Pada hari pernikahannya, Naiya dengan kesadaran penuh membantu calon suaminya untuk kabur agar pria itu bisa bertemu dengan kekasihnya. Selain karena suatu alasan, wanita dua puluh lima tahun itu juga sadar bahwa pria yang dicintainya itu tidak ditakdirkan untuknya.
Naiya mengira bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencananya. Namun siapa sangka bahwa keputusannya untuk membantu calon suaminya kabur malam itu malah membuatnya harus menikah dengan calon kakak iparnya sendiri.
Tanpa Naiya ketahui, calon kakak iparnya ternyata memiliki alasan kuat sehingga bersedia menggantikan adiknya sebagai mempelai pria. Dan dari sinilah kisah cinta dan kehidupan pernikahan yang tak pernah Naiya bayangkan sebelumnya akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roseraphine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Bersama
Shaka yang masih bersama dengan Vira baru menyadari bahwa Naiya sudah tidak ada lagi di sana. Pria itu terlihat celingukan mencari kemana wanita tersebut pergi.
"Kamu nyari siapa, Shaka?" tanya Vira yang sama sekali tak dihiraukan oleh Shaka.
"Aku pergi dulu ya, Vir. Ada urusan penting."
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Shaka pergi dari sana dengan sedikit berlari meninggalkan Vira yang kesal karena panggilannya tak digubris oleh Shaka sama sekali.
"Sialan!!! Pasti Shaka nyariin tuh cewek. Ini gak boleh dibiarin. Walaupun mereka nikah karena terpaksa, tapi kayanya Shaka mulai ada perasaan deh. Arghhhhh!!!"
Entahlah, apakah dugaan Vira tersebut benar adanya. Atau hanya sekedar perspektif semata. Namun yang jelas sekarang Shaka benar-benar sedang mencari keberadaan Naiya yang tiba-tiba menghilang tadi. Pria itu belum sempat mengatakan sesuatu kepada Naiya. Melihat bosnya yang sedang celingukan mencari seseorang, salah satu karyawan perusahaan berjalan menghampiri Shaka.
"Sedang mencari siapa, Pak?"
Shaka sontak menoleh kemudian terdiam sejenak lalu berkata, "Saya sedang mencari Naiya. Ada pekerjaan yang harus dia selesaikan."
"Tadi saya lihat Ibu Naiya sedang makan di kantin."
"Makan? Di kantin?"
"Iya, Pak. Kalau tidak salah bersama Pak Regan."
Shaka yang mendengar hal itu tiba-tiba mengurungkan niatnya untuk menemui Naiya. Lagipula kenapa juga ia harus susah-susah mencari wanita itu sejak tadi. Ia tak meminta maaf pun juga tak masalah. Apa pedulinya?
"Ya sudah. Terima kasih."
Karyawan itu sedikit heran dengan reaksi Shaka. Apakah dirinya salah bicara tadi? Mengapa raut wajah bosnya itu berubah jadi lebih dingin daripada sebelumnya?
-oOo-
Setelah menghabiskan waktunya di kantor, Naiya akhirnya dapat bernapas lega karena seluruh pekerjaannya hampir selesai. Ia memutuskan untuk pulang dan melanjutkan pekerjaannya besok.
Dan saat ini, wanita itu tengah berada di dapur untuk membantu Bi Nur yang sedang memasak. Wanita paruh baya itu membiarkan Naiya mengambil alih pekerjaannya yang tadi sedang menggoreng ikan. Sedangkan dirinya akan memasak beberapa sayuran yang saat ini tengah ia cuci.
"Bi, Naiya ke kamar mandi dulu ya? Kebelet pipis lagi," ujar Naiya lalu berlari kecil menuju toilet yang berada di dapur.
Bi Nur hanya menatap heran wanita itu. Jika dihitung, mungkin ini sudah keempat kalinya Naiya pamit untuk pergi ke toilet. Setelah beberapa saat kemudian, wanita itu kembali muncul lalu mengambil kembali alat penggorengan.
"Kamu gak apa-apa kan? Kok dari tadi bolak-balik ke toilet?"
"Gak tau, Bi. Naiya dari tadi emang kebelet pipis terus. Mungkin karena kebanyakan minum hehe."
"Syukurlah kalau begitu. Bibi kira kamu sakit perut."
"Nggak kok, Bi. Perut Naiya cuma kembung aja. Kayanya emang bener kebanyakan minum."
Bi Nur hanya menggelengkan kepalanya menanggapi ucapan Naiya. Wanita paruh baya itu kemudian mengambil bumbu yang sudah ia haluskan tadi untuk ditumis.
"Mmmhhh.... Baunya kok kaya gini, Bi?" ucap Naiya sambil menutup hidungnya dengan tangan.
"Bau bumbu jika ditumis memang seperti ini," balas Bi Nur heran.
"Tapi aneh baunya. Naiya mau muntah."
"Loh, kok bisa?"
Kening Bi Nur berkerut heran melihat reaksi Naiya. Wanita itu bahkan juga menutup mulutnya seperti orang yang benar-benar ingin muntah.
