Maha Rani Larasati rela menikah dengan Daniel Nur Indra seorang duda ber anak satu tapi jauh dari kata bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trisubarti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 33
Dokter Zulmy menarik dokter Rizal keluar dari Cafe meninggalkan Daniel yang selalu dirundung penyesalan. Hatinya hancur berkeping-keping ia merasa telah membunuh anak kandungan sendiri.
Daniel berdiri berjalan tertatih-tatih menuju tempat parkir mencari dimana mobilnya seperti orang nglinglung.
Daniel menjalankan mobilnya, di dalam mobil ia benar benar merutuki diri sendiri. Lagi dan lagi ia berbuat kesalahan.
Istrinya hamil sampai tidak tahu, bahkan meregang nyawa di dalam rumah sakit ia juga tidak tahu. Ia merasa menjadi suami yang tidak berguna.
Daniel kini tidak kembali ke kantor ia ingin menenangkan diri sendiri.
Daniel menuju sebuah Danau yang jauh dari kebisingan kota.
Daniel duduk memijit pelipisnya memandangi danau dengan desiran angin sore.
Daniel terus berpikir, andai saja bisa memutar waktu, ia tidak akan pernah mengeluarkan satu katapun untuk menyakiti istrinya. Tapi kenyataannya dirinya sudah mencabik hati istrinya. Istri yang selama ini selalu mengalah, dan sabar menghadapi keegoisan dirinya.
Tapi penyesalan tinggalah penyesalan. Ingin minta maaf pun sudah terlambat, kini istrinya telah pergi.
Raniiiiiii....Daniel berteriak bersujud di pinggir danau. Hingga menjadi pusat perhatian pengunjung.
"Kenapa sih itu orang, gila kali ya?" Tanya salah satu pengunjung. Jari telunjuknya di tempel di dahi kemudian menariknya sambil berkata "sinting"
"Tapi sepertinya bukan dech, masa kalau orang gila pakaiannya keren begitu." Sahut salah satu teman pengunjung.
Daniel kembali duduk di lantai tanpa beralaskan apapun.
"Eh tunggu! dia bukannya pengusaha muda yang di penjara karena memukul wanita?" Mereka mengamati dari kejauhan, karena posisi duduk sangat jelas tampang Daniel.
"Hiiii...sereeem..." Para pengunjung berlari terbirit-birit menjauhi Daniel.
Hampir 3 jam Daniel merenung di tempat ini kemudian beranjak pulang.
Sampai di rumah Daniel hanya diam melewati semua yang ada di rumah. Bahkan tidak menyapa Mama Nadyn yang sedang membantu bibi menyiapkan makan malam.
"Kenapa lagi itu anak" kata Mama sambil geleng-geleng kepala.
Hingga makan malam tiba Daniel tidak kunjung turun.
"Sayang panggil papa dulu ya" Titah Mama kepada Icha.
"Okay ti" Icha segera naik kelantai atas dimana Papanya tidur.
Tok tok tok
Icha mengetuk pintu tetapi tidak ada sahutan, diulang-ulang hingga ketukan yang ke 4. Icha tidak tahan akhirnya masuk kedalam.
Daniel masih meringkuk di tempat tidur masih mengenakan kemeja yang ia pakai tadi pagi.
"Papa...bangun..." Icha mengguncang kaki Papanya.
"Heemm..." sahut Daniel.
"Papa kok bajunya masih yang tadi pagi sih, kenapa nggak mandi, jangan-jangan nggak shalat maghrib tadi" Cerocos Icha mengikuti gaya Rani dulu ketika ngomel sama Papanya. Icha ngomel seraya menarik tutup gorden yang menjulang tinggi.
"Papa ayo! Akung sama Uti, sudah menunggu di meja makan loh"
"Papa lagi nggak enak badan, Icha duluan ya" Kata Daniel sambil terpejam.
"Papa sakit?" Icha tampak panik, meraba dahi Papanya.
"Tapi nggak panas kok"
"Sudah Papa bobok saja, nanti Icha bawain makanan keatas ya" Icha menyelimuti Papanya lalu mencium pipi, kemudian kembali kebawah.
