Di Desa Fuyun yang terkubur salju, Ling Tian dikenal sebagai dua hal yakni badut desa yang tak pernah berhenti tertawa, dan "Anak Pembawa Sial" yang dibenci semua orang.
Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum konyol dan sikap acuh tak acuh itu, tersimpan jiwa yang lelah karena kesepian dan... garis darah monster purba yang paling ditakuti langit yakni Kunpeng.
Enam puluh ribu tahun lalu, Ras Kunpeng musnah demi menyegel Void Sovereign, entitas kelaparan yang memangsa realitas. Kini, segel itu retak. Langit mulai berdarah kembali, dan monster-monster dimensi merangkak keluar dari bayang-bayang sejarah.
Sebagai pewaris terakhir, Ling Tian dipaksa memilih. Terus bersembunyi di balik topeng humornya sementara dunia hancur, atau melepaskan "monster" di dalam dirinya untuk menelan segala ancaman.
Di jalan di mana menjadi pahlawan berarti harus menjadi pemangsa, Ling Tian akan menyadari satu hal yakni untuk menyelamatkan surga, dia mungkin harus memakan langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Daging Bakar dan Pengakuan Dosa
Lorong palka bawah itu sempit, lembap, dan kini berbau kematian yang kental.
Dua mayat penyusup yang hancur tergeletak di lantai besi seperti onggokan sampah basah. Darah mereka merembes perlahan ke sela-sela lantai, menetes ke ruang mesin di bawahnya, menambah aroma anyir di tengah bau minyak yang menyengat.
Ling Tian berdiri menghalangi jalan, pedang raksasa Embrio Void bersandar santai di bahu kirinya. Siluet tubuhnya yang kurus namun tegap tampak seperti gerbang besi yang tak bisa ditembus.
Di hadapannya, empat penyusup yang tersisa berdiri kaku.
Pemimpin mereka, pria bermata satu itu, merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya. Dia adalah pembunuh bayaran veteran. Dia sudah membunuh puluhan kultivator, bahkan yang berada di ranah Qi Condensation tingkat tinggi sekalipun. Tapi ada sesuatu yang salah dengan pelayan di depannya ini.
Bukan karena auranya yang kuat—sebaliknya, aura Ling Tian terasa samar dan kacau, khas kultivator pemula.
Yang salah dari Ling Tian adalah matanya.
Mata itu tidak memancarkan rasa takut, amarah, atau bahkan keberanian heroik. Mata itu kosong dan gelap. Seperti mata ikan hiu yang melihat mangsa, murni kalkulasi tentang bagaimana cara terbaik untuk merobek mangsanya.
"Formasi Bayangan," desis si Pemimpin, suaranya nyaris tak terdengar. "Jangan main-main. Dia Kultivator tipe fisik. Serang titik butanya."
Tiga anak buahnya mengangguk. Dalam sekejap, mereka menyebar.
Dua orang melompat ke dinding, menggunakan sepatu bergerigi untuk menempel seperti cicak, mencoba menyerang dari atas. Satu orang lainnya yang seorang wanita bertubuh kecil meluncur di lantai, mengincar kaki Ling Tian dengan pisau beracun.
Si Pemimpin sendiri mundur selangkah, menyiapkan jarum-jarum hitam di sela jarinya, menunggu celah sekecil apa pun.
"Strategi yang bagus," komentar Tuan Kun di dalam kepala Ling Tian. "Untuk melawan Kultivator normal."
Ling Tian tidak bergerak. Dia melihat wanita yang meluncur di lantai mendekat dengan cepat. Pisau hijaunya mengarah lurus ke tendon tumit Ling Tian.
"Kena kau!" batin wanita itu.
Tapi sesaat sebelum pisau itu menyentuh kulit, Ling Tian mengangkat kaki kirinya—kaki yang menjadi tumpuan berat badannya—dan menghentakkannya kembali ke lantai dengan ledakan tenaga murni.
DUM!
Bukan menginjak wanita itu, tapi menginjak lantai besi tepat di depan wajahnya.
Getaran yang dihasilkan begitu kuat hingga lantai palka itu bergelombang seperti air. Wanita yang sedang meluncur itu terpental naik sepuluh senti dari lantai akibat gaya tolak. Keseimbangannya hancur total.
Di saat tubuhnya melayang tak terkendali di udara, Ling Tian melepaskan pegangan tangan kirinya pada pedang raksasa di bahu.
Dia tidak mengayun. Dia hanya membiarkan pedang itu jatuh ke depan, dipandu oleh gravitasi.
