Dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai—tunangannya dan adiknya sendiri—Aluna Kirana kehilangan semua alasan untuk tetap hidup. Di tengah malam yang basah oleh hujan dan luka yang tak bisa diseka, ia berdiri di tepi jembatan sungai, siap menyerahkan segalanya pada arus yang tak berperasaan.
Namun takdir punya rencana lain.
Zayyan Raksa Pradipta, seorang pemadam kebakaran muda yang dikenal pemberani, tak sengaja melintasi jembatan itu saat melihat sosok wanita yang hendak melompat. Di tengah deras hujan dan desakan waktu, ia menyelamatkan Aluna—bukan hanya dari maut, tapi dari kehancuran dirinya sendiri.
Pertemuan mereka menjadi awal dari kisah yang tak pernah mereka bayangkan. Dua jiwa yang sama-sama terbakar luka, saling menemukan arti hidup di tengah kepedihan. Zayyan, yang menyimpan rahasia besar dari masa lalunya, mulai membuka hati. Sedangkan Aluna, perlahan belajar berdiri kembali—bukan karena cinta, tapi karena seseorang yang mengajarkannya bahwa ia pantas dicintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Ibunya menahan napas, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Zayyan, jangan bicara begitu pada kami, nak. Kami hanya takut kamu tersakiti..."
"Tersakiti? Aku sudah cukup tersakiti selama hidup dalam bayang-bayang ekspektasi kalian. Bertahun-tahun aku mengikuti semua yang kalian mau, berharap satu hari saja kalian bertanya apa yang aku butuhkan, bukan apa yang kalian inginkan dariku. Tapi tidak pernah, tidak sekalipun."
Ayahnya terdiam. Tatapannya masih tajam, tapi ada keretakan di balik matanya yang tak bisa disembunyikan.
Zayyan melangkah mundur, dadanya naik turun. "Kalian bisa ambil semua warisan, semua koneksi, semua nama besar itu. Aku tidak butuh. Aku hanya butuh satu hal yang tak pernah bisa kalian beri—kebebasan untuk mencintai. Dan kalau itu harus membuatku diasingkan dari keluarga ini, maka biarlah begitu."
Keheningan mencekam jatuh di antara mereka. Jam antik di dinding berdetak pelan, seolah menghitung detik-detik kehancuran sebuah rumah tangga yang dulunya dianggap sempurna.
Zayyan memutar tubuhnya, berjalan menuju pintu, lalu berhenti di ambang. Ia menoleh satu kali, pandangannya menyeberangi ruang, menembus luka yang belum sembuh.
"Aku menyesal... aku menyesal dilahirkan dari orang tua yang bahkan tidak tahu apa yang diinginkan oleh hati kecil anaknya sendiri. Tapi aku tidak menyesal karena aku akhirnya tahu siapa aku sebenarnya. Dan Aluna... adalah bagian dari kebenaran itu."
Lalu, ia pergi.
Meninggalkan keheningan yang lebih dingin dari udara di luar sana. Meninggalkan luka yang lebih dalam dari kata-kata yang terucap.
Dan untuk pertama kalinya, keluarga Pradipta tidak lagi tampak begitu besar. Karena satu hal yang tak pernah mereka pahami telah berhasil melumpuhkan seluruh kekuasaan mereka—cinta yang tulus.
----------------
Langit malam menggantung kelabu, seperti menyerap emosi yang masih bergejolak dalam dada Zayyan. Mobil hitamnya melaju tanpa arah yang pasti, hanya mengikuti gejolak hatinya yang tengah kacau. Jalanan kota dilalui seperti bayangan samar. Tujuannya satu: melihat Aluna. Mendekap sedikit ketenangan di tengah badai yang tengah mengamuk dalam hidupnya.
Kediaman Pradipta telah ia tinggalkan. Kata-kata tajam ayahnya masih terngiang seperti mantra jahat yang tak kunjung padam:
"Jika kau masih memilih gadis kampungan itu, maka jangan salahkan ayan bila ayah menghancurkan semua yang telah ia bangun dengan tangan ayah sendiri."
Itu bukan sekadar ancaman. Itu janji yang bisa menjadi kenyataan. Dan itu cukup untuk membuat Zayyan gemetar dalam diam.
Butik Aluna berdiri tenang di sudut jalan kecil yang biasa, tapi sore ini, pandangan Zayyan terhadap tempat itu terasa berbeda. Seakan-akan, butik itu adalah istana dari tempat peristirahatan Aluna yang rapuh, dan dia adalah badai yang bisa menghancurkannya sewaktu-waktu.
Zayyan memarkir mobilnya beberapa meter dari butik, enggan melangkah masuk terlalu cepat. Dari balik kaca depan mobil, ia memandangi sosok yang begitu ia cintai itu.
Aluna.
Gadis itu sedang berdiri membelakangi jendela besar butik, menjahit dengan tenang. Rambutnya digelung asal, ada beberapa helaian yang lepas menghiasi sisi wajahnya. Baju kerja yang longgar membuatnya terlihat begitu sederhana, tapi Zayyan tahu, tak ada perempuan yang lebih kuat dan bercahaya darinya.
Di sekitar Aluna, terdapat beberapa gaun setengah jadi yang tergantung rapi. Tumpukan kain, buku sketsa, dan secangkir teh yang mulai dingin menemaninya bekerja. Tak ada yang berubah dari cara Aluna menekuni pekerjaannya, seolah dunia luar tak pernah berhasil mengguncang ketenangannya.
itu sakitnya double
bdw tetap semangat/Determined//Determined//Determined//Determined/