Suka cerita tentang toko utama wanita yang tidak mudah ditindas? Di sinilah lapaknya!
Renata Carissa, seorang putri dari Panglima TNI yang berprofesi sebagai Psikiater. Memiliki kehidupan yang sempurna dengan memiliki suami yang begitu mencintainya dan anak laki-laki yang sangat tampan.
Sepeninggal suami tercintanya, Renata pun meninggal karena mengalami sakit keras.
"Aku berharap bisa bertanya kepadanya, mengapa aku tidak pernah tahu?"
"Apakah aku bisa bertemu dengan Jefra-ku lagi?"
Itulah harapan terakhir Renata.
Bukannya ke akhirat dan bertemu dengan suami tercintanya. Namun, Renata justru secara misterius berubah menjadi tokoh antagonis yang berperan menjadi pelakor. Nasib tokoh yang menyedihkan, hidup dalam penderitaan, dan berakhir bunuh diri.
Ya, dia masuk ke dalam novel!
Tidak ingin nasibnya berakhir tragis, Renata memutuskan untuk mengubah alur cerita yang sudah tertulis itu.
Dan takdir mempertemukannya kembali dengan Jefra, suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elwi Chloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harga Yang Harus Dibayar
"Hentikan, jangan menangis lagi."
Digenggamnya tangan milik seorang gadis yang terlihat samar-samar.
"Kamu tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini."
"Kalau begitu kamu bisa membaginya padaku, izinkan aku untuk merasakannya juga."
Sett
Kelopak mata Jefra Tjong terbuka.
Apa dia baru saja bermimpi? Terlebih mimpi yang sangat berbeda dari mimpi yang selalu menghantuinya selama ini. Namun, kenapa dia tidak bisa mengingat apa yang baru saja dimimpikannya itu?
Tuan J mencoba menggerakkan tangannya, tapi seperti ada yang menahan. Lalu tatapannya turun ke bawah. Terlihat Renata yang sedang tertidur dengan posisi terduduk di lantai dan menumpukan kepala pada tangannya.
Kenapa gadis itu tidur dalam posisi tidak mengenakan seperti itu?
Kemudian Tuan J menatap sekeliling untuk mengetahui di mana dirinya berada. Sebuah kamar dengan nuansa peace, yang tentunya bukan kamar apartemen miliknya.
Seketika Tuan J teringat tentang dirinya yang pingsan karena dipukuli oleh Zayn. Saat itu dia hanya bisa diam dan tidak melawan karena mengaku jika dirinya bersalah. Dengan begini Tuan J berharap jika keluarga Tan tidak menyalahkan Renata lagi. Biarkan dirinya saja yang dicap bereng sek. Anggap saja ini adalah harga yang harus dibayar, karena sudah menyeret si gadis dalam keegoisannya yang tidak ingin dijodohkan.
Mata Tuan J memicing melihat jam dinding yang menunjukan pukul sepuluh malam. Sudah hampir satu jam dirinya tidak sadarkan diri. Kemudian bangkit dengan menyangga tubuh dengan tangan satunya.
Renata masih tidak terusik dengan pergerakan pria itu. Bahkan semakin mengeratkan pegangannya pada tangan Tuan J.
Tuan J berniat membangunkan Renata, tapi teralihkan dengan sudut bibir gadis itu yang robek, bahkan ada bekas darah yang sudah mengering. Seketika rahangnya mengeras. Lalu diusapnya pipi Renata yang terdapat jejak kemerahan dari telapak tangan Rendra.
"Ugh..." kelopak mata Renata bergerak, hendak membuka.
Tuan J langsung menjauhkan tangannya.
"Ah, aku ketiduran," Renata sontak menegakkan tubuh sesudah tersadar sepenuhnya.
Setelah Jefra Tjong dihajar hingga pingsan oleh Zayn, Renata membawa pria itu ke kamarnya dengan dibantu oleh Alvaro. Dialah yang mengobati luka-luka yang ada di wajah Tuan J, serta mengompres luka lebam yang cukup banyak itu dengan es batu yang dilapisi handuk kecil.
Renata agak terkejut dengan Tuan J yang ternyata sudah sadar dan sedang menatapnya datar.
"Tuan J, kamu sudah sadar?" tanya Renata retorik.
"Hmm."
Bola mata cokelat Renata bergetar, merasa bersyukur karena Jefra-nya telah kembali sadar. Dan menitihkan air matanya kembali saat melihat jejak memar kebiruan pada seluruh wajah pria itu, bahkan ada sedikit robek di pelipis. Pukulan Zayn memang sangatlah kuat. Beruntung karena Zayn langsung menghentikan tinjunya tepat ketika Tuan J tidak sadarkan diri. Kalau tidak, mungkin Jefra Tjong akan tinggal namanya saja.
"Gadis cengeng."
Renata langsung menghapus air matanya karena mendengar ejekan yang dilontarkan Tuan J.
"Masih sempat-sempatnya kamu mengejekku setelah babak belur," sindir Renata.
