Warning!
Bagi yang berjantung lemah, tidak disarankan membaca buku penuh aksi laga dan baku tembak ini.
Sejak balapan berdarah itu, dunia mulai mengenal Aylin. Bukan sekadar pembalap jalanan berbakat, tapi sebagai keturunan intel legendaris yg pernah ditakuti di dunia terang & gelap. Lelaki yg menghilang membawa rahasia besar—formula dan bukti kejahatan yg diinginkan dua dunia sekaligus. Dan kini, hanya Aylin yg bisa membuka aksesnya.
Saat identitas Aylin terkuak, hidupnya berubah. Ia jadi target. Diburu oleh mereka yg ingin menguasai atau melenyapkannya. Dan di tengah badai itu, ia hanya bisa bergantung pada satu orang—suaminya, Akay.
Namun, bagaimana jika masa lalu keluarga Akay ternyata berperan dalam hilangnya kakek Aylin? Mampukah cinta mereka bertahan saat masa lalu kelam mulai menyeret mereka ke dlm lintasan berbahaya yg sama?
Aksi penuh adrenalin, intrik dunia bawah, dan cinta yg diuji.
Bersiaplah menembus "LINTASAN KEDUA"—tempat di mana cinta & bahaya berjalan beriringan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Mengungkap Kebenaran
MARKAS SEMENTARA BALTHAZAR -- ISTAMBUL
Petir menyambar di luar, tapi ruangan itu tetap sunyi. Lampu gantung kuno menyala redup di atas meja panjang. Di ujungnya, Balthazar duduk tenang, jari-jarinya menyentuh permukaan tongkat perak berukir. Di sekelilingnya, peta dunia, segel kuno, dan artefak sejarah berdiri seperti saksi ambisinya yang belum mati.
Di sampingnya, berdiri seorang pria tua berkemeja gelap dengan tongkat kepala naga. Sorot matanya dingin, penuh kalkulasi. Ia adalah penasehat setia Balthazar, otak di balik banyak operasi senyap mereka.
"Formula itu sudah di tangan gadis itu." Suara Balthazar berat dan lambat. Tangannya meremas peta digital yang menampilkan reruntuhan perpustakaan kuno. "Kita kehilangan jejaknya setelah pengepungan kota. Bagaimana bisa dia lolos?"
Salah satu anak buahnya, berpakaian hitam dengan bekas luka di pipi, maju satu langkah. "Kami menduga bantuan datang dari kelompok Kazehaya. Mereka memotong jalur keluar dan menonaktifkan tim sniper kita. Koordinasi mereka terlalu... bersih."
Balthazar mengerutkan kening. "Kazehaya? Dia seharusnya mati bersama idealismenya."
Penasehatnya berbicara pelan, "Masih ada kemungkinan formula itu memakai pengamanan biometrik. Bisa jadi bukan hanya karena keberuntungan gadis itu berhasil mengambilnya."
Balthazar menyipitkan mata. "Kau pikir hanya dia yang bisa mengaksesnya?"
Pria bertongkat terdiam sejenak. "Atau seseorang yang menyertainya. Tapi kemungkinan besar, dia adalah kuncinya."
Balthazar mendengus, mencondongkan tubuhnya ke depan. "Kalau begitu, kita bawa kembali gadis itu. Sekarang. Pakai semua koneksi. Tak peduli di mana dia sembunyi."
Dia berdiri, suaranya menggema. "Selama formula itu belum aktif, kita masih menang. Tapi satu langkah lagi—dan dunia akan mendengarnya duluan dari kita."
LOKASI RAHASIA – PUSAT PENGAWASAN BAWAH TANAH -- UKRAINA
Peta digital tiga dimensi menari di tengah ruangan gelap. Tiga titik merah menyala samar di permukaan bumi yang tampak dalam bayangan—tiga lokasi tersembunyi, terlindungi oleh sistem keamanan paling kuno dan paling canggih dalam sejarah eksperimen manusia.
Seorang pria duduk di kursi berlapis logam, wajahnya tertutup topeng hitam matte tanpa ekspresi. Suaranya dingin dan mantap saat memecah keheningan.
“Formula itu tidak utuh. Ini hanya satu bagian.”
Ia berdiri, berjalan mendekati proyeksi peta. Cahaya merah memantul di topengnya, membuat sosoknya tampak seperti bayangan yang diberi nyawa.
“Tiga lokasi. Tiga akses berbeda. Tapi hanya satu orang yang berhasil menembusnya.”
Seorang operator di balik layar mengangguk.
