NovelToon NovelToon
Shadows In Motion

Shadows In Motion

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: KiboyGemoy!

Karya Asli By Kiboy.
Araya—serta kekurangan dan perjuangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KiboyGemoy!, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 20

KANTIN.

Araya menundukkan pandangannya, ia terus menerus memainkan jari jemarinya. Entah mengapa ia tidak bisa menghindari tatapan dua pasangan tersebut. Dan, entah mengapa perasaannya akan terus menerus terasa nyeri jika membayangkan mereka berdua.

Rifan yang melihat Araya merenung seperti itu menarik napas, meletakkan pesanan Araya dan juga miliknya di atas meja.

Pemuda itu menatap Araya dengan lekat. "Melupakan seseorang memang berat apalagi ia pernah menjadi salah satu tempat untuk pulang."

Araya mengangkat pandangannya, ia menatap Rifan yang sibuk mengaduk mie ayam di depannya.

"Semua orang butuh waktu untuk melupakan beberapa momen yang menyakitkan. Saat kamu sudah terbiasa, semuanya akan berjalan dengan lancar. Semua kenangan yang pernah terjadi akan berlalu dari dalam pikiran."

Mendengar itu Araya menarik napas. "Rifan, kenapa rasanya sakit?" lirihnya pilu.

"Karena kamu telah kehilangan seseorang yang kamu percaya. Sekarang, makanlah makannmu."

Araya mengangguk, kemudian mulai menyantap makanan di depannya. Sesekali gadis itu akan melirik ke arah Rifan yang juga fokus dengan makanannya.

✧⁠\⁠(⁠>⁠o⁠<⁠)⁠ノ⁠✧

"Setelah putus, sepertinya Araya jadi banyak bicara, yah?"

"Mereka baru kenal tapi sudah seperti itu, jangan-jangan selama latihan mereka punya hubungan di belakang kamu"

Perkataan-perkataan itu membuat Devan terus menerus memikirkannya. Tangannya yang kekar memijat pelipisnya.

"Untuk apa aku memikirkannya, gadis yang tidak memiliki keseruan," batinnya lirih.

Meski begitu dalam lubuk hati Devan ada hal yang masih belum dia bisa lepaskan. Yaitu, Araya. Yah, ia sudah berteman dengan Araya semenjak mereka kelas sembilan SMP. Mereka dulunya sangat akrab, namun ... semuanya berubah di saat mereka menjalin hubungan.

Helaan kasar keluar melalui mulutnya. "Kenapa aku terus menerus memikirkannya," batinnya kesal.

"Kamu kenapa, Devan?" tanya Naya perhatian.

Devan menggeleng, ia berdiri dari duduknya. "Aku mau ke kamar mandi sebentar," ucapnya berlalu pergi.

Selama perjalanan Devan merasa kepalanya semakin terasa pusing. Namun, entah mengapa yang ada di dalam pikirannya hanya ada Araya, Araya, dan Araya.

Bukannya merasa bahagia Devan malah diselimuti dengan masa lalu di mana ia berseru-seru bersmaa gadis itu.

Brugh!

Saat berada tepat di lorong menuju kamar mandi, Devan menabrak seseorang. Pemuda itu segera melirik ke arah gadis yang terjatuh di lantai.

"Araya," gumamnya.

Araya segera berdiri, ia menatap Devan dengan tatapan tidak percaya mereka akan berpaspasan di lorong kamar mandi.

Dengan masa bodo Araya kembali melangkah namun pergelangan tangannya tertahan.

"Apa sekarang sikapmu kekanakan seperti ini?" tanya Devan tegas.

Araya menutup matanya, bibir gadis itu bergetar. Ia menoleh, kemudian memaksa Devan untuk melepaskan tangannya.

"Lepas, Devan!"

Bukannya melepas, Devan malah semakin mengeratkan pergelangan tangannya.

"Di mana sikap dewasamu, Araya?!" bentak Devan begitu saja, membuat Araya terkejut.

Mata gadis itu berkaca-kaca, sumpah demi apapun Araya ingin berlari menjauh. Dada gadis itu terasa berhenti berdetak saat bertemu dengan Devan.

"Jadi, selama ini kamu memiliki hubungan dengan Rifan?" ucapnya dengan raut wajah menekan.

Araya hanya bisa diam, ia menatap pemuda yang kini bukan kekasihnya.

Gadis itu kembali mengingat perkataan Rifan, iabharus menjadi dirinya sendiri dan momen menyakitkan akan menghilang dari dalam pikiran. Araya ingin itu, namun mengapa Devan bertingkah seperti ini sekarang?

Tidak mendapatkan jawaban Devan mencengkeram rahang wajah Araya dengan erat. "Aku sungguh muak dengan wajah datar tanpa ekspresi ini!" ucapnya semakin meninggi dan penuh tekanan.

