LDR KATANYA BERAT!!
Tapi tidak bagi Rion dan Rayna. Ini kisah mereka yang berusaha mempertahankan hubungannya apa pun masalah yang mereka hadapi.
Tapi bagaimana jika masa lalu yang menggangu hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
Suara mobil menderu dari luar rumah. Tak perlu mengintip pun Rayna sudah tahu siapa pemiliknya. Pasti Ayah, laki-laki yang hampir tak pernah pulang ke rumah karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya yang menumpuk di luar kota. Rayna menutup layar ponselnya, bangkit dari duduk di kasur dan berjalan ke luar kamar.
Tak lama, terdengar suara langkah berat. Dan pintu rumah terbuka, menampilkan sosok laki-laki berpakaian abu-abu dan celana hitam. Di kedua tangannya terdapat dua paperbag berukuran kecil. Hadiah untuk kedua putrinya.
"Macet yah?" Raya bertanya saat Ayah duduk di sofa ruang tamu.
"Lumayan macet tadi—tapi jadinya sekalian mampir dulu beliin kalian sesuatu"
Rayna masih berada di depan kamarnya, memperhatikan interaksi Raya dan juga sang Ayah. Terlihat sangat dekat, seperti seorang Ayah dan anak perempuan pada umumnya.
Raya melirik heran. "Ngapain lo diem di situ, jadi penjaga pintu?!"
Rayna melangkah pelan, menghampiri kedua orang yang sedang duduk di satu sofa. "Berisik lo!"
"Gimana? Kapan mau kenalin pacar kamu sama Ayah?" tanyanya sedikit bercanda.
"Nanti kayanya yah," jawab Rayna canggung. Terlihat dari ekspresi wajahnya yang tak senang saat ini.
"Ayah gak akan larang kalian," ucapnya sambil menyalakan sebatang rokok. "siapa pun laki-laki yang kalian pilih—kalo emang menurut kalian baik pasti Ayah dukung."
Raya tersenyum senang. Seperti mendapat lampu hijau untuk menjalin hubungannya dengan Leon lebih jauh. "Iya yah, Raya yakin kalo Leon beneran sayang sama Raya, dan selama ini dia gak pernah nyakitin Raya."
Asap rokok mulai menguasai udara. Tapi tak ada satu pun yang keberatan dengan keadaannya. Hal normal yang terjadi ketika sang Ayah berada di dalam rumah.
Dan itulah satu hal yang membuat Rayna ingin membuat Rion berhenti menghisap nikotin. Tak masalah jika hanya merugikan diri sendiri, tapi ia tak suka sikap egois para perokok.
"Besok kalian siap-siap pagi ya!" perintahnya dengan suara berat.
"Emangnya kita mau ke mana?" tanya Raya antusias. Berjalan dengan sang Ayah adalah momen yang selalu raya tunggu.
"Ayah mau ajak kalian ketemu temen Ayah."
"Temen ayah yang mana?"
"Om Niken dan anaknya." Raya mengangguk saja, berlagak tahu dengan orang yang dimaksud.
"Jangan terlambat ya!" ucapnya memperingati.
Raya melirik sang Ayah. "Tapi kita bawa mobil sendiri kan?"
"Ya, Ayah bawa mobil sendiri," jawab sang Ayah mengangguk singkat.
Raya menghela napas lega. "Bagus deh yah."
"Kalo kamu mau ajak pacarmu sekalian juga boleh Raya," ucap Ayah. Satu tangannya menepuk pelan puncak kepala Raya.
"Boleh yah?" Raya bertanya dengan ragu. Ia pikir besok akan menjadi hari keluarga—semacam liburan tanpa ada kehadiran orang lain diantara mereka.
"Boleh aja kalo dia mau ikut, tapi bawa kendaraan sendiri."
Raya tersenyum senang, tak seperti Rayna yang semakin cemberut mendengarnya. Tak adil sekali rasanya jika Raya tetap jalan bersama Leon, sedangkan dirinya tak bisa bertemu Rion. Dan lagi, suasana macam apa ini? Ia merasa tak punya dialog percakapan, bahkan untuk sekedar basa-basi. Menimbrung obrolan mereka pun rasanya tak bisa.
Raya tersenyum senang. "Yaudah, nanti Raya ajak Leon sekalian yah."
"Emang perginya ke mana?" tanya Rayna pada akhirnya.
"Ke tempat main."
Pagi-pagi sekali, Raya harus sibuk mengetuk-ngetuk pintu kamar sang adik yang sejak tadi tak juga membuka pintunya. Seharusnya mereka berangkat pukul enam pagi. Tapi sudah jam lima lewat Rayna masih belum juga bangkit dari atas kasurnya.
Lelah sekali menjadi seorang kakak. Sejak pukul empat tiga puluh Raya bersiap dan memasak sarapan untuk orang rumah, sedangkan adiknya masih menyelam di alam mimpi. Mungkin tersesat saat akan kembali ke dunia nyata.
"Na!" panggil Raya yang kesekian kalinya.
"Gua udah bangun kak!" teriak Rayna dari dalam kamar. Tubuhnya masih setia memeluk boneka.
"Langsung mandi! Jangan tidur lagi. Nanti kita terlambat Na!" teriak Raya yang sudah lelah dengan sang adik.
"Iya kak, bacot banget deh," balas Rayna dari dalam kamar.
"Kenapa?" tanya pria dewasa yang berada di rumahnya, yang tak lain adalah sang Ayah. Ia menepuk pundak Raya pelan.
"Rayna tuh yah! Dia gak pernah bisa kalo bangun pagi. Harus terus Raya yang teriak-teriak"
Ayah mengerutkan keningnya, sedikit terkekeh. Terlalu jarang berada di rumah, sampai tak tahu jika salah satu putrinya susah bangun pagi. "Masa sih?"
"Coba aja Ayah yang bangunin!" suruh Raya.
Sang ayah mengetuk pintu kamar Rayna dua kali. Diketuk dengan perlahan, tak seperti ketukan yang biasa dilakukan Raya. "Rayna! Kita berangkat langsung." ucapnya sedikit berteriak.
Kali ini berbeda. Rayna refleks bangkit dari kasurnya tanpa aba-aba. Membuatnya berdiri tak seimbang. Terlalu kaget berkat suara berat yang memanggilnya. Ia baru ingat jika hari ini akan pergi bersama Ayahnya.
"I-iya yah, ini Rayna lagi siapin... baju dulu," jawab Rayna tak jelas, sibuk membuka lemari baju di dalam kamar dengan kepala yang sedikit pusing.
"Jangan lama ya!"
terus ortua mereka jg blm d jelasin ya kk ?