“Data dari arsip tua yang ditemukan di reruntuhan Hangar-9. Semuanya mengarah ke sistem biometrik tertanam. Tidak bisa diretas.”
Topeng itu menoleh sedikit.
“Aylin.”
Ia menyebut nama itu bukan dengan emosi, tapi seperti menyebut variabel penting dalam kalkulasi perang.
“Anak dari masa lalu. Gadis dari garis yang mengerti rahasia Wardhana.”
Operator diam. Bahkan udara seperti menahan napas.
“Jangan ganggu dia dulu,” lanjut si Pria Bertopeng. “Biarkan Black Nova dan Balthazar saling menggigit tengkuk. Biarkan mereka melemahkan satu sama lain.”
Ia menoleh ke layar lain yang menunjukkan dua siaran langsung: satu dari markas Black Nova, satu lagi dari ruang rapat Balthazar.
“Lacak pergerakan Aylin. Jangan terlihat. Tapi kalau dia sampai mendekati lokasi kedua... kirim sinyal.”
“Sinyal untuk siapa, Tuan?”
Suara di balik topeng terdengar pelan tapi mengandung bahaya. “Untuk tim pembuka pintu neraka.”
***
Di Sebuah Lokasi yang Tak Tercatat di Peta
Mobil berhenti di depan sebuah bangunan tua yang nyaris ditelan waktu—ruko kusam dengan papan nama toko elektronik yang tergantung miring, setengah patah. Catnya mengelupas, jendelanya buram oleh debu. Namun di balik ketidakpedulian fasad itu, terbuka sebuah lorong menuju bawah tanah—bunker tersembunyi yang tak terjamah selama puluhan tahun.
Di dalamnya, udara dingin dan sunyi menyambut. Kanzaki membantu menopang wanita bertopi rajut yang masih menahan rasa sakit, menggertakkan gigi setiap kali langkahnya terantuk puing.
“Kita aman untuk sekarang,” kata Akay, nada suaranya berat oleh kelelahan. “Tapi mereka tak akan menyerah. Mereka tahu kita membawa potongan pertama.”
Saat semua mulai beristirahat di dalam bunker, Aylin sibuk membersihkan dan membalut luka di bahu kanan Akay. Tangannya cekatan, matanya penuh konsentrasi—namun ada sesuatu yang mengusik pikirannya.
Begitu pekerjaannya selesai, ia berdiri perlahan dan menatap orang-orang di dalam ruangan. Pandangannya bergerak dari wajah ke wajah, sebelum akhirnya berhenti pada tiga sosok—Kazehaya, Kanzaki, dan wanita bertopi rajut.
Sudah terlalu lama ia menahan pertanyaan yang menggumpal di dadanya.
"Aku ingin bertanya satu hal," ucapnya, suara Aylin terdengar mantap namun tak kehilangan nada curiga.
Kazehaya menoleh sedikit. Kanzaki tak berkata apa-apa, hanya melirik singkat. Wanita bertopi rajut tersenyum samar, seperti sudah menduga pertanyaan itu akan datang.
Aylin menarik napas panjang. “Kalian... apa kalian ada hubungannya dengan kakekku?”
Sejenak, keheningan menggantung berat di udara. Hanya suara mesin ventilasi yang terdengar di kejauhan.
Akay ikut menatap mereka, ekspresinya membeku. Pertanyaan yang sama ternyata juga mengusiknya sejak tadi.
Aylin melanjutkan, suaranya sedikit lebih pelan, tapi tidak goyah.
“Kalian tahu jalan masuk ke tempat itu. Kalian muncul di saat yang tepat. Tapi biarawan itu... dia tidak terkejut. Seolah... sudah biasa melihat kalian di sana. Kalian melindungi kami, dan cara kalian bergerak—maaf, tapi kalian bukan orang biasa. Kalian bukan pemain baru dalam semua ini.”
Tatapannya tak goyah, menunggu jawaban.
Kazehaya memandangi Aylin lama, lalu menoleh pada wanita bertopi rajut. Tatapan mereka bertaut sebentar, seolah berbicara dalam diam. Wanita itu mengangguk perlahan, cukup untuk memberi restu tanpa suara.
Kazehaya menghela napas pendek. Ia kembali menatap Aylin, dan ketika ia berbicara, suaranya rendah—hampir seperti gumaman, namun sarat makna.
“Kau benar, Aylin. Kami bukan orang baru. Kami bagian dari sesuatu yang lebih besar… sesuatu yang dimulai jauh sebelum kita semua dilahirkan.”
