NovelToon NovelToon
SHE LOVE ME, I HUNT HER

SHE LOVE ME, I HUNT HER

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Dokter / Transmigrasi / Idola sekolah
Popularitas:24.7k
Nilai: 5
Nama Author: Noveria

Agatha Aries Sandy dikejutkan oleh sebuah buku harian milik Larast, penggemar rahasianya yang tragis meninggal di depannya hingga membawanya kembali ke masa lalu sebagai Kapten Klub Judo di masa SMA.

Dengan kenangan yang kembali, Agatha harus menghadapi kembali kesalahan masa lalunya dan mencari kesempatan kedua untuk mengubah takdir yang telah ditentukan.

Akankah dia mampu mengubah jalan hidupnya dan orang-orang di sekitarnya?


cover by perinfoannn

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

POV LARAST

Larast POV

Di rumah sakit, malam itu, trauma penculikan masih mencengkeram benaknya. Inge, ibunya Agatha, berada di sisinya.

"Kamu tidak keberatan Tante di sini?" tanya Inge lembut.

Larast menggeleng cepat, meski hatinya berdebar tak karuan. Bagaimana mungkin ibu dari pria yang dikaguminya rela menemaninya semalaman? Mereka tidak begitu dekat, hanya sekali bertemu saat Agatha mengajaknya makan siang di rumah.

"Tidak, Tante. Terima kasih, jadi merepotkan," jawab Larast sopan, berusaha menyembunyikan kegugupannya.

Inge mendekat, mengelus lembut puncak kepala Larast. "Kasihan sekali kamu, sayang. Yang sabar, ya."

Larast tersenyum tipis, sungkan. Jemarinya meremas selimut, gelisah.

"Kamu tinggal dengan siapa saja di rumah?" Inge menarik kursi mendekat, menciptakan suasana lebih akrab.

"Ibu saja, Tante," jawab Larast.

"Lalu, ayah?" Inge semakin penasaran dengan kehidupan gadis yang membuat putranya rela keluyuran malam-malam.

"Ayah saya sudah meninggal karena kanker... tepatnya tiga tahun lalu." Mata Larast menerawang, seolah kembali ke masa kelam saat ayahnya menghembuskan napas terakhir di rumah sakit, setelah lima tahun berjuang melawan kanker darah.

"Astaga, sayang. Tante... minta maaf membuatmu sedih." Inge meneteskan air mata, terhanyut dalam kesedihan mendengar kisah singkat Larast.

Larast menelan ludah, senyumnya pahit. Kenangan masa lalu menyeruak. Ayahnya, seorang guru SD yang sederhana, selalu memberikan bimbingan belajar gratis di rumahnya yang ramai.

Suatu hari, Larast menemukan ayahnya pingsan di kamar, darah berceceran. Ibunya sedang di sekolah kakaknya, menyelesaikan masalah. Larast yang masih SMP hanya bisa berteriak meminta tolong.

Di ruang tunggu rumah sakit, rasa takut mencengkeram hatinya. Dokter menyampaikan vonis kanker darah stadium akhir. Pengobatan sudah terlambat. Karena Ayahnya menyembunyikan penyakitnya terlalu lama.

Dokter menyarankan perawatan paliatif di rumah. Larast dan ibunya hancur mendengar berita itu.

Keterbatasan ekonomi membuat ayahnya tidak mendapatkan perawatan yang memadai. Larast menyaksikan penderitaan ayahnya setiap hari, berharap, "Tuhan, ambil Ayah ke sisi-Mu jika rasa sakit ini bisa hilang. Biarkan Ayah bahagia di tempat yang layak."

Tangisan dan ketakutan mewarnai hari-hari mereka. Larast berusaha tegar di depan ibunya, takut membuatnya semakin rapuh. Sementara kakaknya, Dirga, justru menjual rumah karena terlilit hutang.

Kabar itu menjadi pukulan bagi ayahnya. Hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Setelah pemakaman, Larast dan ibunya melarikan diri dari Dirga, berharap memulai hidup baru.

