Duda Kepentok Janda

Grisel tampak berbaring dengan kedua pundak terbuka dan selimut menutup tubuh sebatas atas dada. Dia berbaring dengan posisi telungkup, memikirkan apa yang baru saja dilakukan.

“Aku benar-benar menjadi selingkuhan, wanita simpanan.” Grisel tersenyum ironi, hanya tidak menyangka jika dia memang segila ini.

Grisel mengeluarkan ponsel, kemudian mencoba menghubungi nomor Claudia tapi tidak dijawab.

“Ke mana dia? Apa dia marah lalu mengabaikan dan tidak ingin menerima panggilanku?” Grisel tampak kesal.

[Claud, aku ingin bertemu denganmu membahas pekerjaan. Aku sudah mendapatkan pekerjaan sebagai model di perusahaan lain, bisakah kita bertemu.]

Grisel pun akhirnya mengirimkan pesan kepada Claudia, hingga pintu kamar mandi terbuka, dia melihat Darren keluar dari sana lantas berjalan ke ranjang dan duduk di tepian. Grisel meletakkan ponsel ke nakas, memandang pria yang berjalan ke arahnya.

“Kamu tidak membersihkan diri?” tanya Darren sambil mengusap rambut Grisel.

“Ya, agak malas,” jawab Grisel yang sudah tidak lagi bersikap formal.

Hubungannya dengan Darren hanya sebatas teman di atas ranjang. Dirinya harus siap dan selalu bisa melayani Darren, saat pria itu menginginkan. Ketika berada di antara masyarakat, mereka bersikap layaknya atasan dan bawahan.

“Boleh aku tanya sesuatu?” Grisel mengubah posisi berbaring dari telungkup ke miring, Menggunakan satu tangan untuk menyangga kepala, lantas menatap Darren dengan genit.

“Tanya saja!” Pria itu mempersilakan.

“Aku mengetahui jika istrimu sangat cantik, kenapa kamu malah memilihku?” tanya Grisel penasaran.

Darren tersenyum, kemudian mengapit dagu Grisel dan sedikit mengangkat ke atas. “Karena aku menginginkannya,” jawab Darren, dia lantas mengecup bibir Grisel dengan lembut.

“Lagi pula istriku sibuk, dia sering pergi ke luar negeri. Aku tidak suka dengan wanita yang mengabaikan keinginanku,” ucap Darren seraya melepas dagu Grisel. “Sebab itu, kamu harus ada, ketika aku berkata kamu harus ada.”

Darren menatap Grisel intens, membuat wanita itu sampai menggigit bibir bawahnya.

“Aku akan menuruti semua ucapanmu,” jawab Grisel. “Yang terpenting hidup dan karirku aman,” batinnya dalam hati.

**

Grisel bertemu dengan Claudia di sebuah kafe di hari berikutnya. Keduanya kini sudah duduk bersama meski Claudia terlihat masih kesal karena sikap Grisel tempo hari.

“Ada apa mencariku? Aku pikir kamu sudah tidak membutuhkanku,” sindir Claudia yang masih ingat dengan cara Grisel mengusirnya.

Grisel hanya tersenyum tipis menanggapi sindiran Claudia, menyadari jika saat itu dirinya hanya sedang kesal dan tertekan.

“Aku sudah mendapatkan pekerjaan baru, aku butuh manager,” kata Grisel penuh semangat.

Claudia masih memandang malas ke Grisel, rasa kesalnya masih terasa di puncak ubun-ubun.

“Aku tidak mau kalau kamu sampai bersikap seperti sebelumnya, kemudian membuangku lagi,” balas Claudia yang tak ingin dibuang begitu saja oleh Grisel.

Grisel tertawa menanggapi ucapan Claudia, kemudian berkata, “Tenang saja, kali ini aku benar-benar membutuhkanmu dan takkan mengusirmu lagi, kecuali kamu yang menginginkan pergi.”

