Zella, gadis bar-bar yang baru berumur 19 tahun, sekaligus pemilik sabuk hitam karate. dia terkenal di kalangan anak seusianya karena memiliki sifat ceria dan blak-blakan serta tak kenal takut.
Hingga suatu hari saat dia hendak berangkat ke tempat latihannya, dia tersandung batu dan membuat tubuhnya nyungsep ke dalam selokan dan meninggal di tempat.
Zella kira dia akan masuk ke dalam alam baka, namun takdir masih berbaik hati membiarkan dia hidup meski di tubuh orang lain.
Zella bertransmigrasi ke dalam novel yang sudah lama dia baca, dan menjadi tokoh antagonis yang selalu menyiksa anaknya.
Akankah Zella mampu mengubah sebutan 'Penjahat' pada dirinya? dan meluluhkan hati anaknya yang sudah di penuhi dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
...Dia bukan hilang, dia hanya kembali ke tempat yang semestinya. karena kau telah gagal menjadikannya semesta mu....
...>Zella <...
...☠️☠️☠️...
"Jangan, JANGAN BUNUH MEREKA!"
Teriakan melengking dari Zella, membuat Arzen terbangun dari tidurnya. Dia mengguncang kedua pundak Zella, berusaha untuk membangunkannya.
"Mom, bangun. Mommy!"
Degh.
Zella membuka kedua matanya, dia melihat Arzen berdiri di sampingnya dengan wajah cemas. Zella melihat sekeliling dia baru menyadari jika kini sedang berada di dalam kamar.
"Arzen,"
"Ya, Mommy mimpi apa? Kenapa Mommy berteriak histeris,"
Zella terdiam sesaat, mimpi tadi sangat terasa nyata. Bahkan jantungnya masih berdebar cepat, Zella merasa tidak asing dengan mimpi itu namun dia tidak tahu siapa orang-orang tersebut.
"Mom," panggil Arzen lagi.
Zella menoleh, dia tersenyum lembut, "Apa kamu yang memindahkan Mommy?"
Arzen mengangguk, "Tadi Mommy pingsan di depan pintu, apa Mommy sakit?"
"Nggak, Mommy baik-baik aja Sayang. Makasih udah jagain Mommy,"
Arzen mengangguk, mereka sempat berbincang sebentar. Lalu Arzen memilih kembali ke dalam kamarnya terlebih hari sudah sangat larut malam.
Selepas kepergian Arzen, Zella masih tak bisa tidur. Dia menebak-nebak mengapa mimpi mengerikan itu datang padanya. Zella berdecak sebal ketika tidak menemukan jawaban dari pertanyaan barusan, dia menarik selimut hingga menutupi lehernya.
"Banyak banget misteri sih, bikin pusing kepala gue aja!" gerutu perempuan itu, dia kembali mencoba memejamkan kedua matanya.
Setengah jam kemudian, Zella mulai tertidur kembali. Dengkuran halus terdengar dari perempuan tersebut.
...***...
Sinar matahari mulai menyusup masuk ke dalam sela-sela jendela kamar Zella, perlahan perempuan itu menggeliat di balik selimut tebal. Dia mengucek kedua matanya, Zella mulai melepas selimut dan turun dari ranjang. Hari ini merupakan hari ulang tahun Zion, dia tidak sabar ingin mengejutkan pria itu.
Zella berjalan ke kamar mandi, dia memulai ritual mandinya sambil bersenandung riang. Selang lima belas menit kemudian, Zella kembali keluar dengan mengenakan handuk besar yang menutupi tubuh. Dia berjalan menuju lemari dan mulai memilih pakaian, pilihannya jatuh pada dress panjang berwarna hitam.
"Pake ini aja deh," ujar perempuan itu.
Beberapa saat kemudian, Zella telah selesai memakai baju. Dia mengambil ponsel lalu mengirim pesan pada Ziven, setelahnya dia keluar dari kamar dan menuju kamar Arzen.
Tok.
Tok.
Tok.
Ceklek.
"Pagi, Mom," sapa Arzen setelah pintu terbuka.
"Pagi Sayang, udah mandi hm?"
Zella memperhatikan rambut Arzen yang nampak masih basah, pemuda itu bahkan belum mengenakan pakaian atasnya dia baru mengenakan celana panjang berwarna hitam.
Arzen mengangguk, dia mempersilahkan Zella masuk ke dalam kamarnya. Suasana kamar Arzen terkesan kalem, wangi bunga Lavender menyusup masuk ke dalam indra penciuman Zella.
"Kamu suka bunga lavender, Zen?" tanya Zella ketika melihat satu pot bunga lavender di meja belajar.
"Ya, bunga itu wanginya enak." Sahut Arzen, dia tengah memilih baju di dalam lemari.
