Last Punishment : DEATH

Nainaa baru saja keluar dari kelas. Meera dan Aarohi sudah menunggunya di dalam mobil sejak tadi.

"Hallo anak-anak cantik. Maafin Bibi ya. Tadi ada yang harus Bibi rekap dulu buat besok, " ucap Nainaa sambil memasang sabuk pengaman.

"Tidak apa-apa Bibi, " jawab keduanya bersama. Nainaa tersenyum. Ia kemudian menyalakan mesin mobil dan bergegas untuk pulang. Sepanjang perjalanan, Aarohi dan Meera hanya terdiam. Mereka saling menatap satu sama lain. Seperti ada yang ingin mereka sampaikan ke Nainaa. Tapi mereka takut. Nainaa menyadari hal tersebut melalui kaca atas mobil. "Ada yang ingin kalian katakan?" sahut Nainaa yang langsung melemparkan pertanyaan. Keduanya terkejut di lanjutkan dengan tawa kecil.

"Euhm Bibi. Apakah kami boleh mengikuti perlombaan lari minggu depan?"

"Kenapa tiba-tiba sekali kalian ingin ikut lomba itu?"

"Tidak ada Bibi. Kami hanya ingin ikut saja. Siapa tau kami menang dan mewakili sekolah kita untuk tingkat international bulan depan, "

"Baiklah. Persiapkan diri kalian, besok Bibi akan daftarkan nama kalian, "

"Yess, " sahut keduanya bersama. Setibanya di rumah sakit, Meera langsung berlari saat melihat Prathap yang masih bertugas di sana.

"Pamann, " teriak Meera yang langsung berlari. Prathap yang melihatnya tersenyum dan langsung menggendong Meera.

"Hallo Meera. Bagaimana sekolah mu hari ini?"

"Seru paman. Hari ini kami tidak banyak di beri tugas. Kami melakukan banyak sekali permainan di sekolah, "

"Wow seru sekali ya." Nainaa dan Aarohi mendekat keduanya.

"Hai Nainaa. Minggu ini kau belum menjenguk Gaurav, ada apa?"

"Aku sangat sibuk sekali minggu ini. Apakah Gaurav menanyakan ku?"

"Ya. Dia selalu bertanya tentang mu setiap hari. Temuilah dia sebentar saja besok pagi, "

"Baiklah. Besok aku akan pergi menjenguknya, "

"Oh ya Prathap. Ada apa ini?" sambung Nainaa bertanya.

"Semalam telah terjadi penculikan sekitar jam 12 atau 1 malam." Meera seketika terdiam mendengarnya.

"Paman. Semalam aku merasa ada yang mengikuti, " sahut Meera.

"Benarkah? Apa kau melihat orangnya?"

"Tidak paman. Suasana sangat gelap dan aku tidak berani menoleh, "

"Tapi paman. Aku sempat melihat dari bayangan orang itu berjalan sambil memiringkan kepalanya ke kanan, " sambung Meera. Prathap lalu memanggil anak buahnya untuk mencatat ciri-ciri yang Meera jelaskan. Orang itu bertubuh kekar, kepala miring ke kanan, dan memakai topi jaket sebagai penutup kepalanya. Ciri-ciri yang Meera jelaskan sama persis dengan pria yang mengintai Meera dan Aarohi saat di sekolah.

"Baiklah. Terima kasih Meera sudah membantu paman. Mulai sekarang Meera dan juga Aarohi jangan suka bermain di tempat yang sepi, jangan bicara dengan orang asing, dan jangan menerima pemberian dari orang yang tidak kalian kenal. Intinya kalian tidak boleh terpisah, kalian harus terus bersama.A Dan yang pasti... Kalian harus tetap bersama bibi Nainaa saat di sekolah, kalian mengerti?"

"Mengerti paman, " sahut keduanya bersama. "Nainaa, kau juga harus waspada. Jika ada pergerakkan yang mencurigakan cepat hubungi aku, "

"Baiklah Prathap, "

"Ya sudah. Paman mau lanjut kerja lagi. Meera, cepatlah masuk. Paman melihat ibu mu membeli kulfi mangga hari ini, "

"Wah benarkah?" Prathap menganggukkan kepalanya. Meera mengajak Aarohi untuk ikut bersama nya. Lalu di susul dengan Nainaa yang mengikuti mereka.

...***...

