Naolin Farah Adyawarman, gadis berusia delapan belas tahun yang baru menyelesaikan pendidikan SMA-nya.
Tidak ada yang istimewa dari hidup Naolin, bahkan dia hampir tidak pernah melihat dunia luar.
Karena Naolin adalah anak yang harus disembunyikan, dari khalayak luas. Sebab Naolin adalah anak har*m, sang Papi kandung dengan entah siapa Mami kandungnya.
Hal itu terjadi karena Naolin, diberikan secara sukarela oleh Mami kandungnya yang merupakam gund*k, dari Papinya.
Menurut cerita keluarga Papi, Mami kandungnya Naolin ingin hidup bebas dan belum siap memiliki anak.
Tapi entahlah itu benar atau tidak. Yang jelas, keputusan Maminya itu justru menjerumuskan Naolin ke lembah kesengsaraan!
Karena Naolin akhirnya hidup dengan Mama dan Kakak tiri yang jah*t. Sementara Papi kandungnya selalu berusaha untuk tutup mata, karena katanya merasa bersalah sempat menduakan sang istri sah.
Tapi saat Naolin telah menyelesaikan SMA-nya secara homeschooling, dia dibebaskan dari rumah yang iba
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss D.N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Tapi belum sempat Ibu Lilis menjawab, tiba-tiba datang seorang pria dewasa yang sangat tampan sekali. Aku juga mengetahui pria itu, Pak Akbar.
"Aduhh, dua perempuan cantik kesayangannya Mas Akbar. Kenapa makan siang nggak ngajak-ngajak? Padahal Mas Akbar punya banyak uang lho, untuk mentraktir Ibu dan Sabrina," ucap Pak Akbar.
Aku langsung merasa, kalau sepertinya Pak Akbar ini tidak tahu apapun tentang rahasia kelam di dalam keluarga besarnya.
Karena Pak Akbar tampak happy saja, dengan wajah polosnya. Dia juga tipe pria soft spoken, yang pastinya banyak digilai oleh perempuan.
Pantas Pak Akbar bisa mendapatkan Kak Sabrina, yang cantik, pintar dan mandiri.
"Kenapa Mas Akbar bisa tahu, kalau Ibu dan Kakak Sabrina sedang makan di sini?" tanya Ibu Lilis, dengan raut wajah tenang.
"Ya tahu dong Bu, kan tadi Ibu menjemput Sabrina ke kantor. Makanya Mas Akbar bingung, kenapa nggak diajak makan bersama. Memang ada pembicaraan apa?" tanya Mas Akbar.
Kak Sabrina tampak diam, dan sepertinya selera makannya sudah hilang. Karena semua makanan yang terhidang di depannya, hanya ditatap saja.
"Tadinya Ibu mau mengajak Kakak Sabrina untuk fitting baju kebaya, yang akan dia kenakan saat siraman. Tapi kata Kakak Sabrina tidak bisa, karena setelah makan siang dia ada jadwal kerja."
"Jadinya Ibu ajak makan siang saja, sambil melihat dekorasi saat prosesi siraman. Karena siraman Mas Akbar dan Kakak Sabrina, akan diadakan di rumah masing-masing. Tapi tetap Ibu yang akan memilih dekorasi, makanan dan hal lainnya," jawab Ibu Lilis.
"Owalah, kenapa nggak bilang sama Mas Akbar kalau mau fitting kebaya? Karena Mas Akbar bisa mengatur jadwal kerja Sabrina, kan ada beberapa pembaca berita bahasa Mandarin lain di stasiun berita kita."
"Bagaimana, Ibu mau menjadwalkan ulang nggak fittingnya? Kalau iya, biar Mas Akbar yang langsung meminta tolong pada pihak-pihak yang bekerja di bagian berita bahasa Mandarin," tanya Mas Akbar.
"Boleh, besok saja setelah istirahat makan siang. Biar Kakak Sabrina tidak usah kembali ke kantor ya, karena mau sekalian Ibu ajak perawatan ke salon. Bisa kan Mas Akbar?"
"Bisa Ibuku yang paling cantik," jawab Mas Akbar.
Akhirnya mereka mulai makan, walaupun Kak Sabrina terlihat lebih banyak diam.
Sepertinya dia sangat dongkol, karena pertanyaannya jadi tidak mendapatkan jawaban.
"Ibu mau kemana setelah ini?" tanya Mas Akbar.
"Mau belanja bahan makanan, karena Adira minta dibuatkan telur dadar kelapa. Entah darimana Adikmu tahu, tentang makanan masa kecilmu itu Mas."
"Karena tiba-tiba saja tadi saat sedang dalam perjalanan ke sekolah, malah minta dibuatkan makan malam telur dadar kelapa dengan pepes tahu kesukaannya," jawab Ibu Lilis.
"Ohhh, itu Mas Akbar yang cerita. Semalam kan Mas bacakan cerita dongeng princess, sebelum Adira bobok."
"Terus ada bagian, makanan kesukaan princess saat masih kec. Adira tanya, apa makanan kesukaan Mas Akbar waktu kecil?"
