lagi.
Mendapat penyataan seperti itu Marisa seketika merasa malu, bagaimana Arini bisa tau apa yang terjadi selama ia dan Galvin di Jogja?
Melihat reaksi Marisa yang malu-malu Arini pun sudah yakin jika dugaannya memang benar.
"Hahaha...... Ibu senang jika memang benar, artinya sebentar lagi Ibu akan memiliki cucu baru" Ucap Arini gembira.
"T-tidak kok bu... " Lirih Marisa dengan semburat marah di pipinya.
"Sudah jangan beralasan lagi, Ibu tahu kok Ibu kan juga pernah muda seperti kamu. Ya sudah, sekarang lebih baik kamu ganti baju dulu. Setelah itu kita makan bersama-sama, Ibu sudah bawa banyak makanan dari rumah"
"Emm... Baik bu, Marisa ke atas dulu"
Arini pun mengangguk dan membiarkan menantunya masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri, Arini sangat senang jika hubungan Marisa dan Galvin berjalan dengan baik, itu artinya harapan mendiang sang suami sudah terwujud sesuai keinginan.