"Kenyataan kamu memang cengeng. Untuk apa kamu menangisi seseorang yang sudah membuatmu dihina keluargamu?" ujar Tuan J tidak habis pikir.
"Ini bukan salahmu. Aku memang sudah terbiasa dihina seperti itu," ucap Renata tersenyum kecut.
"Apa Ayahmu juga sudah terbiasa memukulmu?" tanya Tuan J kembali mengeraskan rahang.
Renata menggeleng, "Sebelumnya tidak sampai memukulku, kok. Lagi pula masih ada Kak Zayn yang selalu membelaku."
Apa aku benar-benar sudah salah menilainya?
Sungguh, Tuan J tidak menyangka jika gadis yang kelihatannya manja, justru sudah terbiasa mendapatkan perilaku buruk dari keluarganya.
Kemudian Renata bangkit dari posisinya yang terduduk di lantai, dan meringis karena merasa kesemutan pada kakinya.
"Salahmu sendiri yang duduk dilantai, seperti tidak ada kursi saja," tukas Tuan J.
"Memang tidak ada kursi," kilah Renata sebal.
Kini, Renata menyesal karena telah menangisi pria yang memang memiliki sifat menyebalkan itu.
Tuan J bergeser sedikit ke samping. Lalu mengisyaratkan Renata untuk duduk di bibir ranjang dengan gerakan dagu.
"Duduk," ucap pria itu, lebih terkesan memerintah.
Renata hanya menurut. Terlebih kakinya juga terasa pegal.
"Luka di pipimu tidak diobati?" tanya Tuan J, masih terganggu dengan pipi Renata yang habis ditampar Rendra.
Refleks Renata memegang pipinya, dia sampai lupa mengobati diri sendiri karena terlalu khawatir dengan keadaan Jefra Tjong.
"Aku tidak apa-apa, ini tidak sakit."
Tentu saja Renata berbohong.
Begitu pula dengan Tuan J yang tidak percaya dengan kebohongan itu. Satu hal yang baru diketahuinya, gadis itu sungguh suka berpura-pura kuat. Padahal seorang gadis seharusnya bersikap lemah dan mengharapkan perlindungan dari orang di sekitarnya.
Namun, kenapa gadis itu berbeda?
Kemudian Tuan J meraih kotak obat yang berada di meja. Renata mengeryit heran ketika pria itu meraih kapas dan menuangkan cairan antiseptik di benda putih itu.
Renata menghindar saat Tuan J mengarahkan kapas itu pada pipinya yang terluka, "Mau apa?" tanyanya was-was.
"Biar aku obati," jawab Tuan J kalem.
"Ti-tidak usah," tolak Renata agak gugup.
"Aku tidak terima penolakan, Nona Angelica."
Renata menelan saliva berat. Pada akhirnya mengangguk meski ragu.
"Stt.. Sakit," keluh Renata saat merasakan kapas menempel pada lukanya, terlebih Tuan J menekannya agak keras.
Tuan J justru tersenyum miring, "Katanya tidak sakit."
Renata jadi malu dengan perkataan Tuan J yang terkesan mengejek. Seperti menelan kata-kata sendiri.
Karena tidak tega melihat Renata yang kesakitan, Tuan J mulai melakukannya dengan lembut. Mengobati dengan telaten dan diakhiri menutup sudut bibir Renata yang robek dengan plester luka.
Sedangkan Renata merasa desiran pada darahnya. Sampai-sampai merasa takut jika pria itu mendengar suara jantungnya yang terpompa cepat.
"Kamu yang sudah mengobati luka-luka di wajahku, bukan?" tanya Tuan J setelahnya.
"Y-ya," jawab Renata terbata.
"Dengan ini aku tidak perlu merasa memiliki hutang padamu."
Seperti habis melayang ke langit dan langsung dihempaskan kembali ke daratan. Itulah yang saat ini disarankan Renata, merasa kecewa dengan alasan sesungguhnya Tuan J mengobati dirinya.
Aku bodoh sekali, bisa-bisanya aku menganggap jika itu adalah sebuah perhatian tulus darinya.
Renata tersenyum hambar.
"Seharusnya kamu tidak perlu melakukan itu, aku pun tidak mengganggap jika kamu berhutang padaku," ucap Renata.
Tuan J mengangkat bahu, "Siapa yang tahu kedepannya."
Bolehkah sekarang Renata memberi satu pukulan pada wajah tampan yang sudah bonyok itu? Renata sungguh gemas jadinya.
"Hmm," sebuah dehaman menginterupsi keduanya.
Terlihat Zayn sedang berdiri di depan pintu yang sejak tadi terbuka.
"Kak Zayn," Renata langsung bangkit dari posisi duduknya.
"Keluarlah, Renata," titah Zayn tanpa ekspresi yang menunjukkan apapun.
Renata tidak langsung menurut, "Kak Zayn tidak akan memukulinya lagi, kan?" tanyanya.
Oh, ayolah. Bukankah Tuan J baru saja sadar dari pingsannya.
"Aku hanya ingin bicara padanya."
_To Be Continued_