(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Terlalu Jahat
Via baru saja keluar dari ruangan itu, sesaat setelah selesai menyuapi Lyla sarapan bubur. Wira masih setia menunggu di depan, sejak tadi memperhatikan Lyla dari balik jendela.
"Mas ..." panggil Via, membuat sirna lamunan Wira. Ia mendekat pada suaminya itu. "Mas tidak ke kantor?"
"Aku masih mau melihat Lyla. Setelah ini, aku akan ke kantor."
"Aku minta maaf, Mas. Aku belum berhasil membujuk Lyla," ucap Via dengan rasa bersalah.
Wira berusaha tetap tersenyum walaupun hatinya merasa teriris. "Kenapa minta maaf? Aku yang harus banyak minta maaf. Aku terlalu banyak menyakiti kalian," ucapnya sambil membelai wajah Via yang membuat wajah wanita muda itu merona merah.
Sejak semalam, Wira sangat lembut memperlakukannya. Sangat berbeda dengan sikap yang diterimanya selama ini.
"Via ... terima kasih sudah menjaga Lyla selama ini. Kau seorang ibu yang sempurna."
"Tapi Mas mau bersabar menunggu Lyla kan? Lyla memang seperti itu. Dia anak yang agak sensitif. Tapi seiring berjalannya waktu, Lyla pasti bisa menerima Mas Wira."
"Aku akan menunggu. Oh ya, apa kau butuh seseorang untuk membantumu merawat Lyla? Kau pasti lelah menjaga Lyla seorang diri. Aku akan menyewa seorang pengasuh untuk Lyla."
Via menggeleng dengan cepat. "Tidak usah, Mas. Aku bisa menjaga Lyla sendiri. Lagi pula, Lyla agak sulit beradaptasi dengan orang asing."
Betapa lembutnya hatimu, Via. Bodohnya aku yang memperlakukanmu dengan buruk.
"Emm ... Via, bisa kita bicara sebentar?" Wira merangkul Via dan mendudukkannya di sebuah kursi. Sedangkan Wira berjongkok di depannya.
"Ada apa, Mas?" tanya Via.
Wira meraih tangan Via dan menggenggamnya. "Via, aku sadar aku sudah melakukan dosa besar dengan menuduhmu yang bukan-bukan. Aku bahkan merasa tidak pantas meminta maaf darimu. Tapi, aku masih berharap kita bisa memulai segalanya dari awal. kita dan Lyla akan menjadi sebuah keluarga yang sebenarnya. Maukah kau memberiku kesempatan lagi?"
Sejenak Via menunduk. Ia tidak tahu harus menjawab apa, walaupun sudah merupakan hal yang pasti bahwa wanita itu akan memaafkan dan menerima suaminya kembali.
"Via ..." panggil Wira ketika sang istri tak kunjung menjawab. Ia membelai wajah Via dengan kelembutan. Ada seulas senyum tulus di sana. "Tidak apa kalau belum bisa menjawab. Aku akan menunggu."
Wira kemudian meraih sebuah kotak berwarna biru yang berada di sudut kursi itu. "tolong berikan ini untuk Lyla. Tapi jangan sampai dia tahu kalau aku yang memberinya. Dia pasti akan menolaknya kalau tahu boneka ini dari aku."
Via kembali mengangguk, mengusap kotak itu dengan mata berkaca-kaca. Ia masih ingat saat Wira begitu marah, ketika Lyla memainkan sebuah boneka di kamar atas.
Ingatannya menerawang, dulu Lyla sangat mendambakan mainan itu. Namun keadaan ekonomi Via yang hanya seorang karyawan biasa di sebuah butik memaksanya untuk bersabar.
Wira pun mengerti apa yang sedang dipikirkan Via, hanya dengan melihat raut wajahnya. Selama ini ia tidak pernah peduli pada kebutuhan Via dan Lyla, sehingga untuk membeli susu saja, Via harus menjual ponselnya. Wira akhirnya memilih duduk di kursi, dan menyandarkan Via di bahunya.
"Maaf, aku sudah terlalu jahat. Izinkan aku menebus semua kesalahanku," ucapnya diikuti anggukan kepala oleh Via.
Selama beberapa saat, Wira memeluk Via. Hingga panggilan Lyla terdengar dari dalam kamar.
"Bunda ..." panggilnya lagi.
"Iya, Sayang. Sebentar!"
Via mengusap sisa-sisa air mata yang membasahi wajahnya, lalu meraih kotak boneka itu. "Mas, aku mau ke dalam dulu."
"Via, sebentar!" panggil Wira menghentikan langkah kaki Via. Ia mengeluarkan dompet dari saku celana, dan memberikan sebuah kartu pada Via. "Gunakan ini untukmu dan Lyla."
"Aku ada, Mas. Kemarin ayah juga memberi kartu seperti ini."
"Gunakan itu saja. Kau bisa mengembalikan kartu ayah."
Wanita itu pun mengangguk, sebelum akhirnya masuk kembali ke dalam ruangan. Ia mendekat pada Lyla Dengan membawa kotak berisi boneka barbie impian Lyla.
"Lyla, bunda punya sesuatu untuk Lyla," ucapnya sambil menyembunyikan kotak itu di belakang punggungnya.
"Bunda bawa apa?"
"Coba tebak ... bunda bawa apa untuk Lyla."
"Tidak tahu, Bunda."
"Lihat! Bunda habis beli boneka buat Lyla," ucapnya sambil meletakkan kita itu ke pangkuan Lyla. Raut wajah Lyla pun terlihat begitu bahagia.
"Wah, boneka plinsyes. Bunda beliin buat Lyla, ya?"
"Iya, Sayang."
Dengan senyum sumringah, Lyla meminta sang bunda membukakan kotak itu, sehingga ia dapat memainkannya. Walaupun terlihat masih sangat lemah dan pucat, namun Lyla terlihat benar-benar bahagia. Pun dengan Wira, yang kini tersenyum di balik jendela kaca.
*******
_
_
_
_
_
_
"Maaf, Van ... Beberapa hari ini aku tidak ke kantor. Aku ke Bali untuk menemui Shera," ucap Wira sesaat setelah memasuki ruangan sang bos.
"Tidak apa, Wir! Bima sudah memberitahuku. Aku terkejut, saat Bima mengatakan anak perempuan Via adalah anakmu yang dibuang Shera."
"Iya. Masalahnya sekarang Lyla mengalami trauma. Dia akan histeris saat melihatku. Jadi aku hanya bisa mendekatinya saat tidur dan mengawasinya dari jauh."
"Aku ikut sedih."
Walaupun sedih, namun Wira masih berusaha meredam perasaannya. "Ada agenda apa hari ini?" tanyanya.
Ivan melirik jam di pergelangan tangannya, dengan alis yang mengerut. "Setengah jam lagi kita ada pertemuan dengan pihak investor. Aku lega kau datang. Kalau tidak, aku akan pusing sendiri."
"Dasar kau ini!" gerutu Wira. "Kalau begitu ayo kita ke ruang rapat!"
Dua pria yang memiliki ketampanan nyaris sempurna itu pun melangkah beriringan menuju ruang rapat. Sepanjang jalan, Wira terus menceritakan tentang Lyla dan juga Via.
Dan, saat memasuki ruangan, seketika raut wajah Wira menggeram. Betapa tidak, salah satu dari beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu adalah Aldy, seseorang yang membuat Wira gelap mata dan akhirnya meminta haknya kepada Via dengan paksa.