Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa kekuranganku?
Olivia, wanita itu terus memperhatikan suaminya. Pagi ini Ramon terlihat sangat sumringan dan semangat berangkat kerja padahal sebelum-sebelumnya selalu menggerutu akibat mempermasalahkan harga dirinya.
Dia pun menghampiri dan menatap intens senyum itu.
"Kenapa mas senyum-senyum terus dari tadi? Mas nggak lagi selingkuh kan?"
"Selingkuh?" Kening Ramon mengerut.
"Iya selingkuh."
"Takut banget diselingkuhi, mentang-mentang dapatin aku hasil rebut suami sahabat sendiri."
"Mas!" bentak Olivia.
"Bercanda, gitu saja marah. Mas berangkat dulu."
Olivia tidak menjawab karena kesal, meski begitu Ramon tetap berangkat tanpa mengidahkan segala perasaan istrinya. Ia melajukan mobilnya menuju induk perusahaan. Semalam dia mendapatkan kabar bahwa CEO baru memanggilnya. Mungkin saja ada kabar baik yang akan menghampirinya. Lagi pula ada sedikit rasa rindu pada Diandra terlepas ia dibuat kesal saat di restoran semalam.
Ramon tiba di perusahaan sangat cepat, sayangnya kedatangannya tidak lagi menjadi antusias para karyawan, tidak ada yang menyapanya lagi seperti saat menjadi CEO. Ia benar-benar telah dibuang dan melukai harga dirinya.
"Masuk!"
Ramon mendorong pintu pelan usai mendapatkan perintah. Ia sedikit terpanah melihat betapa cantik dan berkelasnya Diandra duduk di kursi kebesaran yang semula menjadi miliknya.
Ia baru sadar ketika sebuah dokumen di lempar ke atas meja.
"Bisa jelaskan semua dokumen ini? Di sana ada tanda tanganmu saat menjabat sebagai CEO," ujar Diandra duduk sambil menyilang kaki.
"Pak Ramon!" tegur Diandra ketika Ramon hanya menatapnya tanpa ingin menyentuh dokumen penting yang ia berikan.
"Ah ya aku hanya terkejut melihat kamu sekarang Di. Kamu tampak ...."
"Saya paling nggak suka jika ada karyawan saya berusaha menjilat. Periksa saja dokumennya!" tegas Diandra.
Ramon pun dengan sigap memeriksa dokumen itu, tetapi hanya memastikan tanda tangan dan dokumennya berisi tentang apa.
"Benar ini tanda tanganku, aku menyetujuinya sebab ada perubahan desain dari arsitek dan beberapa bahan bagunan membutuhkan dana lebih."
"Dua kali lipat dari anggaran awal?" Diandra menatap Ramon penuh selidik.
"Dua kali lipat?" Ramon mengerutkan keningnya dan memeriksa dokumen itu kembali.
"Apa mungkin uang itu untuk selingkuhanmu?"
"Diandra?"
"Yang sopan jika bicara dengan atasan!" balas Diandra.
"Aku memang menandatanganinya tetapi aku nggak mengambil sepeserpun uang proyek. Aku berani bersumpah."
"Lalu saya harus mempercayaimu?"
"Diandra nggak perlu berusaha keras terlihat baik-baik saja di depan Mas. Katakan apa yang harus mas lakukan agar kamu memaafkan kesalahan mas? Bahkan detik ini aku rela menceraikan Olivia demi kamu." Ramon berusaha menyentuh tangan Diandra tetapi wanita itu menghindar.
"Nggak perlu, aku nggak suka barang bakas apalagi bekas sahabatku sendiri. Keluar dari ruangan saya dan segera buat surat pengunduran diri sebelum pihak HRD mengeluarkan surat pemecatan kamu."
***
"Ayah, kenapa ibu nggak pelnah menemui Bian lagi?" tanya Abian yang duduk di jok depan menikmati es krim.
Sudah terhitung tiga hari Abian tidak mendapatkan kabar dari ibu guru dan ia sangat merindukannya.
"Ibu guru sibuk."
"Tapi kata ibu kalau Bian mau ketemu bisa langsung telepon." Abian menunduk.
"Bian mau es krim lagi?" tanya Gerald mengalihkan pertanyaan putranya.
Bukan hanya Abian yang rindu, ia pun merasakan hal yang sama. Senyuman Diandra sering kali terlintas di ingatannya sehingga ia bisa tiba-tiba tersenyum saat termenung di kantor.
"Mau ibu gulu baik." Melengos tidak ingin menatap ayahnya. "Ayah jahat buat Bian sendili. Apa ayah buat ibu gulu nangis kayak Buna?"
Gerald terkesiap mendengar pertanyaan putranya. Jadi Abian melihat Grace menangis di ruangannya?
