Seorang gadis berparas cantik yang selalu menyembunyikan wajahnya dibalik cadar. Kini harus menyerahkan tubuhnya demi mendapatkan sebuah keadilan untuk kedua ALM orangtuanya yang dibunuh secara sadis oleh suruhan orang tersohor di daerah dimana mereka tinggal.
"Apakah kamu berjanji akan memberikan hukuman mati pada mereka Pak Hakim?" Tanya wanita itu pada seorang hakim ketua yang sudah tak bisa menahan gejolak hasratnya saat serbuk minuman itu sudah merasuki tubuhnya.
Sementara itu Zahira sudah memasang sebuah Camera tersembunyi di kamar hotel itu.
"Baiklah, aku akan melakukan apapun untukmu. Tolong bantu aku untuk menuntaskan hasratku ini!" Seru ketua hakim itu dengan wajah memohon.
Zahira tersenyum kecut menatap wajah Pria yang sudah mendapatkan amplop coklat dari orang terkaya dan sekaligus dalang pembunuhan itu.
Yuk mampir ikuti kisah selanjutnya. Jangan lupa like komen ya🙏🥰🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Sepulang dari sholat berjamaah, Zico segera bersiap untuk berangkat tugas, hari ini ada jadwal sidang di pengadilan negeri di kota bertuah. Zahira sudah menyiapkan segala pakaian ganti suaminya.
"Mas, hari ini pulang 'kan?" tanya wanita itu sembari mengancingkan kemeja yang dikenakan oleh Zico.
"Belum pasti, Sayang, ini sepertinya sidangnya cukup panjang. Banyak oknum yang terlibat dalam kasus suap," jelas Pria itu. Tangannya tak bisa diam selalu membelai pipi Zahira
"Oh," jawab wanita itu menanggapi singkat.
"Kok cuma gitu tanggapannya?"
"Terus, aku mau jawab apa?" tanya Zahira bingung.
"Harusnya kamu menanggapi begini. "Yah, kalau Abi tidak pulang kami pasti sangat rindu" Harusnya begitu," ujar Pria itu mencontohkan.
"Maunya bilang begitu, tapi takut kamu tidak suka, nanti aku dianggap terlalu manja," jawab Zahira menatap lembut.
Cup!
Zico mengecup bibir sang istri dengan gemas. Kenapa wanita itu suka sekali beranggapan sendiri.
"Sekarang kamu dan Zafran siap-siap ya," titah Pria itu tak terduga.
"Siap-siap? Emang kami mau kemana?" tanya Zahira tidak paham.
"Ikut denganku, Sayang."
"Ikut dengan kamu, Mas? Kamu serius mau ajak aku dan Zafran?" tanya wanita itu tidak percaya.
"Serius dong Sayang, mana mungkin aku mampu untuk berpisah dengan istri dan anakku dalam waktu yang lama," jawab Zico serius.
"Terus, saat kamu sidang, kami dimana, Mas?" tanya Zahira bingung.
"Tidak perlu pikirkan soal itu, sekarang kamu siap-siap ya," titah Pria itu tak mau dibantah.
Zahira mengangguk patuh, segera mengurus bayi mungil itu terlebih dahulu. Selesai memandikan, seperti biasanya Zico akan membantu Zahira untuk mengenakan pakaian Zafran.
"Sini, biar aku yang mengurusnya, kamu mandi saja, Dek," pinta Pria itu pada istrinya.
"Tapi, Mas, kamu sudah rapi. Nanti pakaian kamu kusut," tolak Zahira.
"Tidak apa-apa, Dek, tidak akan kusut."
Wanita itu tak mau membantah lagi. Ia segera menyerahkan Zafran pada Zico, dan segera bersiap.
***
Setibanya di kota Bertuah, Zico segera membawa sang istri disebuah rumah yang ada di kompleks elite. Wanita itu menatap heran kemana suaminya membawa.
"Ayo turun Sayang," ajak Zico sembari mengambil Zafran dari pangkuan Zahira.
"Ini, ini rumah siapa, Mas?" tanya Zahira ikut keluar.
"Ayo." Zico menggandeng tangan Zahira untuk masuk kedalam.
"Selamat pagi, Tuan," sapa salah seorang Art.
"Pagi, Bik. Oya, ini istri dan anak saya," jelas Zico pada Bibik.
"Ah, selamat pagi, Nona," sapa mereka pada Zahira dengan ramah.
"Pagi, kembali." Zahira mengangguk dengan ramah.
"Ayo, Sayang." Pria itu kembali membawa Zahira untuk naik kelantai dua menuju kamar utama.
"Sekarang kita tinggal disini ya, sampai kasus yang aku tangani selesai," ucap Zico pada istrinya.
"Ini rumah siapa, Mas?" tanya Zahira masih penasaran.
"Ini rumah aku, Dek, kamu tidak perlu ragu."