Aylin melangkah maju, menatap satu per satu orang yang ada di ruangan itu. Pandangannya tertuju pada Kazehaya, lalu bergeser pada wanita bertopi rajut. Napasnya masih sedikit tersengal, tapi sorot matanya penuh tuntutan.
"Aku hanya ingin tahu satu hal," katanya pelan. "Apa hubungan kalian dengan kakekku dan formula ini? Kalian sepertinya tahu banyak. Kalian bisa masuk ke ruang suci tanpa ragu, dan biarawan itu... terlihat seperti sudah mengenal kalian."
Kazehaya diam sejenak, lalu menunduk tipis sebelum mengangkat wajahnya kembali.
“Codex Viridissima,” ucapnya perlahan. “Catatan dunia yang tak pernah ditulis. Di abad ke-20, dunia menyaksikan perlombaan senjata bukan hanya di darat dan langit, tapi juga... di dalam tubuh manusia.”
Wanita bertopi rajut melanjutkan, suaranya datar namun berat. “Di balik proyek-proyek medis dan imunologi, tersembunyi satu penelitian terlarang: Codex Viridissima. Kitab hijau dari Timur. Tanaman yang jadi inti dari penelitian ini hanya tumbuh di iklim ekstrem yang terjaga oleh pola cuaca purba. Tanaman itu dipercaya bisa memperkuat sistem imun secara drastis.”
“Tapi hasil riset terakhir menunjukkan kemungkinan yang jauh lebih gelap,” sambung Kazehaya. “Formula biologis dari tanaman itu bisa melumpuhkan sistem imun manusia hanya lewat air atau udara. Senyawa protein aktifnya nyaris tak terdeteksi. Itulah mengapa ini bisa jadi senjata biologis paling mematikan yang pernah ada.”
Wanita bertopi rajut menatap Aylin dalam-dalam. “Kakekmu, Wardhana, adalah ilmuwan dan agen intelijen yang merekam semua kebenaran. Ia mundur dari proyek setelah tahu ke mana arah semuanya menuju. Ia menyegel formula itu dalam bentuk kode genetika, lalu menyembunyikannya di dalam liontin... dan sebuah pesan untuk masa depan.”
Kazehaya menambahkan dengan suara pelan, “Biarawan di perpustakaan itu bukan sekadar penjaga kitab. Ia bagian dari Ordo Salju Biru—cabang terakhir dari Penjaga Warisan Tertutup. Mereka sudah ratusan tahun menjaga pengetahuan ini. Bagi mereka, tanaman itu adalah berkah surgawi, hanya boleh digunakan untuk penyembuhan... bukan senjata.”
Kazehaya menghela napas pendek. “Tapi kepercayaan mereka pernah dikhianati... bukan oleh biarawan, tapi oleh seseorang dari luar. Seorang ilmuwan yang dulunya bersahabat dekat dengan ordo.”
Ia menatap Aylin sejenak. “Seseorang yang dipercaya... tapi akhirnya mengambil keputusan sendiri. Demi keyakinannya.”
Diam sejenak menggantung. Hanya suara mesin tua di sudut ruangan yang berdengung pelan.
“Ia memberi informasi pada CEO muda itu.”
Matanya menatap lurus, tapi suaranya merendah. “Dan ironisnya, kita semua pernah bertemu dia… tanpa menyadarinya.”
“...Ia percaya dunia harus ‘dibersihkan’ terlebih dahulu sebelum diberi harapan baru. Fanatisme dalam bentuk lain.”
Wanita bertopi rajut menatap ke luar jendela, suaranya merendah.
“Dan pria itu..."
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Jangan sampai orang lain yang menemukannya agar tidak disalah gunakan menurut kemauan.
Kakek Wardana benar-benar menjaga warisan formula dengan rapi , rahasia, dan hanya keturunan sedarah dengannya yang bisa menemukan sekaligus menjaga jangan sampai jatuh ke tangan orang-orang yang bertujuan merusak tatanan kehidupan.
Dengan komando dari Kazehaya semua masing-masing melaksanakan apa yang mesti mereka kerjakan - s e r e m p a k penuh tanggung jawab.
Tim tidak boleh sembarangan menyentuh dinding bisa berakibat fatal.
Pasukan Black Nova dengan Tereza dan pasukan Balthazar dengan pria bertato tribal sudah menuju jalur yang Aylin dan Tim lalui. Semoga ada mahkluk yang bangkit lagi untuk mengacaukan dua musuh tersebut biar kocar kacir /Facepalm/
Semoga segera ditemukan formula tersebut secara yang berhak sudah ditempat yaitu Aylin.
tamat 1 musuh Aylin