Sabrina rela meninggalkan status dan kekayaannya demi menikah dengan Zidan. Dia ikut suaminya tinggal di desa setelah keduanya berhenti bekerja di kantor perusahaan milik keluarga Sabrina.
Sabrina mengira hidup di desa akan menyenangkan, ternyata mertuanya sangat benci wanita yang berasal dari kota karena dahulu suaminya selingkuh dengan wanita kota. Belum lagi punya tetangga yang julid dan suka pamer, membuat Sabrina sering berseteru dengan mereka.
Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Bu Maryam mendongak melihat ke arah yang ditunjuk oleh Sabrina. Di balkon tidak ada siapa-siapa.
"Mana? Enggak ada siapa-siapa di sana," ucap Bu Maryam.
"Loh, tadi ada, kok! Mata aku masih normal, Mah," balas Sabrina. Dia pun merasa heran karena tiba-tiba sosok tadi menghilang.
"Masa setan? Kan, setan takut sama matahari? Tadi berdiri di sana sambil menatap ke arah kita," tukas istri Zidan geleng-geleng kepala.
"Siapa bilang setan takut sama matahari?" tanya Bu Maryam sambil menarik tangan sang menantu untuk melanjutkan perjalanan mereka.
"Di film-film, Mah. Pas kena matahari setannya langsung hancur jadi abu atau jadi asap hitam," jawab Sabrina dengan yakin karena itu yang dia lihdi beberapa film barat yang pernah ditonton olehnya.
"Bisa-bisanya kamu dibodohi sama film," gerutu Bu Maryam.
Ketika di toko Bu Maryam memberi tahu Zidan akan penghuni rumah Belanda. Wanita paruh baya itu takut kalau orang yang tinggal di sana adalah orang jahat.
"Nanti aku tanya sama Pak RT, Mah. Sebaiknya Mamah dan Sabrina jangan ke mana-mana dulu," ujar Zidan dan Bu Maryam mengangguk.
Waktu makan siang, Zidan sengaja pesan makanan agar Bu Maryam dan Sabrina tidak pulang ke rumah untuk masak. Mereka berada di toko sampai sore dan pulang bersama.
Zidan memerhatikan rumah Belanda yang terlihat bersih sekarang. Namun, tidak terlihat tanda-tanda ada orang beraktivitas di sana.
Setelah mandi, Zidan pergi ke rumah Pak RT untuk menanyakan penghuni baru di rumah angker itu. Demi keselamatan Sabrina, dia harus waspada.
"Oh, rumah itu sudah dibeli oleh Pak Radit. Dia kepala sekolah yang baru di SMP Nusa Dua. Sebenarnya sudah seminggu dia datang ke sini. Namun, baru hari ini bisa menempati rumah itu karena dibersihkan dulu dan diisi perabotan," kata Pak RT.
Mendengar itu Zidan agak tenang. Dia takut penghuni baru adalah Dokter Frans yang mengincar Sabrina.
"Memangnya kenapa?"
"Tidak apa-apa, Pak. Soalnya sekarang sering ada kejadian DPO yang dicari-cari sama polisi nyamar jadi pendatang baru di kampung yang jauh dari kota. Jadi, kita harus waspada. Kalau identitas jelas tidak perlu khawatir."
"Benar juga. Besok akan aku pastikan pergi ke sekolah SMP Nusa Dua, apakah Pak Radit itu betulan kepala sekolah yang baru atau bukan."
***
Keesokan harinya ketika lewat rumah Belanda, sambil jalan Sabrina kembali menoleh dan memerhatikan keadaannya. Jendela dan pintu terbuka, tidak terlihat ada orang, tetapi terdengar suara musik dari dalam rumah.
"Mah, sepertinya penghuni rumah ini manusia bukan setan," kata Sabrina.
"Setan itu tidak butuh rumah. Dia bisa datang dan tinggal di mana pun dia mau," ujar Bu Maryam.
"Benar juga," gumam Sabrina. Sekarang dia merasa tenang. Soalnya dia takut sama setan, kecuali sama vampir karena menurutnya makhluk itu tampan.
"Mah, ada orang!" Tunjuk Sabrina.
"Mana?" tanya Bu Maryam ikut menoleh.
"Itu!" Tunjuk Sabrina lagi, tetapi Bu Maryam tidak melihat ada siapa-siapa.
"Permisi, kamu setan apa manusia?" tanya Sabrina berteriak.
Rupanya orang itu sedang menanam beberapa pohon di dekat pagar tembok pembatas dengan rumah sebelah. Seorang pria paruh baya itu berdiri, memerhatikan Sabrina dan Bu Maryam. Kemudian tertawa terkekeh.
"Aku manusia, bukan setan," ucap laki-laki itu sambil berjalan mendekati pagar besi.
Bu Maryam baru sadar ada orang di sana. Karena tadi dia melihat ke arah pintu yang terbuka lebar.
"Bapak pendatang?" tanya Bu Maryam.
"Iya, Bu. Kenalkan saya Radit, baru dipindah tugaskan ke sekolah dekat sini," jawab laki-laki itu dengan ramah.
Senyum menawan pun tercipta menghiasi wajah Pak Radit yang terlihat tampan meski sudah memasuki usia matang. Tubuhnya tinggi tegap dan warna kulitnya juga kuning langsat. Selain itu suaranya yang bariton terdengar syahdu di telinga Sabrina.
"Kenalkan, saya Maryam. Ini menantu saya, Sabrina," ujar Bu Maryam.
"Senang bisa kenalan dengan Bu Maryam. Kalau punya waktu luang besok datanglah ke sini. Saya berniat mengadakan syukuran," ucap Pak Radit.
"Insya Allah, kalau ada waktu kita akan datang," balas Bu Maryam.
"Pak Radit, aku mau tanya," ucap Sabrina. "Bapak di sini sama siapa?"
"Bapak di sini sendiri. Kebetulan anak satu-satunya sudah menikah dan ikut suaminya ke Amerika," jawab Pak Radit tersenyum.
"Kalau istrinya?" tanya Bu Maryam.
"Sudah lama meninggal, Bu. Saat melahirkan dulu," jawab Pak Radit.
"Tidak menikah lagi?" tanya Bu Maryam tiba-tiba kepo.
"Tidak, Bu. Fokus ngurus anak dan kerja. Dulu perekonomian keluarga sangat sulit tidak ada kepikiran untuk menikah lagi," jawab pria berpakaian setelan kaos dan celana training.
"Padahal Pak Radit terlihat tampan dan gagah. Pastinya banyak wanita yang ingin jadi istri," ujar Bu Maryam terkesan basa-basi.
"Aduh, Bu. Jadi, tersanjung. Aku ini orang miskin, Bu. Mana ada yang mau. Cuma bisa memenuhi kebutuhan anak saja," balas Pak Radit.
Diam-diam Sabrina senyum-senyum sendiri. Otak kecilnya menerka kalau Pak Radit cocok untuk sang mertua. Sama-sama berstatus single. Selain itu terlihat setia, tidak seperti bapak mertuanya yang selingkuh dengan wanita yang jauh terpaut usianya.
"Kayaknya bagus kalau aku jodohkan Mamah sama Pak Radit. Aku harus jadi Mak Comblang," batin Sabrina.
***
bukan musuh keluarga Sabrina
jangan suudhon dl mamiiii