"Buna nggak pelnah kelumah lagi, om Ansen juga." Kali ini air mata Abian menetes membasahi pipi cubinya.
Sebagai anak aktif bermain ia merasa kesepian di rumah, apalagi Buna, ibu guru dan omnya selama tiga hari ini tidak ada yang berkunjung. Ayahnya pun kadang pulang larut dan akan bertemu saat pulang sekolah saja, itupun hanya beberapa menit.
"Baiklah kita bertemu Buna."
"Ibu juga."
"Iya."
***
"Kamu serius nggak mau pulang kerumah? Kalau pak Gerald nyariin bagaimana?"
"Nggak akan. Kalau kak Jovin peduli dia nggak mungkin menyuruh aku putus sama Hansen."
"Ya mungkin karena pak Gerald punya alasan kenapa nggak merestui kalian."
"Tau ah sejak tadi kamu belain kak Jovin aja. Aku ini sabahat kamu atau bukan sih?" Omel Grace dengan bibir manyunnya.
"Memangnya kenapa kalau pacar aku asisten pribadinya? Harusnya suka soalnya sudah tahu bagaiamana watak Hansen."
"Justru karena itu, mungki saja ada sifat Hansen yang nggak pak Gerald sukai makanya ...."
"Lama-lama aku jambak mau?" Grace bangkit dari tidurnya dan menatap Diandra kesal.
"Aku banyak pekerjaan kamu nangis saja sendiri." Diandra menjauh dari Grace sambil membawa laptopnya.
"Jangan pergi, peluk aku dong. Bilang kalau kak Jovin itu salah. Kak Jovin jahat," cegah Grace.
Diandra tersenyum, langsung memeluk sahabat kecilnya. Mereka sama-sama ditinggalkan orang tua, hanya saja Grace masih beruntung ada Gerald yang menjaganya berbeda dengan dia.
"Iya pak Gerald jahat, dia iri sama hubungan kamu dengan Hansen makanya nggak merestui kalian. Nggak usah dengarkan larangannya, tetap pacaran diam-diam sampai pak Gerald juga bucin. Nanti kalau bucin bisa paham kok bagaimana perasaan kamu."
"Nah kan gitu enak dengarnya."
Lagi dan lagi Diandra menanggapi kesedihan sahabatnya dengan tawa.
"Grace."
"Hm."
"Aku nggak mau ngikutin saran kamu untuk balas dendam. Aku mau melihat kedepan bukan ke belakang."
"Ih tapi kamu harus balas Olivia, Diandra. Buat dia merasa dikhianati seperti yang kamu rasakan."
"Nggak, kalau seperti itu aku sama saja dengan dia. Aku mau fokus sama perusahaan dan perceraian saja, setelah itu nggak mau berurusan dengan mereka lagi." Diandra mengelengkan kepalanya.
Awalnya Grace meminta Diandra balas dendam dengan cara mendekati Ramon kembali demi membuat Olivia marah dan cemburu. Awalnya Diandra setuju tetapi entah kenapa tiba-tiba menyerah.
"Baiklah terserah padamu saja, tapi jangan memberikan maaf pada orang-orang yang menyakitimu."
"Terimakasih Grace karena datang di waktu yang tepat dan menemani aku saat terpuruk.
"Sama-sama, tapi tolong banget setelah perceraian kalian, buat kak Jovin bucin biar aku dan Hansen bisa bersatu."
"Kenapa aku?"
"Ya karena kak Jovin maunya kamu."
"Bohong banget, pak Gerald tuh benci banget sama aku. Makanya pas aku nyatain cinta yang kesepuluh kalinya pak Gerald memilih sekolah di luar negeri. Ini saja kalau dia tahu kalau aku anak itu pasti dia akan menjauh."
"Mau coba?"
"Jangan sekarang, aku masih butuh dia untuk menyelesaikan kasus perceraian juga harta goni-gini. Dari yang aku lihat di berita kakak kamu nggak pernah kalah dalam persidangan."
"Semua orang mengatakan kak Jovin sempurna, padahal dia punya kekurangan. Merasa nggak puas sama dirinya sendiri dan selalu ingin terlihat sempurna."
"Maksud kamu?"
"Dia sangat amat mencintai kak Alice, tapi kak Alice selingkuh dan saat dipergoki selingkuh bukannya meminta maaf kak Alice malah meminta cerai. Kak Alice juga nggak pernah jelaskan kenapa mau cerai dan apa kesalahan kak Gerald sampai memilih pria lain."
"Intinya sampai sekarang kak Gerald penasaran apa kekurangannya apa kesalahannya. Dia takut membuka hati karena nggak mau kekurangan yang nggak dia ketahui itu menjadi penyebab sakit hatinya dikemudian hari."
.
.
.
.
.
Masih betah nggak?
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