**

Hari berganti begitu cepat, hingga tidak terasa sebuah hubungan kini telah terjalin meski tidak sadar satu sama lain.

“Padahal aku hanya ingin mengantar Chila mencari kado, tapi kamu malah ikut. Apa kamu tidak ada kerjaan?” tanya Sandra. Dia berjalan di sebelah Farzan yang sedang menggandeng Chila.

“Tidak ada, aku memiliki waktu banyak saat siang hari,” jawab Farzan dengan senyum kecil di wajah. “Aku akan selalu meluangkan waktu jika itu untuk kalian,” gumam Farzan dalam hati.

Sandra mengangguk mengerti. Beberapa hari ini Farzan hampir setiap hari datang untuk menjemput mereka di pagi hari, lantas mengantar ke sekolah dan juga perusahaan. Anehnya, Sandra tidak bisa menolak hal itu dan malah menuruti keinginan Farzan. Belum lagi Chila yang memang selalu ingin bersama pria itu, membuat Sandra semakin tidak bisa menolak.

Sandra ingat akan ucapan Chila saat mereka baru saja pulang makan malam hari itu. Dia hendak menidurkan Chila, lalu gadis itu berucap, “Apa tangan Papa seperti tangan Om Farzan? Hangat dan lembut. Apa Papa setampan Om Farzan, apa Papa juga sebaik dia? Chila menyukainya, Chila senang Om Farzan jadi teman Chila.”

Ucapan putrinya itu terus terngiang di telinga, hingga membuat Sandra tidak bisa menolak kehadiran Farzan, terlebih saat pria itu hadir, Chila tampak begitu bahagia.

“Chila mau cari kado apa?” tanya Farzan ke Chila yang berjalan di sisi kanan seraya menggandeng tangannya.

Chila tidak menjawab, tampak berpikir seraya mengedarkan pandangan, melihat beberapa toko yang mereka lewati di mall itu. Hari pernikahan Joya dan Kenzo akan diadakan dua hari lagi, Chila sengaja ingin memberikan kado kepada keduanya.

Hingga Chila menarik tangan Farzan dan mengajak pria itu pergi ke toko aksesoris. Farzan dan Sandra pun mengikuti, serta membiarkan Chila memilih barang yang disukainya untuk dihadiahkan kepada Joya.

“Chila mau bayar sendiri.” Chila mencegah Farzan yang menyodorkan kartu untuk membayar barang belanjaan Chila.

Farzan mengerutkan dahi heran, menatap Sandra lantas Chila secara bergantian.

Sandra mengedipkan mata, meminta Farzan menuruti keinginan Chila. Gadis kecil itu ternyata membuka tabungannya untuk membelikan Joya kado, dia tidak ingin apa yang akan dibelinya, dibayar oleh orang lain.

“Baiklah, Om minta maaf karena tidak tahu,” ucap Farzan dengan senyum hangat, bahkan mengusap pucuk kepala Chila dengan lembut.

**

“Apa aku boleh meminta tolong sesuatu?” tanya Farzan ke Sandra saat mereka baru saja keluar dari toko aksesoris.

“Minta tolong apa?” tanya Sandra.

“Aku ingin memberikan sesuatu untuk Joya sebagai tanda maaf, bisakah kamu memberikannya?” tanya Farzan.

“Kamu tidak datang sendiri?” tanya balik Sandra. “Apa kamu masih memiliki perasaan kepada Joya, hingga tidak mau datang sendiri?” tanya Sandra menyelidik.

Farzan tertawa kecil mendengar pertanyaan Sandra, kemudian menggeleng kepala pelan.

“Bukan masih suka, hanya saja menjaga perasaan. Lagi pula sore ini aku akan berangkat ke luar kota dan akan pergi selama beberapa hari, jadi tidak bisa datang ke sana,” jawab Farzan.

Sandra mengangguk-angguk paham, kemudian setuju untuk membantu Farzan.