Jiwanya tidak terima di saat semua orang yang dia sayangi dan dia percaya secara bersama-sama mengkhianatinya. Di malam pertama salju turun, Helena harus mati di tangan anak asuhnya sendiri.
Julian, pemuda tampan yang berpendidikan dibesarkan Helena dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tega menghunuskan belati ke jantungnya.
Namun, Tuhan mendengar jeritan hatinya, ia diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana kisah perjalanan Helena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengancam
Beberapa hari berlalu, Ferdinan benar-benar berbohong soal rapat yang dia katakan dulu. Sayangnya, Helena sudah tahu tentang itu. Ia tidak terlalu peduli, dan akan tetap fokus pada pendidikan Keano.
"Keano, kau mau ikut dengan Ibu hari ini? Ibu akan mendaftarkan mu sekolah," ucap Helena usai sarapan pagi.
Sekolah? Diantar Ibu? Sepertinya menyenangkan.
Keano terdiam, membayangkan masa sekolah yang membosankan. Tak ada ibu yang menemani, tak ada ayah yang mengantar. Sekarang ada Helena yang menyayanginya.
Ia melirik Helena yang sedang menunggu jawaban, memindai wanita itu dari atas hingga bawah. Dia ibu yang sempurna. Keano tersenyum dan mengangguk.
"Aku akan tetap di rumah saja, Ibu. Sepertinya cuaca kurang baik untuk tubuh kecilku," jawab Keano manis seperti biasanya.
Helena mengusap kepala anak itu sambil tersenyum.
"Baiklah jika begitu. Ingat, jangan membuat masalah. Ibu tidak ingin kau kenapa-napa," ucap Helena disambut anggukan kepala oleh bocah kecil itu.
Helena beranjak diikuti oleh Keano dan pelayan yang ditugaskan Helena untuk menjaganya.
"Jaga Keano untukku. Jika mereka membuat masalah jangan sungkan untuk menghubungi aku," ucap Helena saat tiba di teras diantar oleh Keano dan juga pelayan itu.
"Baik, Nyonya," jawabnya dengan sopan.
"Ibu pergi dulu!" Ia berpamitan kepada anak itu, kemudian mengetatkan mantel dan berjalan cepat menuju mobil.
Kedua orang itu masih di teras, melambaikan tangan melepas kepergian Helena. Sampai mobil yang membawanya menghilang di luar gerbang. Ibu mertua dan Ferdinan, diam-diam mengawasi.
"Ibu sudah meminta Helena untuk mendaftarkan Julian sekolah, dan dia setuju. Bagaimana keadaan Lusiana? Apa dia baik-baik saja?" ucap ibu mertua teringat pada Lusiana.
"Baguslah jika begitu. Ibu tenang saja, dia baik-baik saja untuk saat ini. Cepat atau lambat dia akan kembali sebagai nyonya Ferdinan yang sah," sahut Ferdinan dengan pasti.
Ibu mertua tersenyum puas, dia menunggu waktu itu tiba. Semua kekayaan milik Helena akan menjadi milik mereka. Ferdinan pergi, setelah tiga hari menjalani hukuman dia menyerahkan perusahaan kepada sang asisten.
Langkahnya terhenti saat melihat Keano yang berada di ruang tengah ditemani seorang pelayan sedang belajar membaca dan menulis. Ia berjalan cepat mendatangi anak itu, dan tanpa terduga Ferdinan membuang alat belajar Keano hingga berserakan di lantai.
Keano dan pelayan itu mendongak, menatap Ferdinan dengan wajah menegang. Mata polos Keano berubah merah, api marah terpancar dari kedua maniknya.
"Apa yang kau lakukan? Tidakkah kau melihat aku sedang belajar?" bentak Keano tanpa segan apalagi rasa takut.
Pelayan di sampingnya menoleh, membelalak terkejut dengan reaksi Keano. Wajahnya memucat ketika menoleh kepada Ferdinan yang terlihat murka.
Astaga! Apa yang harus aku lakukan?
Ia meringis tanpa suara, takut akan kemarahan Ferdinan. Ingin menghubungi Helena, sudah pasti Ferdinan tak akan membiarkannya.
