NovelToon NovelToon
When The Game Cross The World

When The Game Cross The World

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kebangkitan pecundang / Action / Harem / Mengubah Takdir
Popularitas:454
Nilai: 5
Nama Author: Girenda Dafa Putra

Dunia pernah mengenalnya sebagai Theo Vkytor—penulis jenius di balik Last Prayer, karya horor yang menembus batas antara keimanan dan kegilaan. Tapi sejak kemunculan Flo Viva Mythology, game yang terinspirasi dari warisan kelam ciptaannya, batas antara fiksi dan kenyataan mulai runtuh satu per satu. Langit kehilangan warna. Kota-kota membusuk dalam piksel. Dan huruf-huruf dari naskah Theo menari bebas, menyusun ulang dunia tanpa izin penciptanya.

Di ambang kehancuran digital itu, Theo berdiri di garis tak kasat mata antara manusia dan karakter, penulis dan ciptaan. Ia menyaksikan bagaimana realitas menulis ulang dirinya—menghapus napasnya, mengganti jantungnya dengan denyut kode yang hidup. Dunia game bukan lagi hiburan; ia telah menjadi kelanjutan dari doa yang tidak pernah berhenti.

Kini, ketika Flo Viva Mythology menelan dunia manusia, hanya satu pertanyaan yang tersisa.

Apakah Theo masih menulis kisahnya sendiri… ataukah ia hanya karakter di bab yang belum selesai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girenda Dafa Putra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Last Prayer, Final Draft

...Chapter 27...

Kepiawaian Theo sebagai penulis menuntunnya untuk tetap waspada, mengatur napas, dan bersiap untuk langkah berikutnya, selagi tombak, pedang, dan segala bentuk energi yang belum ia prediksi mengintai di sekitar.

'Lihat ini, Cru.

Kendati telah mencaplok hampir seluruh realitas yang kumiliki, kau tetaplah tak berdaya untuk membatasi seorang penulis.

Mustahil kau dapat menghentikan.

Aku yang menulis pertarungan ini, mengatur luka dan darah, dan menetapkan siapa yang jatuh dan bangkit.

Hadir sebagai manifestasi atau wujud asli tidaklah cukup untuk melawan pena nan telah menyatu dengan daging dan tulang.

Bukan soal kekuatan atau hukum, tapi soal narasi.

Mengenai logika pedang yang hanya dimiliki penulis nan memahami rasa sakit, takut, dan marah secara bersamaan.'

Dooooofh!!

Debu dan serpihan beterbangan di udara, memantulkan cahaya tanpa bisa dijelaskan.

Suasana melipat waktu menjadi satu momen tiada bisa diulang, memampatkan jarak antara yang nyata dan yang hanya berupa bayangan.

Theo Vkytor berdiri di tengah pusaran, tubuhnya terasa berat sekaligus ringan, seakan gravitasi dunia ini menyesuaikan diri dengan kehendaknya.

Setiap detik nan berlalu tampak menumpuk menjadi gelombang, bergelora di sekitar medan pertempuran yang tak sepenuhnya nyata, namun juga tidak sepenuhnya fiktif.

Ia memandang ke depan, tidak melihat sosok Cru secara pasti, namun bisa merasakan tekanan kehadiran nan menguji batas ketahanan fisik dan mental.

Suasana mencekam menyelimuti setiap napas, dan di sanubarinya, ada keyakinan tak tergoyahkan bahwa ia berada tepat di pusat pusaran, lokasi nan akan menentukan arah cerita sebelum bahkan ia memahami siapa yang menjadi tokoh utama sesungguhnya.

Ledakan tersebut meledak dari inti pertarungan, membelah ruang dengan cahaya hijau yang panasnya bukan sekadar fisik, tetapi juga terasa menembus hingga ke ingatan dan rasa takut terdalam manusia.

Debu tebal menutupi pandangan, menyamarkan bentuk-bentuk yang sebenarnya ada namun tampak bagai bayangan kabur di permukaan realitas.

'Bukan kecelakaan atau kebetulan, ini adalah ulah Sa-mu—joker card nan tersimpan untuk mengacaukan segalanya?

Terjang angin, hujan percikan, hingga badai reruntuhan nan berkuasa menghancurkan Maharaja Aleph 1 dari takhtanya.

Semata dirancang sedemikian rupa untuk memaksaku mundur, kah?

Tccckk!'

Angin panas berputar liar, memotong garis pandang bagai pisau yang terbang dalam kegelapan.

Cru tidak hadir sebagai sosok yang mudah ditebak, namun sebagai bayangan licik man menata medan pertempuran sesuai rencana tersembunyinya.

Ia memegang Sa seperti kartu andalan, sebuah ancaman nan diselubungi tipu daya halus, sementara ledakan di area yang ingin dikuasai Theo sengaja diarahkan untuk memaksa mundur.

Setiap gelombang energi nan dikeluarkan Cru terasa menantang logika fisik dan strategi, dan Theo yang memahami medan pertarungan dari pengalaman menulis adegan brutal tidak bisa langsung menyerang tanpa risiko.

Ia harus mengatur langkah, memilih celah, menimbang setiap arah di mana kehancuran bisa menjalar lebih cepat daripada refleksnya sendiri—karena setiap gerakan Cru memiliki maksud terselubung yang hanya akan mempersempit ruang manuver jika diabaikan.

Seperti aleph-satu yang melampaui segala keterhitungan, labirin itu terhampar—anak sungai ruang dan waktu yang tak pernah kering, di mana setiap langkah adalah pertemuan dengan ketakterbatasan.

'Anda mengira lengan tunggalku ini bisa menghentikan?

Keliru besar. Inilah momen kutunjukkan potensi terpendam.