Keesokan harinya, Meera dan Aarohi mulai mengikuti pelatihan untuk persiapan seleksi lomba lari minggu depan. Mereka berdua cukup semangat dalam mengikuti pelatihan. Salah satu siswi bernama Switha juga ikut mendaftarkan diri. Switha sendiri merupakan putri sulung dari pengusaha kaya raya di kota Mumbai. Dia merupakan anak yang sangat baik, dan juga dekat dengan Aarohi maupun Meera.

"Hai Switha, " sapa Meera dan Aarohi.

"Hai Meera, hai Aarohi. Kalian juga ikut lomba?"

"Tentu. Dan kami juga terkejut mengetahui atlet lari terbaik kita juga ikut lomba ini, "

"Ayolah. Aku sama seperti kalian. Yang hebat itu ayah ku, "

"Ayah seorang atlet hebat. Pasti kamu juga, "

"Terima kasih, " sahut Switha. Singkat cerita, setelah perbincangan singkat mereka. Nainaa memanggil semua murid untuk berkumpul. Nainaa memberikan sebuah buku penilain latihan seluruh peserta lomba. Dalam pelatihan pertama, Aarohi menduduki peringkat utama. Meera dan Switha memberikan apresiasi pada pencapaian kecil Aarohi.

...***...

Malam harinya, di kediaman Switha. Ia tinggal bersama ayahnya. Orang tuanya sudah lama bercerai. Ayah Switha bernama Manish Yadav. Manish sendiri mantan atlet pelari terbaik di India. Dari kecil hingga beranjak dewasa, Manish selalu menjadi juara sampai ke tingkat international.

"Bagaimana pelatihan pun tadi siang?"

"Baik ayah. Tapi Switha belum bisa dapat nilai yang cukup baik untuk pelatihan pertama. Mungkin karena Switha kurang pemanasan, " ucap Switha. Mendengar itu, entah kenapa Manish memasang raut wajah kesal.

"Switha. Kau tau... Ayah merupakan pengusaha terbesar di kota ini. Banyak orang yang mengenal Manish Yadav. Dan tentu, mereka juga mengenal mu sebagai putri sematang wayang ayah, "

"Perlombaan ini nantinya akan membawa peserta nya ke cabang internasional. Dan di sana, akan banyak sekali senior ayah, murid-murid ayah, dan juga jajaran pengusaha terkenal dunia yang akan menonton pertandingan tersebut, "

"Jika kau tidak bisa mengantarkan nama mu di perlombaan tersebut. Mereka akan bertanya-tanya. Kenapa putri Manish tidak masuk? Apakah dia kalah? Kenapa dia tidak belajar dengan ayahnya sang juara atlet lari? " sambung Manish. Ucapan itu membuat Switha terdiam. Dia hanya bisa menatap ayahnya sedikit takut.

"Kemenangan merupakan prinsip ayah. Jika kau tidak bisa menenangkan perlombaan tersebut. Itu artinya kau merusak prinsip ayah. Kau mengerti?" Switha hanya mengangguk pelan. Manish tersenyum dan melanjutkan makan malamnya. Switha merasa bimbang. Dia sangat takut mengecewakan ayahnya. Walaupun begitu, dia terus berlatih agar bisa lolos seleksi dan mewakili sekolah untuk perlombaan tingkat international.

Hari kedua latihan Switha kembali mendapatkan nilai buruk. Hal itu membuat ayahnya tidak mau lagi berbicara dengannya dan perlahan mengabaikannya. Karena di acuhkan oleh sang ayah, Switha mulai giat berlatih. Dia terus berusaha agar bisa lolos dan mendapatkan nilai terbaik.

"Baik anak-anak. Ayo semuanya berkumpul, " panggil Nainaa. Semuanya pun mulai berkumpul sesuai perintah Nainaa.

"Baik. Ibu sangat mengapresiasikan kerja keras kalian dalam waktu seminggu ini. Kalian mau bekerja keras untuk bisa lolos seleksi. Tapi tetap saja, yang namanya seleksi kita hanya memilih satu orang, " ucap Nainaa. Semua siswa yang berkumpul pun tersenyum dan menantikan siapa yang akan di pilih.

"Yang lolos adalah... "

"Selamat kepada, Switha. " Mendengar itu, Switha tersenyum gembira. Semua rekannya juga bertepuk tangan dan mengucapkan selamat kepada Switha.

"Switha. Persiapkan dirimu ya. 2 hari lagi kita akan pergi untuk mewakili sekolah, "

"Baik ibu Nainaa."