Jiwanya tidak terima di saat semua orang yang dia sayangi dan dia percaya secara bersama-sama mengkhianatinya. Di malam pertama salju turun, Helena harus mati di tangan anak asuhnya sendiri.
Julian, pemuda tampan yang berpendidikan dibesarkan Helena dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tega menghunuskan belati ke jantungnya.
Namun, Tuhan mendengar jeritan hatinya, ia diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana kisah perjalanan Helena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Julian Iri
"Ibu pulang!" ucap Helena dengan suara nyaring saat memasuki rumah agar terdengar oleh Keano.
Anak yang sedang bercengkerama di rumah belakang itu pun berlari begitu mendengar suara ibunya. Dia teramat senang menyambut kepulangan Helena. Dengan langkahnya yang kecil dan cepat, ia berlari sambil berteriak memanggil Helena.
"Ibu!"
Helena menoleh setelah meletakkan beberapa barang belanjaan di atas meja. Ia membentang tangan menyambut kedatangan Keano yang saat ini menjadi permata hatinya. Keano melompat ke dalam pelukan Helena, berputar-putar penuh kebahagiaan.
Tanpa terduga, Julian pun berlari saat mendengar suara Helena, tapi langkahnya terhenti saat melihat mereka berdua yang sedang tertawa dalam pelukan. Julian menatap penuh benci, mengepalkan tangannya menggenggam dendam.
Aku akan membunuhmu, Keano. Kau sudah merebut yang seharusnya menjadi milikku. Aku membencimu!
Hati Julian mengancam, tapi tak ingin beranjak. Ia melihat mereka duduk di sofa, membuka apa yang dibawa Helena. Aneka makanan lezat juga camilan terhampar di atas meja.
Aku juga ingin makan itu, tapi apa mereka akan memberinya kepadaku? Sepertinya rasanya enak sekali.
Wajah murkanya berubah sendu, sedih dan sakit rasanya. Tujuannya datang ke rumah itu adalah untuk menjadi anak Helena dan menikmati kehidupan yang mewah, tapi harus berakhir di tangan ibu mertua yang pelit dan tak pernah memikirkan kebutuhannya.
"Julian, apa yang kau lakukan di sini?" tegur ibu mertua saat melihat Julian yang hanya mematung memperhatikan Keano yang sedang menyantap makanan.
Ia mendengus, melengos pergi tanpa melihat ke arah ibu mertua. Julian marah, sampai saat itu pun wanita tua tersebut belum membawanya pergi untuk berbelanja.
"Ada apa dengan anak itu?" gumam ibu mertua seraya menoleh ketika mendengar suara tawa ceria di ruang tamu.
"Oh, jadi dia melihat mereka. Helena, kau benar-benar keterlaluan!" kesal ibu mertua seraya berjalan cepat mendekati mereka berdua.
Melihat itu, Julian kembali ingin melihat apa yang akan dilakukan ibu mertua untuk membelanya. Ia tersenyum sinis, berharap kali ini Helena akan berbalik sehingga mau mengajaknya bermain.
"Helena! Kenapa kau hanya bermain berdua dengannya saja? Kau tidak ingat di rumah ini juga ada Julian? Kenapa hanya Keano yang kau ajak makan?" protes ibu mertua dengan marah.
Helena tersenyum, melihat sisa makanan yang tak dihabiskan oleh Keano. Ia mengambilnya dan memberikan itu kepada ibu mertua.
"Ini, hanya ada ini, sisa Keano. Julian boleh memakannya," katanya sambil tersenyum.
"Kau!" Telunjuk ibu mertua bergetar saat menuding Helena, tak terima diberi makanan sisa.
"Ibu, aku sudah kenyang," ucap Keano mendorong sisa makannya hingga berdekatan dengan makanan sebelumnya.
Ibu mertua semakin meradang, kemarahan semakin memuncak. Matanya menatap tajam pada Keano seolah-olah ingin melahapnya sampai tak bersisa. Tangannya terayun hendak membuang itu semua, tapi Julian dengan cepat berlari dan mengambilnya.
"Aku mau ini," katanya yang lantas berlari lagi dari tempat itu.
"Julian!" Ibu mertua berteriak marah, mengejar anak kecil itu sampai tiba di kamarnya.
Ia mematung di ambang pintu saat melihat Julian yang lahap memakan makanan sisa itu. Hatinya meringis perih, gengsinya tak terima dengan semua yang terjadi. Ia mendatangi Julian dalam keadaan marah.
"Kenapa kau mengambil makanan itu? Apa kau tidak pernah memakan makanan enak seperti itu?" hardik ibu mertua membuat Julian menghentikan makannya beberapa saat, dan kembali menyantap makanan tersebut.
"Hentikan! Kau tidak boleh memakannya, Julian!" Ibu mertua yang geram hendak merebut makanan itu, tapi Julian dengan cepat memasukkannya ke dalam mulut.
Ia mendongak, menatap ibu mertua dengan mulutnya yang penuh. Matanya memerah marah, tak ingin diperlakukan seperti itu. Julian menelan makanannya sekaligus, membuat ibu mertua menganga tak percaya.
"Ya, kau benar, Nenek. Aku memang tidak pernah memakan makanan enak seperti itu. Sejak aku datang ke rumah ini, tidak ada yang pernah membelikan aku makanan enak. Aku bahkan, Belum pernah keluar rumah lagi. Tidak seperti Keano, yang bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan. Pakaian, mainan, juga makanan!" ungkap Julian dengan marah.
Dia cemburu karena meskipun tinggal di rumah yang sama, tak ada yang memperhatikannya seperti Keano.
"Seharusnya aku yang menjadi anaknya, bukan dia!" Julian menangis, menyesal karena setuju untuk tinggal di rumah itu.
Dia berbalik memunggungi ibu mertua, mengusap-usap matanya yang basah. Rasa iri di hatinya semakin menggunung dan menumbuhkan pohon dendam yang mengakar.
Mendengar itu, ibu mertua meringis. Dia harus menyalahkan siapa, Helena? Ferdinan? Atau dirinya sendiri yang terlalu egois? Oh, ada Lusiana yang seharusnya bertanggungjawab atas Julian. Ia mendekati Julian, mengusap bahunya pelan.
"Kau pasti iri melihat Keano yang dimanjakan Helena. Kau ingat apa yang diucapkan Nenek? Kau harus bisa mengambil hati Helena agar berpaling dari Keano. Ini kesempatanmu," ucap ibu mertua dengan lembut.
Julian termenung, berpikir dengan keras mencerna apa yang diucapkan ibu mertua. Ia berbalik, matanya dipenuhi tekad. Dia akan merebut Helena dari Keano.
"Kau mengerti?" tanya ibu mertua mengusap pipi Julian.
Anak kecil itu mengangguk patuh, ibu mertua membisikkan sesuatu di telinganya. Julian tersenyum, dia mengerti apa yang harus dia lakukan.
****
Sementara di ruang tamu, Keano tersenyum melihat reaksi Julian yang mengambil makanannya. Helena mengernyit saat melihat kulit pipinya yang kemerahan. Ia mengusapnya dan Keano meringis.
"Siapa yang melakukan ini kepadamu?" tanyanya sembari menelisik wajah Keano.
"Lia!" Helena berteriak memanggil pelayan yang mengasuh Keano, matanya memerah, wajahnya terlihat menyeramkan. Helena benar-benar marah.
"Ibu!" Keano merasa takut melihat kemarahan sang ibu. Ia turun dari kursi dan memeluknya, menggelengkan kepala agar tidak terlalu marah.