Laura tidak pernah membayangkan pernikahannya akan terasa seperti penjara. Nicholas, suaminya, selalu sibuk, dingin, dan jauh. Di tengah sunyi yang menusuk, Laura mengambil keputusan nekat-menyewa lelaki bayaran untuk sekadar merasa dicintai.Max hadir seperti mimpi. Tampan, penuh perhatian, dan tahu cara membuatnya merasa hidup kembali. Tapi di balik senyum memikat dan sentuhannya yang membakar, Max menyimpan sesuatu yang tidak pernah Laura duga.Rahasia yang bisa menghancurkan segalanya.Ketika hasrat berubah menjadi keterikatan, dan cinta dibalut bahaya, Laura dihadapkan pada pilihan: tetap bertahan dalam kebohongan atau hancur oleh kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BumbleBee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Lalu Max
Laura terpaku. Matanya tak berkedip menatap layar. Scarf itu—ia yakin. Krem lembut dengan pola anyaman halus di ujungnya, salah satu benda yang ia kenakan saat pergi bersamanya malam itu. Ia yakin ia tidak meninggalkannya.
Tapi Max menemukannya.
Atau… memang sengaja menyimpannya?
Tangannya bergerak gemetar mengetik balasan. Namun, jari-jarinya berhenti di tengah jalan. Apa yang bisa ia jawab? Apa yang seharusnya ia rasakan?
Berdebar.
Takut.
Tersanjung?
Atau semuanya sekaligus?
Tiba-tiba bunyi langkah membuatnya menoleh. Nicholas berdiri di ambang pintu kamar, masih dengan mug kopi yang kini tinggal separuh. Tatapannya tidak penuh curiga, namun cukup tajam untuk menyadari bahwa istrinya menyembunyikan sesuatu.
“Kamu belum tidur?” tanyanya singkat.
Laura cepat mematikan layar ponsel dan menyelipkannya ke balik saku jubah tidurnya.
“belum,” jawabnya pelan.
Nicholas tidak bertanya lebih jauh. Ia hanya kembali duduk, menyandarkan tubuhnya, dan memusatkan perhatian ke layar televisi yang kini memutar berita ekonomi.
Laura berdiri dalam diam, matanya mengarah ke pria yang dulu merengkuhnya erat saat ia demam tinggi. Pria yang dulu menyuapinya bubur dengan sabar. Tapi sekarang—mereka terasa seperti dua orang asing dalam satu rumah yang sama.
Lalu ponselnya kembali bergetar. Satu pesan lagi dari Max.
"Aku harap suamimu menghargai upayamu malam ini. Kalau tidak… kamu tahu ke mana harus pulang."
Dan kali ini, Laura tidak bisa menahan senyum getir yang perlahan muncul di sudut bibirnya.
Kata-kata Max terngiang kembali dalam benaknya. "Kalau tidak… kamu tahu ke mana harus pulang."
Pulang.
Apakah seseorang bisa benar-benar merasa pulang di tengah rumah yang terasa dingin dan asing, bahkan saat semua dindingnya pernah menjadi saksi cinta yang tumbuh?
Matanya beralih ke Nicholas. Lelaki itu masih di sofa, wajahnya tenang dalam cahaya layar televisi. Ia tak pernah berubah. Terlalu tenang. Terlalu teratur. Terlalu sibuk menjadi versi suami yang ideal dalam naskah sosial, tapi lupa bagaimana menjadi pasangan yang hadir dengan hati.
Laura menghela napas, memutuskan untuk mengganti gaun tidurnya dengan kaus biasa dan celana panjang. Tak ada lagi rencana menggoda atau rayuan lembut. Yang tersisa hanyalah letih dan kegamangan.
Ia berbaring, memunggungi Nicholas yang masih belum naik ke tempat tidur.
Di samping itu, Nicholas menatap ke arah layar ponselnya. Di tangannya, sebuah foto lama terbuka: Laura muda dengan senyum riang.
Dan di sudut bibir Nicholas, muncul senyum tipis yang sulit ditebak artinya.
***
Udara malam menyelimuti balkon apartemen tinggi di pusat kota dengan aroma anggur merah dan asap tembakau mahal. Max menyandarkan punggungnya pada pagar besi, satu tangan menggenggam gelas kristal, sementara sorot matanya jatuh ke langit kota yang dipenuhi kerlap-kerlip lampu. Namun, yang ada dalam kepalanya hanyalah sosok Laura—senyum pahitnya, mata yang sembab, dan tubuh yang menegang saat ia menciumnya.
"Masih memikirkan istri orang?"
Suara pria di belakangnya menyela keheningan.
Max menoleh setengah. "Dia bukan istri orang dalam permainan ini, Ren."
Pria yang dipanggil Ren itu—Lorenzo Devira—tersenyum miring. Sahabat Max sejak bangku kuliah, sekaligus aktor bayaran seribu wajah yang bisa berubah jadi siapa saja tergantung pada harga.
Harusnya, Ren-lah yang turun tangan untuk menggoda Laura. Tapi rencana itu berubah karena Ren mengalami kecelakaan, yang membuat kakinya patah. Ia harus istirahat selama beberapa minggu.
“Harusnya aku tidak meminta bantuanmu. Tapi lihat dirimu sekarang.” Ren melirik Max sambil menuang anggur ke gelasnya sendiri. “Kamu terjun terlalu dalam.”