Zahira hanya diam. Sekaya itukah suaminya? Ah, tidak heran bila seorang Hakim mempunyai aset yang banyak. Zahira hanya mengangguk paham.
Zico menilik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh, itu tandanya tiga puluh menit lagi sidang akan segera dibuka.
"Sayang, aku berangkat sekarang ya, sampai ketemu nanti sore," pamitnya tak lupa meninggalkan jejak sayang.
"Hati-hati, Mas." Zahira menyalami tangan Pria itu dan mengantarkan hingga pintu kamar.
Sore ini Pria yang berusia tiga puluh lima tahun itu sudah kembali dengan wajah bahagia, Zahira dan Zafran menyambut dengan senyum manis.
"Assalamualaikum!" seru Pria itu, dan segera menghampiri anak dan istrinya yang berada di ruang keluarga.
"Abi sudah pulang?" tanya Zahira menerima tangan sang suami.
"Udah dong, bagaimana, betah disini?" tanya Zico sembari mengambil Zafran dari gendongan Zahira, dan mengecupnya.
"Alhamdulillah betah, Mas. Bentar ya, aku buat minum buat kamu," pamit wanita itu beranjak menuju pantry.
"Anak Abi tambah pintar sekarang, hmm." Zico menggusal wajah bayi yang berumur empat bulan itu dengan gemas sehingga membuatnya terkekeh geli.
"Kopinya, Mas," ucap Zahira meletakkan secangkir kopi hitam diatas meja.
"Makasih Umi Sayang," ucap Pria itu tersenyum manis sembari mencuri kecupan di pipi Zahira.
"Sini, biar aku saja yang pegang Zafran, Mas," pinta Zahira ingin membiarkan suaminya minum dengan tenang.
"Nanti saja, Dek, kamu duduk sini." Pria itu meraih tangan sang istri membawa duduk disampingnya.
Zahira segera duduk. Wanita yang berusia dua puluh lima tahun itu menatap wajah suaminya yang tampak begitu bahagia.
"Bagaimana sidang hari ini, Mas?" tanya Zahira membuka percakapan.
"Alhamdulillah berjalan dengan lancar, Dek," jawab Zico masih fokus dengan bayi mungil yang ada ditangannya.
"Mas, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Zahira sedikit sungkan.
"Tentu, Sayang," jawab Zico menatap serius.
"Apakah kamu tidak ingin mengenalkan kami pada kedua orangtuamu?" tanya wanita itu serius.
"Tentu saja aku ingin sekali, Dek, tapi aku menunggu kata-kata keramat darimu untuk meyakinkan aku," Jawab Zico.
"Kata-kata keramat?" tanya Zahira bingung sendiri.
"Iya, aku ingin kamu jatuh cinta padaku terlebih dahulu," Zico dengan serius.
"Kenapa harus begitu?" tanya Zahira tidak mengerti.
"Agar Mama percaya bahwa anak lelaki satu-satunya tidak seperti yang mereka bayangkan."
Zahira hanya diam saja, tak bisa bicara apapun, sulit untuk memahami perasaannya saat ini pada Pria itu. Apakah dia sudah jatuh cinta? Tapi kehadirannya membuat hati nyaman.
"Kenapa diam, Dek?" tanya Zico menatap begitu lekat.
"Ti-tidak apa-apa, Mas."
"Apakah kamu memang tidak bisa mencintai aku?"
"A-aku belum tahu dengan perasaanku, bisakah aku minta waktu sedikit lagi?"
"Ya, tentu saja bisa. Aku akan selalu sabar menunggu. Jika sudah cinta beritahu aku ya, agar aku juga siap membawamu bertemu dengan kedua orangtuaku."
Zahira hanya tersenyum simpul dan mengangguk pelan. Wanita itu beranjak menuju kamar dan di ikuti oleh sang suami.
"Mau mandi sekarang?" tanya Zahira menyibukkan diri dengan membuka lemari pakaian mempersiapkan pakaian ganti untuk Pria itu.
"Baiklah, aku mandi sebentar ya." Zico menyerahkan putranya pada sang istri, dan tak lupa mencuri kecupan di pipi mulus wanita berhijab itu.
Setelah menyiapkan pakaian ganti, Zahira membaringkan bayi mungil itu diatas ranjang, membiarkan dia bermain sendiri, sementara itu ia segera menuju keluar untuk mengerjakan pekerjaannya yang terbengkalai, yaitu menyiram bunga yang ada di halaman belakang.
Wanita itu sengaja menepi dari sang suami, rasanya masih sangat malu saat mengingat malam panas mereka tadi malam. Hatinya masih jedag jedug saat berada berduaan di dalam kamar.
Zahira menikmati waktu sore di kediaman baru suaminya, halaman itu cukup luas dan asri dengan tumbuhan Pepohonan dan bunga-bunga yang indah.
"Dicariin disini kamu, Sayang?"
Bersambung....
Happy reading 🥰