NovelToon NovelToon
Ashes Of The Fallen Throne

Ashes Of The Fallen Throne

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Barat
Popularitas:861
Nilai: 5
Nama Author: Mooney moon

Perjalanan seorang pemuda bernama Cassius dalam mencari kekuatan untuk mengungkap misteri keruntuhan kerajaan yang dulu merupakan tempat tinggalnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mooney moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mengenal seluk-beluk kuil

Balmuth mengangguk pelan. “baik.” jawabnya dengan singkat, suaranya dalam dan berat, sebelum melangkah menuju arah lain untuk melanjutkan pekerjaannya.

Nifrak, dengan gerakan gesit dan ekspresi serius. “siap.” lalu segera bergegas melanjutkan tugasnya bersama Balmuth.

Sementara itu, Mulgur tetap duduk di tempat, matanya tetap tertuju pada Jormund. “Aku akan tetap di sini, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu.” Katanya dengan suara yang lebih serius kali ini.

Jormund, yang sudah cukup paham, hanya mengangguk. “Tentu, kita akan bicara setelah ini.” Dengan itu, ia memberi isyarat kepada Cassius dan Vala, yang sudah siap untuk berkeliling. “Kalian bisa mulai dulu. Mulgur akan segera menyusul.”

Semua pun melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing, meninggalkan Mulgur dan Jormund yang masih berada di tengah ruangan terbuka tempat diskusi. Cassius mengikuti Vala yang berjalan cepat, merasa ada banyak hal yang perlu ia ketahui dari tempat ini.

Cassius melirik ke arah Mulgur dan Jormund yang masih duduk di ruang pertemuan utama, sepertinya bersiap untuk pembicaraan mereka sendiri. Namun, perhatiannya segera kembali tertuju ke Vala yang kini berjalan di depannya, tampak siap menjalankan tugasnya.

"Baiklah, ayo kita mulai." kata Vala dengan nada tegas, lalu berbalik menoleh ke depan dan lanjut berjalan.

Cassius mengikutinya, melangkah melewati lorong besar kuil yang diterangi nyala api merah gelap di obor-obor batu. Saat mereka berjalan, Cassius memperhatikan lebih dekat ukiran-ukiran naga yang menghiasi dinding. Beberapa masih utuh, sementara yang lain terkikis waktu, menyisakan bentuk yang hampir tak bisa dikenali. Langkah mereka bergema pelan di lantai batu yang dingin, menambah kesan sunyi di tempat ini.

"Jadi, apa kau cukup sering melakukan ini?" tanya Cassius, mengangkat alis. "Menjadi pemandu bagi orang luar?"

Vala menoleh sekilas, ekspresinya tetap serius, tapi ada sedikit keengganan dalam sorot matanya. "Tidak. Kau yang pertama."

Cassius mengangkat alis dengan canggung. "Ooh.. , begitu ya..."

Vala tidak menjawab dan hanya menghela napas. Meskipun sebenarnya dia juga tau kalau suasananya terasa sangat canggung diantara mereka, dia bersikap seperti ini karena memang bersosialisasi bukanlah keahlianya. Selama ini dia hanya mengerjakan tugas yang diberikan oleh Jormund yang berlaku sebagai kepala pendeta saja.

Setelah berjalan sebentar melewati lorong, akhirnya Vala berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu batu besar yang sudah separuh terbuka. Ia mendorong separuh bagian lagi dengan sedikit tenaga, dan pintu itu bergeser dengan suara berat, membuka jalan yang lebih lebar ke dalam ruangan. Meski berukuran lebih kecil dibandingkan aula pertemuan utama, tetapi tempat ini terasa lebih sakral.

"Ini adalah ruang persembahan," kata Vala singkat, melangkah masuk lebih dulu.

Cassius mengikutinya, matanya langsung menyapu seluruh ruangan. Cahaya dari obor di dinding tidak cukup menerangi semuanya, membuat beberapa sudut terlihat lebih gelap dan misterius. Di tengah ruangan, terdapat meja batu besar, penuh ukiran naga dalam berbagai pose—beberapa tampak seperti sedang berdoa, sementara yang lain mengaum dengan mulut terbuka, seolah melindungi sesuatu.

Di atas meja itu ada beberapa wadah batu yang disusun rapi. Beberapa di antaranya tampak kosong, sementara yang lain masih berisi sesuatu seperti abu, pecahan tulang, atau benda-benda yang sudah terlalu lama ditinggalkan hingga sulit dikenali.

