Tiga tahun menikah, Zalea belum kunjung memiliki keturunan. Sang mertua yang kurang bersahabat dengannya semakin memperlihatkan wajah ketidaksukaan terhadap Lea.
"Nikahi saja Karmila, Zain. Kamu punya alasan kuat untuk menikah lagi. Karena istrimu itu tidak bisa memberikan keturunan buat keluarga kita."
Dunia Lea seketika hancur saat mendengar ungkapan sang mertua. Namun, seberkas cahaya langsung muncul. Tapi sayang, takdir seolah sedang mempermainkannya. Saat dia mendapatkan kabar bahagia, kabar buruk malah menyusul dibelakangnya. Kabar buruk datang sebelum ia bisa membagikan kabar bahagia yang dia punya dengan siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 33
Leah pun langsung menganti bajunya dengan piyama. Setelahnya, dia datangi kamar si buah hati yang saat ini sedang berada di atas ranjang untuk menunggu dirinya membacakan dongeng.
Namun, belum pula sempat Leah melakukan apa yang ingin ia lakukan, dering ponsel langsung mengalihkan perhatian Leah dari niatnya itu. Dengan malas, Leah melirik ponsel yang ada di atas nakas.
Nomor baru tertera di sana. Awalnya, dia ingin mengabaikan panggilan itu. Tapi sepertinya, orang yang sedang menghubunginya itu sedang sangat membutuhkan dirinya sekarang. Terlihat dari cara si penelpon yang berulang kali menghubungi Leah tanpa jeda.
"Siapa sih, Ma? Udah malam juga," ucap Zaki dengan raut sedikit ingin tahu.
Leah sudah terbiasa dengan sikap anak-anaknya yang memang selalu ingin tahu apapun yang sedang ia lakukan. Entah karena terlalu perduli atau karena mereka sudah di didik harus perduli dengan mama mereka yang hanya mama tunggal selama ini. Singkatnya, anak-anak itulah yang membuat Leah merasa punya kasih sayang yang lengkap dalam sebuah keluarga.
"Ma."
"Iya."
"Siapa?" Zaka pula angkat bicara.
"Gak tahu, Sayang. Nomor baru. Mama angkat dulu yah. Mana tahu orangnya ada hal mendesak yang ingin dibicarakan sama mama."
"Iya, deh. Angkat aja, Ma. Gak papa."
"Iya, ma. Tapi jangan lama-lama yah. Kita udah nungguin mama sejak tadi lho. Waktu mama buat kita lagi nih sekarang." Zaki pula angkat bicara.
"Iya-iya, anak mama. Kalian memang kesayangan mama, Nak."
"Bentar yah."
Leah pun langsung menggeser bulatan hijau yang saat ini sedang ada dilayar ponsel miliknya. "Iya, halo."
Brak! Prak! Bunyi-bunyi benda berjatuhan. Lalu, sebuah teriakan melengking yang menyayat hati terdengar. Leah yang sedang menempelkan ponsel ke kuping pun langsung di buat kaget karena bunyi-bunyi tersebut.
"Halo, siapa ini?"
"Leah! Ini mama. Tolong mama, Leah!" Suara histeris sang mertua terdengar dengan sangat jelas.
"Mama."
"Leah ...!" Teriakan melengking dengan disusul tangisan meraung dari belakang terdengar dengan sangat jelas. Dan Leah sangat kenal pula siapa pemilik dari suara itu.
"Mas Zain." Leah berucap pelan.
"Leah. Zain mengamuk sekarang. Tolong mama, Leah. Mama tidak bisa menenangkan dia. Bi Inah juga sedang terluka sekarang, Leah. Tolonglah," ucap sang mertua sambil menangis terisak.
"Ya Tuhan. Mama tenang dulu. Aku ke sana sekarang."
"Cepat, Leah. Di sini tidak hanya bi Inah yang terluka. Zain juga. Tapi kami tidak bisa mendekatinya, Leah."
"Iya, Ma. Iya. Aku datang sekarang."
Panggilan itu langsung mereka akhiri. Leah dengan wajah panik bergegas ingin meninggalkan kamar si kembar. Namun, cepat Zaki memanggil sang mama sambil turun dari tempat tidurnya.
"Mama. Mau ke mana?"
"Sayang. Maafkan mama. Ada hal mendesak yang harus mama urus. Kamu tunggu di rumah sebentar sama tante dan kakakmu yah."
"Tapi, Ma."
"Zaka. Jaga adikmu yah. Mama percaya kamu bisa mama andalkan."
"Baik, Ma."
"Ma."
"Zaki. Ayolah. Jangan manja. Mama harus menyelesaikan urusannya sekarang."
"Tapi, kak. Urusan apa yang sangat penting bagi mama selain kita? Selama ini, kerjaannya saja tidak lebih penting dari kita, bukan?"
Zaka terdiam sejenak. Tiba-tiba, ia ingat sebuah nama yang mamanya panggil saat telepon masih tersambung tadi. Satu nama yang sama dengan nama yang mamanya panggil ketika menangis waktu itu.
