Dinding penghalang bukan lagi antara kasta dan takhta, akan tetapi antara sujud dan Atheis.
Min Yoon-gi Diandre, artis ternama yang tidak percaya akan Tuhan tiba-tiba jatuh cinta kepada salah satu gadis muslimah. Gadis yang mampu membuatnya jatuh cinta saat pertama kali bertemu. Di saat semua wanita tergila-gila dan lberhalusinasi menjadi pasangannya, gadis itu malah tidak meliriknya sama sekali.
Mampukah Yoon-gi meluluhkan hati gadis itu? Di saat dinding penghalang yang begitu tinggi telah menjadi jarak di antara mereka.
"Aku tidak ingin kamu mengganut agamaku karena diriku. Tapi jika kau ingin menjadi salah satu dari umat nabiku, maka tetapkanlah hatimu kepadanya, bukan kepadaku." Cheesy Ajhiwinata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elprida Wati Tarigan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 33
Diandre mengepalkan tangannya geram. Dia menatap layar ponselnya dengan tatapan penuh amarah, sorot matanya begitu tajam, di ikuti dengan geraham yang berubah jadi tegas.
Dia mencoba menghubungi nomor yang tertera di ponsel itu, akan tetapi terus gagal. Baru saja dia mendapatkan kiriman vidio itu. Namun, nomor pengirimannya langsung tidak aktif lagi.
Dia membuang napasnya kasar, lalu berpikir dengan jernih. Setelah sekian lama, kenapa baru sekarang kebenaran tentang kematian istrinya muncul satu persatu. Di saat dia telah memulai hidup baru, dan melupakan semuanya.
"Yoon-gi! Apa tujuanmu datang kemari?" Batin Diandre menyandarkan tubuhnya sambil membuang napas kasar.
Diandre menatap langit-langit ruangannya dengan tatapan kosong. Bayangan kenangan di masa lalu kembali memutar di pikirannya. Dimana dia memiliki keluarga kecil yang begitu sempurna. Istri yang cantik dan juga bertutur kata lembut, putra kecil yang begitu ceria dan di penuhi kebahagiaan.
Namun, kebahagian dan sempurnanya keluarga kecil itu tiba-tiba hilang karena dirinya, karena keegoisan, ketidak puasan, dan juga penghianatan yang dia lakukan, lalu diakhiri dengan kematian sang istri dan juga kepergian putra kandungnya sendiri.
Kini, dia merasa jika dia hanya sendiri. Sosok istrinya yang begitu sempurna tidak dia temukan pada istrinya yang sekarang. Kebahagiaan yang selalu menyelimuti keluarganya dulu, sama sekali tidak ada di keluarganya saat ini. Menyesal, tentu dia menyesal. Namun, semuanya telah terjadi, tidak akan pernah bisa di ulang lagi.
"Yoon-gi! Maafkan daddy." Akhirnya kata-kata itu muncul di bibirnya.
Dia mengusap wajahnya kasar, hingga butiran-butiran kecil itu lolos dari kelompok matanya. Raut wajahnya di penuhi dengan penyesalan.
Andai saja dulu dia tidak mudah percaya dengan ucapan Tania, andai dulu dia langsung mencari kebenaran, tanpa hanya mendengar sebelah pihak. Mungkin semuanya tidak akan terjadi. Namun, itu hanyalah kata Andai. Tidak akan bisa di ulang, tetapi hanya bisa diratapi.
Dia mencoba untuk mengotak-atik ponselnya kembali, lalu menghubungi nomor kontak salah satu orang yang ada di sana. Tanpa menunggu lama, suara pria yang begitu familiar langsung terdengar dari ujung sana.
"Hallo! Ada apa kamu menghubungiku?"
"Ray! Bisa kita bicara sebentar. Aku mohon!" Suara Diandre terdengar begitu pelan. Namun, dia berharap agar tidak ada penolakan sama sekali.
"Aku sedang sibuk!" Ucapan singkat dari sebrang membuat Diandre merasa sangat gagal.
Dia telah gagal mempertahankan kepercayaan orang lain. Dia telah gagal mempergunakan kepercayaan orang lain, sehingga di saat dia berada di keterpurukan seperti sekarang, tidak ada yang perduli lagi.
"Aku mohon. Ini soal Yoon-gi dan Mommynya," Ucap Diandre penuh permohonan.
Mendengar nama Yoon-gi, hati orang itu langsung terketuk. Dia membuang napasnya pelan, lalu mencoba untuk memaafkan Diandre. Walaupun sebenarnya itu sangat sulit.
"Baiklah! Temui aku di cafe X dua jam lagi."
Diandre langsung membuang napas lega. Dia mencoba untuk tersenyum, walaupun sebenarnya sulit. "Baik! Terima kasih. Maaf! Aku minta maaf karena telah mengecewakan kalian."
"Minta maaflah kepada Yoon-gi, bukan kepada kami."