"Kau!" Ferdinan menarik kerah kemeja Keano hingga membuatnya berdiri dari sofa.
"Penjahat kecil yang licik! Seharusnya kau tidak datang ke dalam kehidupan Helena. Apa tujuanmu datang?" sengit Ferdinan semakin kencang mencengkeram pakaian Keano hingga ia nyaris tercekik.
Pelayan yang berlutut di bawah ingin menolong, tapi tak dapat melakukan apapun. Ia takut kehilangan pekerjaannya.
Keano tersenyum tajam, terlalu berani untuk anak seusianya. Ia tak melihat lawan, dan tidak peduli sama sekali.
"Tentu saja untuk menyelamatkan ibu dari orang-orang jahat seperti kalian!" sahut Keano dengan suara lantang.
Cengkeraman Ferdinan menguat, tapi Keano tetap tegar. Dia tidak terlihat ketakutan, apalagi menangis layaknya anak-anak lain.
"Kurang ajar! Dasar brandal kecil, percaya atau tidak aku akan membunuhmu hari ini juga!" Ferdinan meradang, tangannya mencekik leher Keano tanpa belas kasihan.
"Coba saja jika kau mampu! Ibu tidak akan tinggal diam jika aku tidak ditemukan di rumah ini. Kau tebak saja apa yang akan terjadi pada kalian?" Keano mengancam, senyum itu kembali terbit.
"Oh, benarkah? Lagi pula aku tidak ingin mengakui mu sebagai anak. Aku juga tidak peduli bagaimana Helena menyayangimu," desis Ferdinan tak menurunkan amarahnya.
"Kau pikir aku mau menjadi anakmu! Cuih!" Keano meludahi wajah Ferdinan.
"Kurang ajar! Mati kau!" Dia menguatkan cekikannya membuat wajah Keano membiru.
Pelayan itu panik, air matanya berjatuhan tak terbendung.
"Tuan! Ampun, Tuan. Lepaskan Tuan Keano, beliau hanya anak kecil yang belum mengerti apa-apa. Tuan, tolong! Jika terjadi sesuatu kepada Tuan Muda Keano, saya tidak tahu akan seperti apa kemarahan nyonya, Tuan," mohon pelayan Keano dengan air mata berderai.
Ia takut Ferdinan akan lepas kendali dan membunuh Keano.
Ferdinan membeku, hatinya bergetar mendengar ancaman Keano juga pelayan itu. Kepalanya mengangguk-angguk, menatap kedua manusia itu bergantian dengan wajah geram.
"Bagus! Kalian berani mengancam ku rupanya. Bagus! Bagus!" katanya seraya mengendurkan cekikan di leher Keano.
Ferdinan menghempaskan tubuh kecil itu hingga nyaris terjatuh dari sofa seandainya pelayan tersebut tidak sigap menangkapnya.
"Lihat saja! Kalian akan keluar dari rumah ini secepatnya!" geram Ferdinan seraya pergi meninggalkan mereka berdua.
"Tuan Muda! Tuan Muda, Anda baik-baik saja?" Pelayan itu bertanya cemas, segera mengecek leher Keano yang meninggalkan jejak merah berupa jari Ferdinan.
"Jangan katakan ini kepada ibu. Aku tidak ingin ibu marah yang akhirnya akan membuat kesehatannya memburuk. Uhuk-uhuk!" pinta Keano diakhiri batuk karena sesak napas.
Pelayan itu hanya menganggukkan kepala, tapi tentu saja dia akan melaporkan semuanya kepada Helena.
"Tunggu di sini sebentar, Tuan Muda. Saya ambilkan air." Ia beranjak dan berjalan cepat menuju dapur untuk mengambil air.
"Kalian penjahat tidak tahu diri! Aku tidak akan membiarkan kalian menyakiti ibuku!" kecam Keano geram.
Plak!
"Argh!"
dan kekuatan sekali jika itu adalah ayah kandungnya si Keano 👍😁
Tapi kamu juga harus lrbih berhati” ya takutnya mereka akan melakukan sesuatu sama kamu dan Keano 🫢🫢🫢