Zella mengangguk paham, dia lalu duduk di sofa sambil menunggu putranya selesai berpakaian. Zella mengamati ruangan tersebut, tatapannya terpaku pada pigura berukuran sedang yang ada di rak buku.
Senyum tipis terlihat di wajah Zella, pigura itu menampilkan foto dirinya dan Arzen yang saling tertawa bersama. Foto tersebut di ambil dua hari setelah mereka berbaikan.
"Mom, mau turun sekarang?" tanya Arzen sambil mendekat ke arah Zella.
Zella mengangguk, acara kali ini Zion hanya mengundang rekan bisnis terdekatnya saja. Di mansion itu tidak ada dekor mewah seperti tahun-tahun sebelumnya. Semua terlihat sama saja seperti tidak ada acara penting, hanya ada banyak makanan dan desert yang melimpah di atas meja.
Bersamaan dengan munculnya Zella di acara, para rekan bisnis Zion mulai berbondong-bondong menyapa Zella. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Zion bisa melihat wajah istrinya yang terlihat begitu cantik tanpa make up tebal di wajahnya.
Acara ulang tahun itu berjalan lancar tanpa adanya hambatan sedikit pun, para tamu mulai memberikan kado dari yang berukuran kecil sampai berukuran besar tersusun rapi di sudut ruangan. Para tamu menoleh ke arah Zella, mereka seakan meminta perempuan itu menunjukan kado untuk suaminya.
"Nyonya, hadiah apa yang ingin anda berikan pada suami anda?" tanya salah satu rekan bisnis Zion.
Zella tersenyum malu-malu, hal itu membuat para rekan bisnis Zion semakin penasaran dengan hadiah yang akan di berikan perempuan itu.
"Hadiah saya terlalu remeh di bandingkan hadiah dari kalian semua,"
"Itu tidak mungkin, Nyonya. Tuan Zion pasti lebih menunggu hadiah dari anda." Pria tersebut menoleh ke arah Zion, "Bukan begitu, Tuan?"
Zion mengangguk, dia menghampiri Zella tanpa permisi dia meraih pinggang Zella hingga membuat tubuh mereka menempel.
'Ck si brengsek ini minta di geprek!' batin Zella jengkel.
Namun dia tetap menunjukan senyum manis pada para rekan Zion, tak berselang lama terdengar bunyi klakson dari depan rumah mereka.
"Wah itu hadiah saya sudah datang, apa kalian juga ingin melihatnya?" ujar Zella menawarkan.
"Sebuah kehormatan bisa menyaksikan hadiah dari anda, Nyonya." Sahut mereka serempak.
Mereka semua mulai keluar dari rumah menuju halaman, di sana terlihat satu mobil bak berwarna putih terparkir di halaman. Melihat besarnya mobil itu, pikiran Zion sudah di penuhi kebahagiaan. Dia membayangkan banyaknya hadiah yang akan dia terima dari sang istri.
'Ternyata kamu belum berubah, Zel.' Batin Zion tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
Zella mengajak semua orang menuju mobil tersebut, Ziven yang tengah menyamar ikut membantu membukakan pintu mobil bak tersebut. Mereka semua merasa berdebar-debar menunggu hadiah dari Zella, namun begitu pintu terbuka di sana hanya ada tumpukan kertas yang memenuhi mobil tersebut.
"Nyonya kertas apa ini?" tanya salah satu rekan Zion.
Zella mengambil satu kertas tersebut, dia memberikannya pada Zion, "Ayo C-E-R-A-I, Zion Naraga!"
Degh.
Bagaikan mendapat serangan bom, Zion langsung meraih kertas itu dan mulai membacanya. Di sana tertera dengan jelas yang mengatakan jika Zella meminta bercerai dengan nya.
"Zel, apa maksudnya ini?"
"Gue mau kita bercerai! Apa tulisannya kurang besar? Tenang gue udah punya yang lebih besar kok," sahut Zella.
Dia bersiul sekali dan tiba-tiba dua orang bodyguard datang lalu menarik tali yang berada di sisi taman. Sesaat kemudian spanduk besar bertuliskan GUE MAU KITA CERAI tergantung di depan pintu mansion.
Semua orang tercengang melihat spanduk tersebut, di tambah Ziven yang mulai membagikan selembaran kertas di dalam mobil bak itu, sontak semua orang menggelengkan kepala tak percaya. Ternyata semua kertas di dalam mobil bak itu merupakan fotocopy dari surat gugatan cerai milik Zella.
Ziven yang melihat semua orang terdiam seperti patung, merasa kejadian hari ini sangat seru. Dia tidak menyangka Zella bisa memiliki ide sedemikian unik, bahkan sulit di tebak olehnya.
'Lo emang nggak pernah berubah, Zel.' Batin Ziven merasa kagum.