"Kamu ke depan aja kalau begitu. Biar bibi yang selesaikan masakannya," tutur Bi Nur tidak tega karena melihat wajah Naiya yang semakin lama semakin pucat.
Karena sudah tidak kuat mencium bau bumbu yang menyeruak di dapur akhirnya Naiya menuruti perintah Bi Nur untuk pergi dari sana. Wanita itu ingin pergi ke taman saja untuk mencari udara segar dan meredakan mualnya.
"Siapa ya?" gumam Naiya ketika berjalan ke arah pintu lalu mendengar bel berbunyi.
Cklek
"Papa?"
Naiya sedikit terkejut dengan kedatangan papa mertuanya yang saat ini tengah berdiri di hadapannya sembari tersenyum tipis.
"Boleh Papa masuk?"
"E-eh iya boleh, Pa."
Naiya segera menyingkir kemudian mempersilahkan Andra untuk masuk ke dalam rumah.
"Shaka belum pulang, ya?" tanya Andra sembari memperhatikan setiap sudut rumah anaknya itu dengan seksama.
"Belum, Pa. Mungkin sebentar lagi," jawab Naiya. Wanita itu berjalan menyusul di samping Andra.
"Papa udah makan?"
"Belum. Papa belum makan."
"Wah, kebetulan aku sama Bi Nur tadi sedang masak lumayan banyak. Ayo Pa kita makan bersama!" ajak Naiya antusias.
Andra mengangguk sembari tersenyum kepada Naiya. "Boleh."
Mereka berdua berjalan menuju meja makan dan bertemu dengan Bi Nur yang sedang membawa beberapa buah ke meja makan. Wanita paruh baya itu sedikit terkejut melihat kedatangan tuannya.
"Selamat datang, Tuan," sapa Bi Nur sembari menundukkan kepalanya.
"Apa kabar, Bi? Bibi sehat, kan?" tanya Andra.
"Alhamdulillah saya sehat, Tuan."
Andra tersenyum kemudian duduk bersama Naiya di meja makan. Sedangkan Bi Nur pamit untuk menyelesaikan kegiatannya di dapur.
"Bagaimana pekerjaan kamu, Naiya? Lancar? Shaka gak nyuruh kamu aneh-aneh lagi, kan?" tanya Andra serius sembari menatap menantunya itu.
"Lancar kok, Pa. Naiya suka kerja di kantor Papa. Kak Shaka juga baik kok sama Naiya," ucap Naiya dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Walaupun Shaka sering memberinya pekerjaan yang banyak hingga membuatnya lembur di kantor maupun di rumah, tapi entah kenapa rasanya ia senang-senang saja melakukannya.
"Bagus kalau begitu. Papa senang kalau melihat kalian akur," balas Andra merasa lega. Ia senang karena bisa membuat anak dan menantunya dekat setiap hari.
Tak lama kemudian Bi Nur kembali datang membawa beberapa piring yang berisi makanan dan ditata rapi di atas meja.
"Bibi mau kemana? Ayo makan bersama!" ujar Andra ketika melihat Bi Nur melangkah pergi meninggalkan dapur.
"Tidak usah Tuan. Saya makan di belakang saja," balas Bi Nur merasa tidak enak.
"Kenapa di belakang? Makanan sebanyak ini siapa yang mau menghabiskan kalau cuma saya dan Naiya, Bi? Sini makan bersama saja!"
Akhirnya walaupun merasa sungkan, Bi Nur tetap menuruti perintah tuannya itu. Wanita paruh baya tersebut duduk di salah satu kursi yang tersedia.
"Ayo kita makan dulu saja. Kalau menunggu Shaka nanti pasti keburu dingin makanannya. Anak itu juga jam segini belum pulang, memang apa yang dia kerjakan di kantor?" omel Andra.
"Tadi saat Naiya pulang, Kak Shaka pergi bertemu client, Pa."
"Kok gak ngajak kamu. Kan kamu sekretarisnya?"
"Tadi Kak Shaka pergi bersama Kak Regan."
Mendengar itu Andra sedikit bernapas lega. Setidaknya ada Regan yang tak mungkin membiarkan Shaka bertingkah macam-macam. Kekhawatirannya ini bukan tanpa alasan. Sebab ia tahu bahwa wanita bernama Vira itu sering datang ke kantor dan bertemu Shaka akhir-akhir ini. Bisa saja mereka bertemu di luar sana.
Akhirnya mereka bertiga mulai menyantap makanan yang tersaji di meja makan. Naiya merasa nyaman berada di antara kedua orang di hadapannya ini. Mereka berdua adalah orang yang begitu baik. Ia tak mungkin membiarkan papa dan Tante Alya menghancurkan keluarga ini. Ia sampai sekarang juga tak mengerti alasan kedua orang itu ingin berniat jahat kepada mereka terutama papa Andra.
"Papa?"
-o0o-
.
.
To be continued
jgn kasih balikan lah mereka.... klo kelak busuknya vira trungkap....
jgn smpe kelak... saat busuknya vira trungkap.... km bru mncari naya...
krna g adil buat naya... hnya km jdikn serep🙄🙄