Namun, bayangan kakaknya terus menghantui mereka. Kakaknya lagi-lagi berhasil menemukannya.

"Tuhan, haruskah aku dan Ibu mati agar kakak berhenti membuat kami menangis?"

\*\*\*

Inge menggenggam tangan Larast dengan hangat. "Kamu mau jadi anak Tante?" tanyanya dengan suara serak.

"Maksudnya, Tante?" Larast bingung.

"Tante akan bantu kamu sekolah, belajar dengan baik. Kami akan mengadopsi kamu, hidupmu akan lebih layak, Rast. Dan... kami bisa melindungimu." Sebuah tawaran tulus dari seorang ibu yang memahami kesedihan seorang anak.

"Em..." Larast terdiam.

"Jadi adiknya Agatha, hidup bersama kami," imbuh Inge.

"Lalu, ibuku?" Larast khawatir.

"Ada panti sosial yang bisa memberikan perawatan dan bimbingan untuk ibumu. Bicarakan dulu dengan ibumu, Tante menunggu jawabanmu," ucap Inge.

Larast menarik tangannya, menatap wanita di sampingnya dengan mata berbinar.

"Jangan katakan ini pada Agatha, ini rahasia kita berdua."

"Lalu, perasaanku?" batin Larast. Ia mencintai Agatha lebih dari seorang kakak.

"Pikirkan baik-baik. Agatha pasti senang punya adik, apalagi yang cantik dan baik seperti kamu." Kalimat Inge menegaskan bahwa Larast hanya bisa menjadi seorang adik.

"Iya, Tante. Nanti Larast pikirkan dulu," jawab Larast.

Pintu terbuka. Inge memberi isyarat agar Larast menyimpan rahasia mereka.

"Surprise! Lucu kan, seperti aku?" Agatha muncul dengan boneka beruang.

Larast menahan senyum, pipinya merona. Ia menarik selimut, menyembunyikan sebagian wajahnya, menyembunyikan debaran jantungnya.

"Bisa-bisanya anak ini bawa beginian ke rumah sakit!" gerutu Inge, menggelengkan kepala.

Larast merasa khawatir. Bagaimana bisa perasaannya pada Agatha, yang mungkin sudah berubah menjadi cinta, harus ia sembunyikan selamanya? Bahkan saat ia mengulang waktu, perasaannya tetap sama.

Ketika idolanya mendekat dan menyentuh mata serta bibirnya dengan alasan memeriksa kondisinya, debaran itu semakin menggila. Sentuhan telunjuknya di bibir terasa... bagai sengatan listrik yang menjalar ke seluruh tubuh.

Larast menggelengkan kepala. Ia merasa tidak pantas mendapatkan pria yang berdiri di sampingnya.

"Jika aku tidak sekedar menjadi seorang adik, apakah takdir yang sebelumnya indah akan berubah karena keserakahanku?" batin Larast, takut jika ia mengutarakan cintanya, takdir indah yang seharusnya terjadi akan berubah menjadi buruk karenanya.

Ketika menatap Agatha, dan kedua mata mereka bertemu, Larast segera berbalik memunggungi. "Ya Tuhan, jantungku ini kenapa?" bisiknya lirih. Senyuman dari pria yang dikaguminya mampu meruntuhkan kesakitannya.

"Ibu pulang dulu istirahat, aku akan menemani Larast," ucap Agatha, memaksa dengan nada lembut.

"Tapi kamu jangan aneh-aneh ya, jangan ganggu istirahat Larast," ancam ibunya, memberi peringatan dengan mata memicing.

"Siap! Kalau tidak, nanti aku nunggu di ruang tunggu saja, biar Ibu tidak khawatir." Agatha mengambil tas ibunya, terlihat jelas ingin ibunya segera pergi.

Inge mendekat dan membelai lembut kening Larast, "Tante pulang dulu ya, sayang. Kalau dia menyentuhmu atau berbuat macam-macam, teriak, oke?"

Larast mengangguk, "Terima kasih, Tante."