Max mendengus. “Aku menyesal karena terlalu murah hati.”
"Menyesal atau menikmati?" Ren tertawa kecil, duduk di pinggir meja, lalu berkata, “harusnya kamu hanya bersenang-senang. Ini hanya permainan, Kawan."
Max meneguk minumannya habis, lalu menatap kosong ke horizon.
“Kenapa kamu harus menerima pekerjaan gila seperti ini? Apakah kamu pernah menyesal saat menghancurkan korban yang diberikan klienmu, Ren?"
"Tugasku hanya memenuhi ingin klienku. Aku menerima bayaran, sisanya aku tidak mau tahu." Lorenzo mengangkat gelasnya, mengarahkannya pada Max. Pria itu kembali mendengus.
Ren tertawa lagi, "sihir apa yang diberikan wanita itu padamu."
"Entahlah."
“Kamu seharusnya tidak memikirkan istri orang."
Max tidak menjawab.
“Kalau aku tahu kamu akan jadi serumit ini, aku tidak akan menawarkan misi ini buat kamu.”
Max tersenyum miring, hambar. “Kamu kira aku rumit karena wanita?”
Ren mengangkat bahu. “Bukan. Karena kamu terlalu hidup di masa lalu.”
Max menunduk sesaat, lalu menatap anggur merah yang memantulkan siluet wajahnya.
“Adikku… namanya Luna.”
Ren menoleh, pelan.
“Dia jatuh cinta setengah mati pada Nicholas Muller. Aku kira itu hanya kekaguman remaja biasa. Tapi Luna… dia gadis polos. Lulusan baru yang bekerja sebagai analis junior di perusahaan keluarga kami. Nicholas sering muncul di sana sebagai vendor. Ganteng, karismatik, pintar bicara. Luna terobsesi.”
Max menarik napas panjang sebelum melanjutkan.
“Lalu suatu hari, perusahaan kami kalah tender besar-besaran. Proyek ratusan miliar hilang dalam semalam. Ayahku curiga ada kebocoran data internal. Dan saat kami menyelidiki… semua jejak mengarah pada Luna.”
Ren menggertakkan giginya pelan. “Dia bocorkan rahasianya untuk Nicholas?”
Max mengangguk. “Dia pikir Nicholas akan memilihnya. Meninggalkan segalanya untuknya. Tapi beberapa minggu setelah tender itu jatuh ke tangan Nicholas, Luna melihat fotonya di media. Bukan sebagai pengusaha muda sukses, tapi sebagai suami dari wanita lain."
“Laura?”
“Ya.” Max mendengus lirih. “Saat itu Luna menghilang dari rumah. Aku sedang di luar negeri. Ayah menyembunyikan hal ini dariku. Semua terungkap setelah Luna kabur dari rumah. Kami menemukannya dua hari kemudian. Mobilnya terguling masuk jurang dalam perjalanan pulang dari vila tempat dia biasa menenangkan diri. Tidak ada tanda bunuh diri, tapi… aku tahu, dia tidak fokus. Pikirannya hancur.”
Ren menatap gelasnya sendiri. Tak bersuara.
“Dan ayahmu?” Ren bertanya akhirnya.
“Tidak lama setelah itu, beliau kena serangan jantung saat sedang rapat darurat. Dua kehilangan dalam satu bulan. Dan Nicholas bahkan tidak tahu—atau pura-pura tidak tahu. Dia hanya terus naik… dan kami terbenam.”
Max mendongak. Matanya dingin, tapi juga lelah.
“Dan sekarang aku melihat istrinya. Wanita yang mungkin tidak tahu apa pun. Tapi tatapan matanya… sama kosongnya seperti Luna di hari-hari terakhirnya.”
Ren tidak menjawab. Hanya meneguk minumannya perlahan, lalu berkata pelan, “Kamu ingin membalas… atau menyelamatkan?”
Max menoleh, menatap jauh ke arah lampu kota yang berpendar seperti bintang-bintang palsu. Di balik sorot matanya, ada luka yang tak pernah sembuh. Ia menggenggam gelasnya lebih erat, lalu menghela napas panjang.
"Aku belum tahu. Tapi salah satu dari kami pasti akan hancur di akhir cerita ini."
"Klienku menginginkan kehancuran Laura."
Max menggeleng pelan, suaranya nyaris seperti bisikan, "Jika dia hancur, apakah aku masih bisa menyelamatkannya."
"Max... Tujuanmu mulai mengabur. Kuingatkan padamu, kamu punya..."
"Aku tahu." Max menyela, lalu meneguk minumannya dengan kasar.
Thor boleh aku kirim rudal Israel buat mereka,kelamaan nunggu mereka hancur,menangis,menyesal dan tak berani menampakkan giginya depan umum.viralkan Thor🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
geram aku sama kalian sejak dipaijo,digantung lagi hingga menghilang.untung kutemukan kalian disini,tempat neraka kalian
aku harap🙏🏻🙏🏻Niko menyesal dan sangat menyesal atas dosanya dan membawa kehancurannya,Badas Thor disini jangan nanggung
berat amat hidup Laura Thor sejak di Paijo sampai pindah sini masih begini😭😭😭😭kamu tega Thor,apakah kamu sekongkol sama Shella dan Niko juga max???