Ujung tumpul Embrio Void jatuh tepat di punggung wanita itu.
KRAK!
Suara tulang belakang yang patah terdengar mengerikan. Wanita itu terhempas ke lantai, tertindih beban 300 kilogram besi hitam. Dia bahkan tidak sempat berteriak. Mulutnya hanya memuntahkan darah bercampur potongan organ dalam, lalu tubuhnya mengejang dan diam selamanya.
"Satu," hitung Ling Tian datar.
Dua penyerang di dinding tidak berhenti. Mereka sudah melompat. Dari kiri dan kanan atas, mereka menerjang leher Ling Tian dengan pedang kembar.
"Mati!"
Jarak mereka sudah terlalu dekat. Ling Tian tidak mungkin mengangkat pedang raksasanya lagi tepat waktu. Pedang itu masih menindih mayat di lantai.
Si Pemimpin menyeringai. "Tamat riwayatmu."
Tapi Ling Tian tidak mencoba mengangkat pedangnya. Dia melepaskan gagang pedang itu, membiarkannya tetap di tanah.
Kini kedua tangannya kosong.
Tangan kiri Ling Tian bergerak cepat menyambar leher penyerang dari kiri. Jari-jarinya yang terlatih mencengkeram tenggorokan pria itu di udara, menghentikan momentumnya seketika.
Glek.
Sementara itu, untuk penyerang dari kanan...
Ling Tian mengangkat tangan kanannya. Tangan yang masih diperban tebal, tangan yang kata orang "lumpuh".
Penyerang kanan itu melihat perban kotor tersebut dan tertawa dalam hati. Dia mengarahkan pedangnya untuk memotong lengan cacat itu.
Namun, tepat sebelum pedang menyentuh perban, Ling Tian membuka telapak tangannya.
"Tuan Kun... buka katupnya."
WOOSH!
Aura merah darah meledak dari balik perban.
Kain perban itu terbakar habis dalam sekejap, memperlihatkan lengan kanan Ling Tian yang mengerikan. Kulitnya berwarna merah tua seperti besi yang ditempa, urat-uratnya menyala oranye, dan udara di sekitarnya berdistorsi karena panas yang ekstrem.
Energi Asura yang dia hisap semalam dilepaskan dalam satu ledakan pendek.
Ling Tian tidak menangkis pedang itu. Dia menangkap bilah pedang musuh dengan tangan kosong.
CESSSSSS!
Suara logam yang dicelupkan ke dalam magma terdengar nyaring.
Mata si penyerang melotot horor. Pedang bajanya... meleleh? Di bagian yang dicengkeram Ling Tian, logam pedang itu memerah, melunak, lalu membengkok seperti lilin yang terkena api.
"Apa... a...?"
Ling Tian tidak memberinya waktu untuk bingung. Dia menarik pedang yang meleleh itu, menyeret tubuh si penyerang mendekat.
"Panas, kan?" bisik Ling Tian.
Tangan kanan Ling Tian yang kini membara seperti tangan iblis mencengkeram wajah penyerang itu.
"AAAAARGGGHHHH!"
Jeritan itu memilukan. Bukan hanya rasa sakit fisik, tapi rasa sakit spiritual karena energi Asura yang korosif membakar kulit, daging, hingga ke tulang tengkorak.
Dalam tiga detik, jeritan itu berhenti.
Ling Tian melepaskan cengkeramannya. Penyerang itu jatuh dengan wajah yang sudah tidak berbentuk lagi, hanya menyisakan daging hangus yang berasap.
Di tangan kirinya, penyerang yang lehernya dicengkeram gemetar hebat. Dia melihat nasib temannya. Dia mencoba memberontak, menusukkan pisaunya ke lengan Ling Tian.
Tapi Ling Tian hanya meremas pelan.
Krek.
Lehernya patah, satu mayat lagi jatuh.
Dalam waktu kurang dari sepuluh detik, tiga elit pembunuh mati.
Ling Tian berdiri di tengah tumpukan mayat. Tangan kanannya masih mengepulkan asap tipis, kulit merahnya perlahan kembali ke warna normal, meski masih terasa panas menyengat. Rasa sakit akibat menggunakan teknik itu luar biasa, seperti ada paku yang diputar di dalam tulang lengannya, tapi adrenalin dan Darah Kunpeng menekan rasa sakit itu ke sudut kesadarannya.
Dia menoleh ke arah satu-satunya orang yang masih berdiri. Si Pemimpin bermata satu itu.