"Ya Mas jawab saja, telur dadar kelapa yang dibuat pedas. Lalu dimakannya dengan nasi panas dicampur kelapa parut dan garam. Lebih enak lagi, kalau sambil disuapin sama Mas Akbar."
"Aduh, Mas Akbar ini lho. Nanti Adikmu yang sudah bisa makan sendiri, jadi minta disuapin lagi. Kamu kan sudah mau menikah Mas, jangan terlalu dimanja Adiknya."
"Nanti kalian susah pisah rumah. Ibu nggak mau Kakak Sabrina jadi merasa tidak nyaman, kalau sampai harus menuruti semua permintaan Adira."
"Apalagi Mas Akbar kan tahu, kalau sudah ada pembicaraan kamu akan pindah rumah, maka Adira akan menangis. Jadi pelan-pelan dari sekarang, Mas Akbar jangan terlalu lengket lagi sama Adira. Bisa kan?".
" Susah Ibu, kan Adira dari baru lahir sama Mas Akbar. InsyaAllah, Sabrina bisa mengerti kok. Benar kan sayang?" tanya Mas Akbar.
Aku langsung merasa, kalau benar apa kata Kak Sabrina. Mas Akbar ini terlalu memanjakan Adik kecilnya, sampai terus-terusan memaksa Kak Sabrina untuk memahami dirinya.
"Nggak Mas, kalau kita sudah menikah harus tinggal di rumah sendiri! Karena aku mau langsung punya anak, jadi Adira yang harus diberi pengertian dari sekarang!" jawab Kak Sabrina tegas.
Mas Akbar tampak kaget, ditambah lagi Kak Sabrina langsung pergi begitu saja dengan wajah masam!
Sementara Ibu Lilis tampak tetap tenang, dan membayar semua makanan yang sebenarnya masih banyak di atas meja makan.
Aku jadi bergegas membayar juga, dan untungnya sudah selesai makan juga.
Setelah itu, aku mengikuti Ibu Lilis yang ternyata berbelanja bahan makanan di supermarket yang ada di mall ini.
Ibu Lilis mengambil troly belanjaan, jadi aku ikut juga. Lalu Ibu Lilis mulai berkeliling supermarket, sambil mengambil beberapa bahan makanan.
"Mbak cantik, kenapa terus-terusan mengikuti saya? Kamu diutus sama siapa?"
Aku langsung menoleh ke kanan dan ke kiri, karena maksud Ibu Lilis siapa?
"Kamu Mbak cantik, yang tadi ada di restoran Korea. Benar kan, kamu yang duduk di meja sebelah tadi?" tanya Ibu Lilis.
"Benar Ibu, saya memang tadi duduk di meja sebelah anda. Tapi saya memakai airpods, jadi tidak menguping."
"Saya baru mengikuti Ibu, saat akan pergi berbelanja. Karena saya sudah tidak punya orang tua lagi, makanya tidak tahu harus beli bahan masakan apa."
"Saya hanya ingin mengikuti Ibu, yang sepertinya pandai memasak. Maaf kalau membuat Ibu jadi risih, dan merasa diikuti," jawabku.
"Ya ampun, Mbak cantik kasihan sekali. Ayo sini ikut Ibu, biar saya kasih tahu bahan masakan yang bisa bikin makanan kita jadi enak," ajak Ibu Lilis.
Aku tersenyum, dan mengikuti Ibu Lilis yang mulai membantuku untuk belajar rempah-rempah Indonesia yang bisa membuat masakan rumahan jadi semakin sedap.
"Nah, ini kunyit. Bisa untuk membuat gulai, bumbu ungkep ayam, ikan, daging dan lainnya. Tapi bagus juga, kalau dibuat menjadi jamu kunyit asam."
"Karena bisa membuat kulit bagus, tubuh ramping, dan membantu menghilangkan bau badan. Mbak cantik cari saja cara membuatnya di internet, dan sesuaikan dengan selera Mbak cantik ya," ucap Ibu Lilis.
"Iya Ibu, terima kasih ya sudah mengajari saya banyak hal. Padahal kita baru pertama bertemu."
Entah kenapa, mendadak saja aku jadi melankolis. Apa karena pembawaan Ibu Lilis yang memang lemah lembut, jadi seolah bisa mengayomi diriku yang haus kasih sayang seorang Ibu.
"Lho, Mbak cantik kenapa jadi menangis? Ibu minta maaf ya, kalau ada salah bicara," ucap Ibu Lilis.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala, karena air mataku terus mengalir tanpa bisa aku hentikan.
Akhirnya Ibu Lilis mengajakku ke sudut, dan memberikan dua lembar tissue.
"Nggak apa Mbak Cantik, keluarkan saja semua rasa sakitmu. Karena dunia tanpa orang tua, memang sangat menyakitkan. Ibu paham sekali nak," ucap Ibu Lilis, sambil menepuk-nepuk pundakku pelan.
Aku mengangguk, tapi mendadak saja handphoneku berdering dengan nyaring. Saat aku lihat, ternyata ...