Teknik Totalitas.

Seluruh ilmu pedang Eshura Birtash, seluruh kecerdikan liar Theo Vkytor—akan kutumpahkan sekaligus dalam satu serangan tak kenal ampun.'

Husssssh!

'Setiap gerak, setiap tebasan, setiap niat yang kutanam dalam pedang ini, adalah perpaduan latihan, pengalaman, dan ... tulisan nan membentuk dunia.

Tak boleh luput sedikitpun.

Satu kesalahan kecil saja, Parameterku akan mencapai titik ekstrem dan mendorong ke ambang kematian.

Tapi kutunggu saat ini lama, menyimpan Inti Lu untuk pecahkan sepenuhnya.

Kini, saatnya semua kulepaskan—mempertontonkan keahlian sedari sang perintis ilmu pedang keluarga Erusha Birtash.'

Ussssshh!

'Keterampilan Eshura dengan senjata api mungkin buruk, tetapi pedang ini merupakan perpanjangan langsung dari pena dan jiwa kreatif seorang penulis.

Setiap tebasan bukan sekadar gerak fisik, melainkan logika, narasi, dan intensitas nan mampu mengoyak realita.'

Fuuuuuaaa!

'Anda mungkin manifestasi, secara sepihak menguasai Sa dan semua algoritma dunia.

Tapi percayalah, tidak ada hukum nan sanggup, berkuasa menghentikan penulis yang menguasai pedang bagai menulis bab pertarungan dalam Last Prayer.'

Setelah berhasil melangkah menjauh dari area ledakan, Theo merasakan dampak pahit dari ledakan itu sendiri.

Lengan kirinya hampir tak bisa difungsikan, terasa mati rasa dan berat saat digerakkan, seolah menolak perintah otaknya sendiri.

Angin pengusir yang diciptakan Cru tidak menghentikannya, namun setiap serpihan energi yang terpental dari ledakan menghantam bahu kiri, meninggalkan jejak sakit begitu tajam.

Meski demikian, Theo tetap berdiri, menahan rasa sakit, menyiapkan langkah berikutnya dengan ketenangan nan hanya dimiliki oleh seorang penulis yang terbiasa menata ketegangan dalam karyanya.

Lengan kanan yang masih bisa digerakkan menjadi satu-satunya alat untuk mengungkapkan potensi terbesar, persiapan untuk menghadirkan teknik yang bahkan Eshura Birtash sendiri tidak pernah dikenalinya, sebuah jurus yang lahir dari akal liar Theo Vkytor dan seluruh pengalaman menulis adegan menegangkan di Last Prayer.

Teknik itu bernama Teknik Totalitas, sebuah manifestasi dari seluruh kemampuan berpedang yang dimiliki Theo—baik yang diketahui oleh identitas Eshura Birtash maupun improvisasi kreatif Theo selaku penulis.

Setiap gerakan dan serangan lahir secara bersamaan, memaknai bahwa ruang di sekitar telah menyatu menjadi medan pertempuran begitu kompleks dan liar.

Energi yang terpancar dari Teknik Totalitas mengguncang kestabilan Inti Lu hingga batas ekstrem, dan sedikit kesalahan saja bisa mendorong Parameter Human Change ke ambang paling tinggi atau paling rendah, ancaman kematian yang menggantung seperti pedang tajam di atas kepala.

Namun Theo, yang sudah menahan tenaganya selama berbulan-bulan dan jarang mengaplikasikan Inti Lu secara penuh, melihat momen ini sebagai kesempatan sempurna untuk menunjukkan potensi sejati, mendorong tubuhnya melampaui batas normal demi kehebatan ilmu pedang Erusha Birtash.

Setiap serangan yang dilepaskan menandai perpaduan sempurna antara disiplin klasik dan kreativitas liar.

Dalam keluarganya, hampir semua anggota memilih jalan Human Change dengan kelas Rumh atau Mirhush, dan penggunaan pedang merupakan sesuatu yang nyaris asing.

Namun Theo Vkytor, dengan dasar brilian dari pengalamannya sebagai penulis dan pemikir strategi, memanipulasi senjata dengan keahlian yang melampaui ekspektasi normal.

Setiap ayunan, setiap gerakan pedang, bukan sekadar untuk menyerang Cru, tetapi juga untuk mengukir jejak eksistensi dan kreativitasnya, menegaskan identitas ganda sebagai penulis dan pejuang yang memanfaatkan setiap celah takdir.

'Setiap seni pedang yang diketahui Eshura Birtash, setiap gerakan yang terpatri dalam diriku, setiap kilatan inspirasi yang hanya dapat dilahirkan Theo Vkytor sebagai penulis, semuanya kini hadir menyatu di sini. Limas segi tujuh ini bukan semata formasi, melainkan sebuah dimensi yang menahan waktu dan ruang untuk memusatkan energi serangan.

Masing-masing teknik bergerak melampaui detik nol, melawan arus waktu biasa, menyelami kedalaman -1, -2, -3 dan terus menjauh ke masa tak terhingga sebelum semua teknik pedang meluncur maju, menolak logika dan menyusup ke setiap retakan sistem.

Cru!!'

'Lebih dari sekadar serangan.

Inilah manifestasi kesempurnaan seorang penulis yang memadukan disiplin, naluri, dan kekuatan cerita dalam satu tebasan paripurna.'

Saat Theo meniatkan diri memanggil Teknik Totalitas, udara di sekeliling seketika berubah.

Setiap teknik berpedang yang pernah dikenal Eshura Birtash atau yang diciptakan Theo Vkytor selaku penulis muncul tanpa urutan yang jelas, membentuk limas segi tujuh di sekitar tubuh.

Bersambung….

1
Asri Handaya
semangat berkarya ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!