Pria itu gemetar. Jarum-jarum di tangannya jatuh berdenting ke lantai. Kakinya mundur selangkah demi selangkah, sampai punggungnya menabrak pintu besi ruang kargo.
"Kau..." suaranya tercekat. "Kau bukan manusia... Kau iblis api..."
Ling Tian memungut kembali pedang raksasanya dengan tangan kiri. Dia menyeretnya di lantai, menciptakan suara gesekan logam yang menyakitkan telinga.
Sreeeet... Sreeeet...
"Iblis api?" Ling Tian terkekeh pelan. "Julukan yang bagus. Tapi aku lebih suka disebut 'Tukang Bersih-bersih'."
Ling Tian berhenti dua langkah di depan pria itu.
"Sekarang," kata Ling Tian, menunjuk dada pria itu dengan ujung pedangnya yang berlumuran darah. "Kita masuk ke sesi tanya jawab. Aku tanya, kau jawab. Kalau kau bohong, aku bakar satu jarimu. Kalau kau diam, aku bakar satu jarimu. Kalau kau lambat... yah, kau tahu aturannya."
"Paham?"
Si Pemimpin menelan ludah. Keringat dingin membasahi wajahnya. Dia tahu dia tidak bisa lari. Lorong di belakang Ling Tian tertutup mayat.
"A-apa maumu?"
"Simpel," Ling Tian mendekatkan wajahnya. "Kalian punya alat pembuka segel khusus Istana Shenxiao. Alat itu tidak dijual di pasar loak. Siapa yang memberikannya?"
Si Pemimpin terdiam. Dia tahu hukumannya jika berkhianat pada klien. "Aku... aku tidak tahu namanya. Transaksi dilakukan lewat perantara surat..."
WUSH!
Ling Tian menggerakkan tangan kanannya secepat kilat. Dia menyentuh kelingking kiri pria itu.
"ARGH!"
Bau daging gosong tercium lagi. Kelingking pria itu hangus menghitam dalam sekejap.
"Jawaban salah," kata Ling Tian dingin. "Pembunuh bayaran sekelasmu tidak akan mengambil misi bunuh diri menyusup ke Bahtera Perang tanpa jaminan orang dalam. Kau pasti tahu siapa kontaknya."
"Jari manis selanjutnya."
"Tunggu! Tunggu!" Pria itu menangis, memegangi tangannya yang hangus. Pertahanannya runtuh. Rasa sakit dari api Asura itu bukan main-main, rasanya seperti jiwanya ikut terbakar.
"Ada... ada seorang murid!" teriaknya cepat. "Seorang murid Istana Shenxiao! Dia yang memberikan denah kapal dan alat pembuka segel ini!"
Mata Ling Tian menyipit. "Murid Shenxiao? Siapa? Lei Hao?"
"Bukan! Bukan si pengendali petir itu! Dia terlalu bodoh!" Pria itu menggeleng panik.
"Lalu siapa?"
"Seorang wanita... wanita dengan kipas lipat..." Pria itu terengah-engah. "Namanya... Ye... Ye Qing."
Ling Tian terdiam.
Ye Qing.
Nama itu asing. Tapi dia ingat daftar anggota tim yang dibacakan Tetua Mo. Ye Qing adalah salah satu anggota tim perwakilan Sekte Pedang Langit, bukan Istana Shenxiao. Dia adalah pengguna elemen angin yang pendiam.
"Ye Qing adalah murid Sekte Pedang Langit," kata Ling Tian tajam, menekan pedangnya ke leher pria itu. "Kau bohong."
"TIDAK! Sumpah demi langit!" Pria itu histeris. "Dia memakai seragam Sekte Pedang Langit, tapi dia punya lencana dalam Istana Shenxiao! Dia agen ganda! Dia yang mengatur agar perisai lambung bawah dimatikan sesaat! Dia pengkhianatnya!"
Ling Tian menarik napas panjang. Informasi ini... rumit.
Seorang agen ganda yang disusupkan Istana Shenxiao ke dalam Sekte Pedang Langit, tapi kemudian berkhianat lagi dengan menjual informasi ke perampok? Atau apakah ini rencana faksi lain di dalam Istana Shenxiao?
"Tuan Kun?"
"Dia jujur," kata Tuan Kun. "Detak jantungnya menunjukkan ketakutan murni, bukan kebohongan. Ye Qing... gadis pendiam yang selalu berdiri di belakang Lei Hao itu. Hati-hati, Ling Tian. Musuh yang tidak bersuara biasanya yang paling berbisa."