Diandre hanya bisa terdiam, lalu menatap layar ponselnya. Pria itu telah memutuskan teleponnya secara sepihak. Walaupun itu mengecewakan, tetapi itu adalah konsekuensi dari perbuatannya sendiri. Dia berani berbuat, jadi dia juga harus menerima konsekuensinya sendiri.
*****
Tania berjalan mondar-mandir sambil mengigit ujung kukunya. Pikirannya kacau, ucapan Yoon-gi yang begitu pelan, tapi menyimpan makna yang mendalam terus tergiang di ingatannya.
Bik Inah yang melihat tingkah majikannya itu hanya bisa diam sambil memperhatikan. Dia mencoba untuk menyibukkan diri di dekat Tania, dengan harapan dia bisa menemukan sedikit petunjuk.
Walaupun selama ini dia bekerja di rumah itu, dia sama sekali tidak menemukan hal yang aneh pada nyonya barunya itu. Walaupun dulu, setelah pernikahan mereka yang dilakukan secara mendadak.
Melihat kedatangan Yoon-gi, setelah sekian tahun menghilang, menimbulkan rasa curiga di hati Bik Inah jika kematian Mommy Yoon-gi ada hubungannya dengan Tania.
"Maafkan bibik, Den. Maaf karena selama ini bibik terlalu percaya dengan ucapan wanita ini."
Hati kecil Bik Inah langsung menangis mengingat semua kejadian yang menimpa Yoon-gi di rumah ini. Dia memang selalu berada di sisi Yoon-gi saat pria itu mendapatkan siksaan dari ibu tiri dan juga daddy-nya.
Bahkan setelah di pukuli dan mendapatkan luka yang cukup parah, Bik Inah_lah yang mengobati luka Yoon-gi. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa memberikan kasih sayang, tanpa bisa membela.
"Yoga! Darimana saja kamu? Mama sudah menelponmu berulang kali. Tapi kenapa kamu tidak mengangkatnya?" Tanya Tania dengan nada panik menghampiri putranya yang baru tiba.
"Aku lagi di kantor, Ma. Maklum, CEO baru, jadi punya banyak pekerjaan." Yoga dengan santainya melewati sang mama.
Dia menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu meletakkan kakinya di meja. Dia duduk santai layaknya seorang penguasa yang memiliki segalanya. Melihat Bik Inah yang hanya diam memperhatikan, Yoga langsung tersenyum tipis seperti merendahkan.
"Bik!" Yoga memberi kode dengan melirik sepatu mahalnya.
Melihat kode itu, Bik Inah langsung sigap. Dia membuka sepatu Yoga lalu menyimpannya di rak sepatu. Dia juga dengan cepat menyiapkan minuman untuk tuan mudanya itu.
Melihat itu, Tania hanya bisa membuang napasnya kasar. Dia duduk di samping Yoga, lalu menatap foto keluarga Yoon-gi yang terpajang di ruangan itu.
"Bik! Buang foto itu. Buang jauh-jauh, jika perlu di bakar saja. Aku tidak mau melihatnya lagi," ucap Tania penuh kekesalan.
Kenapa dia tidak membuang foto itu sejak dulu? Seharusnya, foto keluarganya yang terpajang di sana sejak lama.
"Tapi, Nyonya!"
"Tidak ada tapi-tapian. Cepat buang! Atau kamu mau di pecat?"
"Ba ... Baik, Nyonya!"
Tidak ada pilihan, Bik Inah hanya bisa menuruti perintah majikannya itu. Dia mencoba mengambil kursi lalu melepaskan foto itu dengan susah payah.
"Maafkan bibik, Nyonya. Bibik hanya ingin tetap bekerja," Batin Bik Inah sambil menitikkan air mata.
Tanpa Bik Inah sadari, ternyata Diandre sudah berdiri di belakangnya. Pria itu menatap tajam Bik Inah, tatapannya begitu datar, sehingga membuat Tania dan Yoga yang sejak tadi seperti pangeran dan ratu hanya bisa terdiam.
"Kenapa foto itu di lepas?" Tanya Diandre datar.
Mendengar itu, Bik Inah langsung gugup. Dia meletakkan foto itu di lantai lalu terdiam menunduk tanpa bicara sepatah katapun.
"Aku hanya ingin menggantinya dengan foto keluarga kita. Lagipula itu hanya foto masa lalu, jadi tidak pantas lagi di pajang di situ."
"Kembalikan foto itu pada tempatnya. Tidak akan ada yang bisa mengantikan posisi mereka. Baik itu di rumah ini, ataupun di hatiku," Ucap Diandre tegas, lalu melangkahkan kakinya pergi.
Namun, baru beberapa langkah, dia berhenti lalu membalikkan tubuhnya menatap Yoga dan Tania. "Aku sudah membuat keputusan, rumah dan perusahaan telah aku wariskan kepada Yoon-gi."
Bersambung.....
baru eling yah ???? punya anak namanya Yoon gi