Cassius berjalan mendekat, meneliti salah satu wadah dengan jemarinya. "Apa yang biasanya diletakkan di sini?" tanyanya, memecah keheningan.

"Persembahan untuk leluhur, untuk para Draconian yang telah tiada, baik yang tiada karena usia atau bahkan untuk mereka yang telah gugur dalam pertempuran. " jawab Vala. Ia berdiri di sisi lain meja, matanya menatap abu di dalam salah satu wadah. "Dulu, persembahan sering dilakukan di sini. Makanan, senjata, atau benda berharga lain yang dianggap layak diberikan kepada mereka yang telah pergi."

Cassius mengangkat alis. "Dulu?"

Vala mengangguk pelan. "Sekarang, kami hanya melakukanya sesekali sebagai pengingat. Lagipula orang-orang yang sering melakukanya juga sudah tiada"

Cassius lalu meneliti lebih jauh ruangan itu. Di bagian belakang, berdiri sebuah meja batu besar dengan simbol naga yang terukir di permukaannya, masing-masing menghadap ke arah tengah, di mana terdapat cekungan bundar yang tampaknya pernah menampung sesuatu..

Vala berjalan ke sisi meja, tangannya meluncur di atas ukiran naga tanpa menyentuhnya. "Ini adalah tempat untuk mereka yang memutuskan berkomitmen untuk menjadi bagian dari pengikut para naga."

"Jadi ini bukan hanya tempat mempersembahkan sesuatu untuk yang sudah mati, tetapi juga tempat untuk mereka yang akan bergabung jadi bagian dari kuil?" Tanya Cassius sambil memperhatikan Vala

"Ya. Di sini, seseorang yang ingin benar-benar menjadi bagian dari kami akan menjalani ritualnya. Mereka akan bersumpah setia, dan api di tengah meja ini akan membakar persembahan mereka sebagai tanda penerimaan. Lalu setelah orang itu diterima, para tetua akan memintanya untuk melakukan ritual khusus".

Cassius mengerutkan dahi “Ritual khusus?”

“Ritual untuk memurnikan tubuh fisik sebagai seorang Draconian sejati” Jelas Vala lebih lanjut. Lalu Vala ikut melangkah mendekat. " Dulu, tempat ini selalu dipenuhi suara doa dan nyanyian. Para tetua akan memimpin do’a, dan bara di altar ini akan menyala lebih terang."

Cassius menyentuh permukaan altar dengan ujung jarinya. Batu itu dingin, tidak seperti meja utama yang sedikit hangat karena bara api di luar. "Apa yang membuat bara itu menyala lebih terang?"

Vala terdiam sejenak sebelum menjawab, "Keyakinan. Semakin banyak yang percaya dan berdoa, semakin kuat pula api di altar ini. Namun karena jumlah kami yang sekarang, tempat ini juga jadi lebih jarang digunakan."

Cassius hanya bisa merespon ucapan Vala dengan sedikit mengangguk pelan beberapa kali.

Mereka keluar dari ruang persembahan dalam diam. Bara api di obor masih memancarkan cahaya redup yang menari di dinding batu, menciptakan bayangan Vala dan Cassius yang bergerak perlahan menyusuri koridor yang setengah runtuh. Mereka lalu berbelok ke arah kiri, melewati lengkungan dinding batu besar yang sebagian tertutup sulur dari tanaman merambat yang sudah tua. Begitu melewatinya, lorong mulai terbuka, dan cahaya dari luar masuk lewat celah-celah langit-langit yang runtuh.

"Ke sini," ujar Vala, melangkah lebih cepat. "Aku akan menunjukkanmu tempat kami berlatih."

Beberapa langkah kemudian, Cassius menemukan dirinya berdiri di area terbuka dengan tanah keras di bawah kaki dan sisa-sisa reruntuhan yang membentuk batas area. Tak ada atap di atas mereka, hanya langit kelabu dan angin yang lewat dengan perlahan.

Cassius melangkah masuk melewati tanah kering yang mengeras di bawah kakinya, mengikuti Vala menuju area terbuka yang berada di dalam kuil itu. Tempat ini cukup luas, dengan beberapa tanda bekas pertempuran di sana-sini. Tanah yang tergores dalam, lubang-lubang kecil akibat hentakan kuat, dan beberapa batang pohon yang berukuran sangat besar ditancapkan tegak sebagai target latihan.

1
Mưa buồn
Semangat thor, jangan males update ya.
Kovács Natália
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
yongobongo11:11
Gak sabar nih thor, gimana kelanjutan cerita nya? Update yuk sekarang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!