21+
Harap perhatikan usia anda.
Sudah dua tahun Joana mengontrak di sebuah rumah tak berpenghuni. Di rumah itu, hanya ada dirinya dan seorang nenek pemilik rumah. Joana betah tinggal di rumah itu, selain harganya murah, pemiliknya juga sangat baik padanya, sudah menganggapnya seperti cucu sendiri. Sampai suatu hari, dengan mudahnya Nek Merry mengizinkan seorang lelaki muda, tinggal bersama mereka. Lebih parahnya lagi, Nek Merry meninggalkan mereka berdua selama berbulan-bulan karena dia harus pergi ke Singapura mengunjungi anaknya. Bagaimana nasib Joana selanjutnya?
“Jangan lebay, kita nggak tinggal sekamar, hanya seatap. Tenang aja, kamu bukan tipeku sama sekali. Jangan terlalu pede sesuatu akan terjadi di antara kita. Urus aja urusan masing-masing!” Desis Alvandro dengan tatapan sinis ke arah Joana.
“Baik. Tolong kerja samanya. Selama ini hidupku aman tanpa gangguan,” jawab Joana tak kalah ketus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queenyaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perih mata dan hati
Alva terbelenggu, dan bingung kata-kata Joana begitu menusuk di dadanya. Dia sendiri bingung mengapa sikapnya seperti itu pada Joana. Hatinya pernah berkata bahwa Joana bukan tipenya sama sekali, tapi semakin ke sini, gadis itu tampak semakin menarik dan membuatnya penasaran.
Aku nggak bercanda.
gumamnya sambil menatap kepergian Joana. Dia hanya mampu mengungkapkan itu dalam hati, takut dan khawatir Joana lebih mengamuk dari pada ini. Dia tak menyangka Joana akan seberani itu padanya. Memangnya salah mengajak menikah? Alva masih tidak habis pikir, dan ya… ini pertama kalinya dia berbuat senekat ini pada seorang wanita.
Soal Zea? Tidak… Alva sama sekali tidak berniat memberitahu apapun pada wanita itu, tentu saja bermaksud ingin melindungi Joana. Tapi jika suatu saat hal itu dibutuhkan, maka Alva tak segan-segan membuatnya semakin rumit.
Pagi itu, tak hanya hatinya saja yang perih karena penolakan dan amukan Joana, tapi matanya juga perih melihat Daniel si lelaki yang menurutnya gembel itu menjemput Joana dengan motor kebanggaannya.
Joana dan Alva hanya saling melempar tatapan penuh dendam, tatapan permusuhan didominasi oleh Joana yang sedang melenggang santai menuju gerbang karena Daniel sudah menantinya di sana.
“Hai Jo!” sapa Daniel, seraya memberikan helm padanya.
“Kak, makasih loh udah bela-belain singgah.” Jona menerima helm itu, tapi Daniel kembali merampasnya lalu memakaikannya pada Joana.
“Pelan-pelan Kak!” Joana mengingatkan.
Daniel tersenyum dan menatap lembut pada Joana. “Aku tau, rambutmu nggak akan berantakan, tenang aja.” Daniel dengan perlahan dan hati-hati memakaikan helm itu pada Joana. Interaksi mereka persis seperti sepasang kekasih yang saling mencintai, dan Alva benci itu.
Cemburukah?
Alva memperhatikan interaksi mereka dari dalam mobil. “Apa dia sukanya cowok bermotor dari pada mobil? kalau iya, besok gue naik motor aja.” Alva bermonolog dan berasumsi sendiri. ”Apa hebatnya preman geng motor itu?” Alva memukul stir mobilnya dengan kesal, menatap kepergian Joana begitu saja. Dia merasa memiliki segala-galanya. Tapi kenapa Joana tak terpengaruh sedikit saja padanya? sejak ciuman coba-coba hari itu, sejak dia ingin memberikan pelajaran pada Joana, semuanya semakin rumit.
Tiba di ruangannya, dia sudah disambut oleh Zea, wanita itu mengubah gaya rambutnya menjadi curly, makeupnya tak lagi se menor biasanya. Dia make up sesimple mungkin.
“Pagi, Pak.” sapa wanita itu dengan senyum terbaiknya.
“Ya, Pagi.” Alva belum bisa membuang jauh wajah murungnya pagi itu. Ekspresi wajah sesuai dengan suasana hati tentu saja.
“Mau kopi, Pak?” tawar Zea, sesuatu yang pertama kali wajib dia lakukan saat bertemu bosnya itu.
“Saya udah ngopi pagi ini.” Di rumah, dia sudah menikmati kopi nikmat buatan Joana meski ujung-ujungnya wanita itu mengamuk padanya bak singa betina.
Arrggh. Joana sialan.
Lagi, Alva mengumpati Joana.
Alva sempat menatap Zea sedikit lama, membuat wanita itu serasa melambung tinggi karena memikirkan pasti Alva terpesona dengan penampilan barunya. Padahal, Alva sedang memikirkan bagaimana cara mencari tahu makanan kesukaan Joana, tidak hanya makanan, tapi apa yang menjadi kesukaan wanita itu, hobinya atau mungkin tempat yang ingin Joana kunjungi.
“Pak, melamun? ada yang bisa saya bantu?”
Tersadar oleh suara Zea, Alva langsung mengalihkan pandangannya. Berulang kali dia berpikir, apa tidak apa-apa, jika dia membahas Joana saat ini?
“Bagaimana yang saya minta waktu itu, Zea? apa kamu belum bisa memberikannya ke saya?”
“Apa itu, Pak? apa ada pekerjaan yang belum saya selesaikan?” seingatnya, dia sudah menchecklist semua yang sudah selesai dia kerjakan.
“Mana data diri Joana yang saya minta?” tegasnya, menatap lurus pada Zea.
Zea menghela napas berat, membuangnya kasar. Kentara sekali dia tidak suka dengan permintaan bosnya. “Apa yang pingin Bapak tau dari Joana? Bapak lupa saya temannya? semua info tentang dia bisa Bapak tanyakan pada saya.” Selain memberi informasi, tentunya Zea juga ingin menarik informasi tentang maksud dan tujuan Alva ingin info tentang temannya itu.
“Semuanya.” tegas Alva.
“Tanyakan satu persatu, Pak.” Zea tak bisa berbohong bahwa dia sedang kesal, dari cara wajiat itu berbicara.
“Tanggal lahirnya, apa makanan dan warna kesukaannya, tempat yang ingin dia kunjungi, apa kamu bisa memberi tahu itu semua?” Alva menatap penuh harap padanya. Harusnya, jika mereka sudah berteman sangat lama, hal yang Alva ingin tahu itu bukanlah sesuatu yang sulit.
Zea mengangguk. “Bisa Pak.”
“Ketik semuanya dalam selembar kertas dan serahkan ke saya dalam waktu setengah jam!” titah Alva.
aur mengalir alus dengan konflik yang pas
semoga bisa happy ending
pelan" nti mama Alva bkl.luluh