Agatha mendorong punggung ibunya perlahan, dan keduanya keluar dari ruangan.

Huh...

Larast bernapas lega.

Dokter dan perawat masuk ke dalam ruangan, memeriksa kondisi Larast.

Setelah memastikan kondisinya baik, dokter keluar, sementara perawat masih mengganti cairan infus yang habis.

Beberapa saat kemudian, Agatha masuk ke dalam ruangan. Tersenyum ke arah Larast, senyum canggung bercampur bahagia terlihat jelas di wajahnya.

Setelah perawat keluar, Agatha duduk di samping Larast.

"Baru saja aku mengatur napas," gumam Larast lirih.

"Kenapa? Kamu tidak suka aku di sini?" tanya Agatha, bangkit dari kursi, mengambil boneka di samping Larast, lalu memindahkannya ke sudut. Agar tidak mengganggu istirahat Larast.

"Kamu pulang saja sana," ujar Larast, berusaha duduk dan meraih segelas air di meja karena haus.

Agatha dengan tanggap langsung mengambil gelas itu dan memberikannya kepada Larast. Ia duduk di samping ranjang, memerhatikan Larast memegang gelas saat Larast menyeruput air dengan sedotan.

Larast berusaha mengambil alih gelas itu dan menyingkirkan tangan Agatha, "Aku bisa sendiri."

Agatha terkekeh pelan. "Pelan-pelan, nanti keselek."

Larast mendengus, lalu meletakkan gelas di meja. Ia memalingkan wajah, berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya.

Agatha mendekat lalu menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Larast. Membuat kedua mata mereka bertemu lebih dekat.

Cup

Larast mencium pipi Agatha dengan singkat.

“Aku tidak bisa menahannya di kehidupan ini.”

Di balik senyum canggung dan perhatian kecil, keduanya menyembunyikan perasaan yang bergejolak. Larast dengan ketakutannya, Agatha dengan kebingungannya. Mereka berdua, terperangkap dalam jaring-jaring takdir yang rumit, saling menyangkal, saling menginginkan.

Bersambung..

1
🔵 Muliana
curiga ini suruhan Reza.
udah dari tadi nahan napas, semoga leo gak apa-apa
🔵 Muliana
gak ada yang memahami dan mempercayainya. Kecuali kami pembaca setia.
yuk sharing sama kami aja /Chuckle//Chuckle/
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
sifat alami cewek mang begituu, klo gak marah artinya dia gak peduli 😒
Jemiiima__
kasian larast grgr kakanya nasibnya jd begitu 😭
Jemiiima__
kaka anjj 😭😭😭
Jemiiima__
tanggung jawab kau, larast yg dsuruh nanggung itu kek mana
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝
jam tangannya keren bngettt, bisa mendeteksi dan ngendaliin naik turunnya emosi🤭
sunflow
emak2 kalo emank uda marah seremnya minta ampun
rokhatii
haha yang bener aja Timezone 🤭🤭
rokhatii
wow gila 14 hari beneran ries
Iqueena
Leo, kamu terlalu baik🥹. Sesekali gak maapin org gkppa kok, jangan sebaik itu jadi manusia
Dewi Ink
aku yakin pasti ketemu. polisi gitu loh😎
Dewi Ink
jahat bgt kamu jadi orang
Dewi Ink
emang dasar bocah 😂 jewer aja bu
Oksy_K
aku kira larast ini tipe yg kalem, wow di luar ekspektasi. bagus bgt thor😂🤭
Oksy_K
jgn terlena dulu agatha, pembalasanmu belum berakhir
Oksy_K
hajar terus jgn kasih kesempatan😂
Oksy_K
wkwk hajar sampe babak belur, dan putus hubungan juga. jgn mau punya temen yg nusuk dari belakang kek reza
Nuri_cha
hmm... gombal. bentar lagi larast bakal jd adik kamu. jd terbangnya jgn tinggi2 ya ries
Nuri_cha
hahaha... bisa jadi, ries
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!