Ling Tian menurunkan pedangnya.
"Bagus," kata Ling Tian. "Informasi diterima."
Si Pemimpin menghela napas lega, tubuhnya merosot. "K-kalau begitu... kau akan melepaskanku? Aku bisa pergi? Aku janji tidak akan kembali!"
Ling Tian menatapnya dengan tatapan iba yang palsu.
"Melepaskanmu?"
Ling Tian mengangkat tangan kanannya lagi. Aura merah menyala di ujung jarinya.
"Kau melihat wajahku. Kau melihat teknikku. Dan kau tahu aku sudah tahu rahasia Ye Qing."
"Kalau aku melepaskanmu... siapa yang akan menjamin kau tidak lari ke Ye Qing dan bilang, 'Hei, si pelayan itu tahu semuanya'?"
Wajah si Pemimpin memucat lagi. "Tidak! Aku tidak akan—"
"Maaf," potong Ling Tian. "Di dunia ini, hanya orang mati yang bisa menjaga rahasia dengan sempurna."
Ling Tian meletakkan telapak tangan kanannya yang membara tepat di wajah pria itu.
"Tidurlah."
CESSS!
Tidak ada teriakan kali ini. Panasnya langsung membakar otak sebelum saraf sempat mengirim sinyal sakit. Pria itu mati instan.
Ling Tian berdiri tegak. Dia mengibaskan tangannya, membuang sisa abu yang menempel.
Lorong itu kembali sunyi. Hanya ada lima mayat (termasuk wanita yang hancur) yang menemani Ling Tian.
"Nah," gumam Ling Tian, menatap kekacauan itu. "Sekarang bagian yang paling merepotkan. Membersihkan sampah sebelum tamu-tamu terhormat di atas turun ke sini."
"Makan?" tanya Tuan Kun penuh harap.
"Tentu saja makan," jawab Ling Tian. Dia membuka kancing baju goninya, memperlihatkan dadanya.
"Sayang sekali kalau Qi mereka terbuang sia-sia. Anggap saja ini suplemen sebelum sarapan."
Ling Tian mengaktifkan Gerbang Energi Purba. Pusaran hitam muncul dari tubuhnya, meluas memenuhi lorong sempit itu.
Mayat-mayat itu mulai bergetar. Darah, Qi, dan sisa energi kehidupan mereka ditarik keluar, membentuk aliran sungai merah yang melayang di udara, lalu tersedot masuk ke dalam dada Ling Tian.
Tubuh para penyusup itu mengering dengan cepat, lalu hancur menjadi debu halus yang tersapu angin ventilasi kapal.
Dalam waktu lima menit, lorong itu bersih.
Tidak ada mayat. Tidak ada darah. Hanya ada sedikit bau gosong dan debu yang wajar di ruang mesin.
Ling Tian merasakan tenaganya pulih sepenuhnya. Qi Condensation Tingkat 1-nya menjadi semakin padat, mendekati ambang batas Tingkat 2. Dan tangan kanannya... tangan kanannya terasa semakin kuat setelah dialiri energi Asura tadi.
"Ye Qing..." gumam Ling Tian, menutup kembali bajunya.
Dia berjalan menaiki tangga kembali ke dek atas, meninggalkan palka yang kini sunyi senyap.
Di atas sana, pertempuran pasti sudah hampir selesai. Fang Yu dan yang lain mungkin sedang merayakan kemenangan mereka, tidak sadar bahwa ada ular berbisa yang tidur di sebelah mereka.
"Permainan ini makin seru," batin Ling Tian.
Dia muncul kembali di geladak tepat saat sinar matahari pertama menembus awan badai.
Wajahnya kembali menjadi wajah pelayan yang bodoh dan ketakutan.
"Tolong! Tolong!" teriak Ling Tian sambil berlari ke arah Lei Hao yang sedang ngos-ngosan. "Saya bersembunyi di toilet! Suaranya seram sekali! Apakah sudah aman, Tuan?!"
Lei Hao menendang pantat Ling Tian. "Dasar pengecut tidak berguna! Kami bertaruh nyawa, kau malah sembunyi di toilet! Minggir!"
Ling Tian jatuh terguling, tapi wajahnya yang tertelungkup ke lantai menyeringai lebar.
Ya. Teruslah anggap aku pengecut.
Sementara aku mengawasi lehermu... dan leher wanita bernama Ye Qing itu.