"Bicaralah Araya! Jawab apa yang kukatakan!"

Araya menggigit bibir bawahnya dengan kuat hingga berdarah. Tenggorokan gadis itu tiba-tiba saja tercekat, debaran dadanya perlahan berjalan dengan lambat.

Bayangan tentang kejadian kemarin, dia mencium Naya—sahabatnya. Bayangan pernyataan Ayahnya selingkuh, kembali berputar di atas pikirannya. Menarik udara ke dalam paru-parunya pin terasa sulit.

"Kenapa kamu banyak bicara, tersenyum, pada pemuda lain Araya! Apa kamu sudah lupa bahwa hanya ada aku yang selalu ada untuk kamu?!"

"Hah ... hah ..." Rasanya semakin sulit untuk menarik udara ke dalam tubuh. Wajah gadis itu berubah menjadi pucat.

Melihat wajah Araya yang memucat serta suara napas yang seakan tercekat membuat Devan segera melepaskan tangannya. Pemuda itu memegang bahu Araya.

"Sekarang, apa kamu akan bertingkah seperti anak kecil lagi?" sinisnya.

Araya perlahan memegang dadanya yang berdetak semakin lambat, mulutnya terbuka berusaha menarik udara ke dalam paru-parunya. Tubuhnya bergetar, perlahan bersandar di dinding dan merosot duduk di lantai.

"Hah..., hah...."

Araya mengeluarkan ponselnya, tangan gadis itu gemetar, segera menekan nomor Rifan yang dengan cepat terhubung.

"H-hah... R-hah...." Bicara pun Araya tidak mampu, air mata gadis itu mulai mengalir turun.

Sedangkan Devan langsung saja memggeram, merebut ponsel Araya dan mematikan panggilan yang tengah berlangsung.

"Apa sekarang kamu bergantung pada pemuda itu, hah?!"

Araya menggeleng, ia benar-benar tersiksa. Gadis itu ingin sekali memohon agar Devan berhenti berbicara. Namun, sepertinya Devan sedang dalam suasana buruk. Wajah pemuda itu memerah, rahangnya mengatup keras.

Devan jongkok, memegang kedua bahu Araya dan menempelkannya di dinding. "Apa secepat itu kamu melupakan aku? Karena dia, huh?! Naya sudah berbaik padamu Araya, jangan egois! Bagaimana pun kalian teman, kalian adalah sahabat!"

Air mata Araya terus menerus mengalir, terdengar suara helaan yang tercekat keluar dari mulutnya. Namun, Devan sama sekali tidak peduli.

"Sekarang kamu bertingkah seperti anak-anak, membuat ku muak!" ucapnya berlalu pergi meninggalkan Araya yang sudah menjatuhkan tubuhnya di lantai.

"Tuhan ... tolonglah aku!" teriaknya dalam hati.

✧⁠\⁠(⁠>⁠o⁠<⁠)⁠ノ⁠✧

Sedangkan Rifan kini berkeliling sekolah mencari keberadaan Araya. Di saat menerima panggilan, ia hanya mendengar suara napas tapi tidak mendengar suara.

Panggilan mati semakin membuat Rifan khawatir.

"Raya, kamu di mana." Pemuda itu mengusap wajahnya kasar. Kakinya terus menerus berlari mencari keberadaan Araya.

Melalukan panggilan pun tidak terjawab.

Rifan kembali melanjutkan langkahnya, pemuda itu pun bertanya-tanya pada siswa ataupun siswi yang melihat Araya.

"Weh, kenapa-kenapa?" heboh salah satu siswi bertemu dengan temannya.

"Itu, Kak Araya tidak sadarkan diri di lorong kamar mandi," jawabnya terengah.

Mata Rifan reflek membulat, dengan cepat ia berlari menuju ke kamar mandi. Setibanya, sudah banyak orang-orang yang berkumpul heboh di sana.

Dengan cepat pemuda itu memasuki keramaian, rasa khawatir semakin memuncak dalam dirinya. Saat berhasil melewati keramaian, pemuda itu segera menghampiri Araya yang tidak sadarkan diri di lorong kamar mandi.

Pemuda itu menepuk-nepuk pipi Araya dengan pelan namun cepat. "Raya, hey," ucapnya terengah.

Tanpa banyak basa-basi Rifan menyuruh beberapa murid membantunya naik ke dalam gendongannya. Setelah Araya berada di gendongannya, Rifan pun berlalu pergi membawa Araya ke UKS dengan langkah secepat mungkin.

"Sebenarnya ada apa denganmu, Raya?"

1
Alexander
Ceritanya bikin aku terbuai sejak bab pertama sampai bab terakhir!
Kiboy: semoga betah😊
total 1 replies
Mèo con
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
Kiboy: aaa makasih banyakk, semoga seterusnya seperti itu ಥ⁠‿⁠ಥ
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!