Demi menghindari kekasihnya yang overprotective, kasar, dan pemarah, Cathleen terpaksa menjebak seorang pria di sebuah club malam. Dia bermaksud untuk mendesak dan meminta pertanggung jawaban orang itu untuk menikahinya setelah kejadian tersebut.
Pria yang dijebak oleh Cathleen adalah Gerald Gabriel Giorgio. Seorang pria berhati dingin yang masih mencintai sang kekasih yang sudah lama menghilang akibat sebuah insiden.
Namun, tak disangka, rencana Cathleen tidak sesuai dengan harapannya.
.....
“Berapa harga yang harus ku bayar untuk tubuhmu?”
“Aku bukan wanita malam yang bisa dibayar menggunakan uang!”
“Lalu, apa yang kau inginkan?”
“Kau harus menikahiku!”
“Tidak!”
Gerald menolak permintaan Cathleen dengan tegas. Mampukah Cathleen memperjuangkan agar rencana awalnya bisa tercapai? Ataukah dia harus melanjutkan hidup dengan sang kekasih yang overprotective, kasar, dan pemarah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 33
“Mana ada unit apartemen di rooftop, kau itu ada-ada saja.” Geraldine masih saja menggerutu karena jawaban Cathleen yang terlalu di luar batas kecerdasan manusia.
“Ada, kalau request pada pemilik apartemen untuk dibuatkan unit di rooftop,” eyel Cathleen. Masih saja ia mengutarakan pendapat.
Dan tentu saja membuat Geraldine menghela napas kasar supaya mengalah. “Ya, ya, terserah kau sajalah. Lama-lama kau jadi seperti Gerald, tak mau disalahkan.”
“Maaf, bukan maksudku seperti itu,” balas Cathleen dengan suara terdengar menyesal sudah membuat Gerldine seperti marah.
“Intinya, lantai di bawah rooftop. Kau temui saja resepsionis, katakan ingin bertemu Gerald, nanti akan dibantu untuk menuju lantai atas. Aku biasa seperti itu, karena Gerald tak memberi kartu akses lift pada siapapun, termasuk pada keluarganya.” Geraldine lalu menyebutkan nomor pin unit apartemen milik kembarannya. “Itu pun kalau belum diganti olehnya, tapi kau coba saja dulu masukkan pin yang ku sebutkan tadi.”
“Baiklah, aku akan lakukan hal yang sama.”
“Ada lagi yang ingin kau tanyakan? Sebentar lagi aku harus berangkat ke Paris.”
“Boleh aku minta nomor Gerald?”
“Kau tak memiliki nomor suamimu?”
“Tidak.”
“Setelah ini ku kirim. Ada lagi yang mau kau tanyakan? Pesawatku sebentar lagi lepas landas.”
“Tidak ada, terima kasih sudah membantuku.”
“Hm, oh satu lagi, jangan lupa katakan kalau kau istri atau kerabat Gerald agar petugas di apartemen itu mau memberikan akses lift.”
“Akan ku ingat.”
“Oke, bye, selamat bersenang-senang dengan kembaranku. Jangan lupa bawa korek api.”
“Untuk apa? Aku tidak merokok.”
“Untuk membakarnya agar lebih hangat,” kelakar Geraldine.
“Kau memintaku untuk membakar suamiku?”
“Ck! Terserah kau sajalah, memang dasar tak bisa diajak bercanda. Bye, aku matikan sekarang,” gerutu Geraldine. Ia langsung memencet tombol merah supaya mengakhiri panggilan yang berhasil membuatnya bergeleng kepala dengan kelakuan Cathleen yang kurang bergaul, sehingga menganggap semua hal dengan serius.
Panggilan berakhir, Cathleen segera memberi tahu pada supirnya untuk menuju alamat yang tadi diberi tahu oleh Geraldine. “Ke apartemen Casa Grande, Sir.”
“Baik, Nona.”
Kendaraan roda empat milik Cathleen pun melaju ke apartemen tempat tinggal Gerald. Supir langsung memarkirkan di basement setelah sampai. Dua penumpang di mobil tersebut pun turun bersamaan.
“Nona, terima kasih atas kebaikan Anda selama saya bekerja.” Supir Cathleen memberikan kunci mobil yang bukan hak miliknya. “Maaf karena belum bisa mengabdi dengan keluarga Anda untuk waktu yang lama.” Ia menunduk sebagai penghormatan terakhir.
“Tak apa. Mulai sekarang, aku akan berusaha mengendarai mobil sendiri.” Cathleen menerima kunci itu dan memberikan tepukan di bahu. “Pesangon akan ku transfer ke rekeningmu.”
Cathleen pun menaiki anak tangga untuk menuju lobby apartemen. Ia menjalankan sesuai arahan Geraldine untuk menemui resepsionis.
“Selamat sore,” sapa Cathleen pada wanita penjaga resepsionis.
“Sore, ada yang bisa dibantu?”
“Aku ingin ke lantai atas untuk menemui Gerald.”
“Maaf, apakah sudah membuat janji?”
“Aku istrinya.”
“Maaf, Nona. Setahu saya, Tuan Gerald belum menikah.” Resepsionis itu tetap berbicara seramah mungkin.
“Tunggu sebentar, aku ada buktinya.” Cathleen membuka koper, mengeluarkan dokumen pernikahannya. Lalu menunjukkan sertifikat nikah yang baru diterbitkan hari ini. “Mungkin kau akan percaya setelah membaca ini.”
Resepsionis itu mengulas senyum setelah membaca bukti yang diberikan. Tapi, ia tetap tidak percaya begitu saja. Ia tahu daftar orang yang diizinkan untuk diberikan akses ke unit milik Gerald Gabriel Giorgio, sebab pria itu telah memberikan daftar nama keluarga. Dan di daftar yang dia ingat, tidak ada foto wanita yang kini berdiri di hadapannya.
“Maaf, Nona, silahkan menghubungi Tuan Gerald terlebih dahulu untuk membuat janji. Anda bisa menunggu di sofa sebelah sana.” Ia justru mengarahkan Cathleen untuk ke ruang tunggu. Tidak mau lancang dengan memberikan akses sembarangan ke tamu yang belum dikenal. Walaupun sudah diberikan bukti, tapi bisa saja itu adalah modus penipuan. Jadi, dia tidak mau lancang memberikan akses sebelum orang yang bersangkutan sendiri yang memberikan perintah.
...*****...
...Ngenes amat nasib lu Cath, udah nyetir mobil ga jago-jago amat eh supirnya mengundurkan diri dadakan, sekarang mau masuk ke apartemen suamimu aja ribet wkwkwk. Dah bagus ke New York aja, Edbert pasti menampungmu dengan suka rela...
😆😆😆😆😆😆
jgn semua lu embat