Wijaya Kusuma adalah putra kepala desa dari sebuah desa terpencil di pegunungan, dia harus menggantikan posisi ayahnya yang meninggal dunia sebelum masa jabatannya selesai. Sesuai dengan peraturan adat, anak lelaki harus meneruskan jabatan orang tuanya yang belum selesai hingga akhir masa jabatan.
Masih muda dan belum berpengalaman, Wijaya Kusuma dihadapkan pada tantangan besar untuk menegakkan banyak peraturan desa dan menjaga kehidupan penduduk agar tetap setia pada adat istiadat para leluhur. Apakah Wijaya Kusuma mampu menjalankan amanah ini dan memimpin desanya dengan bijaksana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minchio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Raja Monyet
Wijaya Kusuma perlahan membuka matanya, dia terbangun oleh cahaya mentari yang menyusup melalui celah-celah dedaunan dan menyinari kelopak matanya. Wijaya melihat sekeliling, dia mulai menyadari si macan besar yang tidak ada di dekatnya. Dengan kebingungan dan badan yang masih terasa lemah, dia mencoba berdiri dan berjalan ke arah depan, menuju area terang yang tak tertutupi dedaunan.
Pandangannya menyapu sekeliling, "ke mana perginya macan besar itu?" Ucapnya pelan. Ia mengingat kembali sentuhan bulu halus dan tatapan tajam macan besar itu, kini yang jadi pertanyaanya adalah: Apakah hewan itu mahkluk halus, jika benar mahkluk halus kenapa Wijaya bisa menyetuh wujudnya. Pertanyaan lain lalu muncul di benak Wijaya Kusuma: jika macan besar itu hewan asli, kenapa dia tidak muncul di siang hati.
Untuk menjawab kedua pertanyaan itu, Wijaya mencoba berjalan dan melihat sekeliling, mencari jejak yang ditinggalkan oleh si macan besar, namun meskipun sudah memeriksa dengan teliti di sekitar dia terbaring, tidak ada satu pun jejak kaki dan tanda-tanda keberadaan macan itu. Di tengah rasa penasaran itu, suara burung berkicau kencang, Wijaya lalu melihat ke arah sumber suara, terlihat seekor burung cantik dengan bulu berwarna kuning berkicau menatap Wijaya.
"Apa kamu tahu sesuatu tentang macan besar itu? Burung, kamu ingin memberitahu sesuatu ya?" tanya Wijaya disertai tawa kecil seolah pertanyaan itu hanya untuk menghibur dirinya sendiri. Sekarang, rasa lapar mulai terasa menyiksa, tubuhnya seolah memberi tanda jika Wijaya harus segera mengembalikan energinya dengan memakan sesuatu, Wijaya melihat sekeliling berharap bisa menemukan buah-buahan.
"Aku harus menemukan sesuatu untuk dimakan,'' ucap Wijaya Kusuma melangkah menjauh dari burung kuning tadi. Setelah berjalan agak jauh, matanya melihat sebuah tanaman buah beri, tangan kekarnya yang lemah memetik beberapa buah beri. Dia lalu duduk dan memakan beri itu.
"Ini cuku manis, setidaknya bisa mengganjal perut, Ah, andai saja ada pisang,'' saat Wijaya Kusuma berharap bisa memakan pisang, tiba-tiba, dari arah atas, jatuh sebuah pisang menimpa kepalanya. Wijaya kaget melihat penampakan pisang dengan kulit berwarna kuning dan bercak kecoklatan. Wijaya meraih pisang itu dan melihat ke arah atas, "dari mana datangnya pisang ini?" tanyanya heran.
Wijaya melihat pisang di tanganya, perutnya kembali keroncongan, namun dia sedikit takut untuk memakan buah pisang itu, dia takut buah pisang itu datang dari alam gaib dan malah membawa masalah baru. Apalagi jika benar datang lagi dedemit, dia bingung harus melawannya dengan cara apa, tubuhnya masih lemah, apalagi si macan besar juga menghilang.
Wijaya Kusuma berdiri lalu melempar pisang itu ke tanah, dia mencoba melangkahi buah pisang itu, sesuai kepercayaan adat di desanya, yang mengatakan jika makanan di langkahi terlebih dahulu, maka akan menghilangkan segala bentuk sihir yang ada di dalam makanan tersebut. Setelah mencobanya, Wijaya mengupas kulit pisang dan melahap habis pisang itu.
Saat Wijaya Kusuma memakan pisang itu, terdengar bunyi riuh dari dalam semak-semak, seketika muncul segerombol monyet yang seolah tertawa dan mengejeknya. Wijaya lalu melempar pisang itu dan mengusir para monyet, "Hei anak muda, di mana sopan santunmu, kami sudah memberi pisang tapi kau malah membuangnya!" Wijaya Kusuma menoleh ke belakang, dia kaget melihat seekor monyet dengan mahkota berdiri menatapnya.
"Hei, siapa tadi yang berbicara?" Tanya Wijaya.
"Aku, Raja Monyet Hutan ini,'' jawab si Raja Monyet.