"Zaki, jangan-jangan, itu papa lagi."
"Papa?" Wajah penasaran bocah lima tahun itu terlihat dengan sangat jelas.
"Kakak bilang papa? Kita masih punya papa?"
"Ya ... kakak gak tahu pasti. Tapi dari pembicaraan tante Dita dengan om Rafa kemarin sore, aku bisa menyimpulkan kalau kita masih punya papa, Zak. Papa kita masih hidup dan papa kita ada di kota ini."
"Kakak yakin? Jika iya, aku juga ingin bertemu papa. Karena semua anak yang seusia kita punya papa, bukan?"
"Ya ... hm."
"Baiklah kalau gitu, karena mama tidak ingin ajak kita pergi, kita minta tante Dita ikuti ke mana mama pergi. Mungkin saja tebakan kakak itu benar. Mama bertemu papa."
"Tapi .... Hei!"
Di sisi lain, Leah sedang terburu-buru memanggil Dita yang sedang berada di kamarnya. Pakaiannya sudah dia ganti lagi sekarang.
"Kak. Mau ke mana?"
"Dit, kaka nitip Zaka dan Zaki. Kakak harus segera pergi ke rumah mas Zain untuk melihatnya."
Wajah bingung Dita tak bisa gadis itu sembunyikan lagi sekarang.
"Mas ... Zain?"
"Anu, nanti saja kakak ceritakan, Dita. Sekarang sudah tidak ada waktu. Kakak harus pergi sekarang."
"Iy-- iya. Hati-hati, kak."
"Hm."
Gegas Leah menuju mobil yang di mana pak sopir sudah menunggunya di dalam. Leah pun langsung meminta si sopir menjalankan mobil dengan cepat.
Setelah mobil Leah berjalan, Dita yang baru ingin menuju kamar si kembar malah dikagetkan dengan kemunculan dua anak Leah yang kini sudah siap dengan jaket yang melekat di tubuh kedua anak tersebut.
"Kalian .... " Bingung Dita dengan apa yang matanya lihat sekarang. "Mau ke mana?"
"Tante. Zaki mohon untuk tante antar kan kami ke rumah papa sekarang juga. Kami juga ingin bertemu papa."
"Hah? Apa maksudnya semua ini?"
"Aduh, biar aku yang jelaskan." Zaka berucap pada adiknya.
"Tante Dita yang sangat cantik. Tolong antar kan kami ke rumah papa. Aduh, bukan itu. Tolong bawa kami mengikuti mama sekarang juga. Kami yakin, mama sekarang sedang dalam perjalanan menuju rumah papa. Jadi, tolong ya tante, bawa kami bertemu papa."
Dita langsung tersenyum lebar.
"Manis sekali bibirmu bicara dengan tante, Zaka. Ish, kalau ada maunya aja kamu yah."
Sontak, Zaki langsung meraih tangan Dita dengan cepat. "Ayolah, tante. Tolong kamu. Kami ingin segera bertemu papa."
"Eee ... tapi .... "
"Tante. Ayo!"
Tidak bisa menolak permintaan anak kembar Leah dengan mata beling-beling bercahaya itu, Dita hanya bisa pasrah. Dia lepas napas berat sambil menatap kedua wajah penuh harap dari si kembar.
"Iya, baiklah. Tante akan bantu kalian untuk bertemu papa kalian. Tapi, kita harus minta bantuan om Rafa terlebih dahulu. Soalnya, tante gak berani bawa kalian berkeliaran di luar malam-malam. Jadi, kita harus minta bantuan om Rafa dulu."
"Oke, tante. Ayo cepat lakukan," ucap Zaki penuh semangat.
"Ya elah. Sabar dong, pangeran."
"Bentar, tante hubungi om Rafa dulu."
Satu kali panggilan Dita layangkan, Rafa langsung menjawabnya dengan cepat.
"Halo, Dita. Ada apa?"
Dita pun langsung menceritakan tujuannya menghubungi Rafa. Tanpa pikir panjang, Rafa langsung menerima permintaan Dita untuk mengantarkan mereka ke rumah Zain.
"Oke. Kalian tunggu di rumah. Aku gerak sekarang."
"Makasih, om." Si kembar menjawab serentak.
"Ish, ada maunya aja manis banget." Goda Dita pada si kembar.
"Yah. Namanya juga anak-anak, Dit."
"Ya sudah, aku ke sana sekarang."
"Ya."
pst sdih y kk....ttp smngt.....
bahagia menantimu zain...🥰🥰🥰
nyesek.....
pgn nangis rsanya....ksian bgt y zain,dia bnr2 mndrta...d otaknya cma ada leah doang,yg lainnya dia lupa.....mga aja zain cpt smbuh...ada ank2 jg yg bsa bntu dia....
.semoga suatu saat klian bs bersatu kmebli menjdi kel yg sakinah