"Loh, Papa mana sayang..." Tanya Uti seraya menyendok nasi ke dalam piring suaminya.
"Papa lagi sakit ti, kata Papa kita di suruh makan duluan." Jawab Icha lalu menarik kursi meja makan.
"Papa sakit?" Tanya Akung dengan dahi berkerut.
"Perasaan tadi pagi, sehat-sehat saja."
"Mama juga heran Pa, ada apa lagi sama anakmu itu! baru tadi pagi ketawa ketiwi, eh waktu pulang wajahnya di tekuk." Tutur Mama Nadyn heran.
"Anakmu juga Ma?" sahut Papa.
"Iya, anak kita! kalau lagi baik, kalau lagi ngeselin anakmu lah" Tutur Mama.
"Padahal kita kan bikinya baca bismillah ya Ma." Seloroh Papa Nano.
"Memang Papa di bikin ya kung, kan ciptaan allah." Tanya Icha yang belum mengerti apa yang di maksud Akungnya.
Mama Nadyn menatap suaminya tajam. Candaan yang konyol menurut Mama, karena di depan cucunya. Papa pura-pura tidak melihat tatapan Mama, tetap sibuk mengunyah.
"Jangan dengarkan akung sayang, akung salah minum obat tadi, jadi bicaranya ngaco." Mama mengerlingkan matanya kearah papa kesal.
"Oh, Akung sakit juga ya ti?" Tanya Icha. perasaan Akung makan lahab banget masa sakit sih? Monolog Icha.
"Sudah sayang! tidak usah di pikirkan, cepat habiskan makanya." Titah Uti.
Makan malam akhirnya selesai. Icha masuk ke kamarnya lalu belajar. Sementara Mama mengantarkan makanan ke kamar Daniel.
Mama masuk ke kamar Daniel. Anaknya masih berpakain yang sama. Padahal sudah jam 8 malam. Mama menghela nafas panjang. Mama paham, kalau sudah begini pasti anaknya ada masalah yang berat.
"Dani, bangun" Mama mengelus kepala Daniel. Padahal Daniel tidak tidur, pikiranya mengembara kemana-mana tentang keadaan rumah tangganya.
Daniel membuka mata hanya Mamanya yang bisa menenangkan hatika.
"Kenapa?" Tanya Mama menatap sendu anaknya.
"Ma, hu huuu..." Daniel duduk di samping Mamanya tangannya memeluk pundak Mama Nadyn mencari ketenangan.
"Ada apa?" Mama mengusap-usap pundak anaknya posisi menyamping.
"Aku sudah membunuh anakku Mah, aku pembunuh..." hu huuu..
"Apa maksudmu?" Mama melepaskan pelukanya lalu menarik kedua sisi pundak Daniel hingga berhadapan.
"4 bulan yang lalu Rani keguguran Ma, dan aku tidak tau"
"Dan aku malah menuduhnya sebagai pecuri Ma" hu huuu.
Mama terkejut menatap Daniel kosong.
"Kamu tau dari mana?" Tanya Mama tidak percaya.
"Dokter Rizal sahabat Daniel yang menolong ketika itu Ma."
"4 bulan yang lalu, berarti saat itu Rani masih tinggal bersama kamu Dan?!
Daniel mengangguk.
"Astagfirlullah...Daniel..." Mama tidak percaya apa yang di lakukan anaknya, Istri nya hamil bahkan sampai keguguran, kok tidak peka.
Mama Nadyn diam, tidak lagi mampu bicara, mau memarahi Daniel juga percuma, yang ada malah Daniel bertambah setres.
Daniel terùs menangis, menyesali apa yang sudah terjadi.
"Sudah! mau kamu menangis darah pun tidak akan membalikkan keadaan"
"Pesan Mamah nih, kamu harus bertaubat, hal seperti ini jangan sampai terulang lagi, dengan Istrimu" Nasehat Mama bijak.
"Sekarang kamu makan ya?"
Daniel menggeleng.
"Aku nggak lapar Mah" Ucap Daniel lemah.
"Harus di paksakan, walaupun tidak lapar." Kata Mama membujuk Daniel seperti anak kecil.
Daniel akhirnya makan sedikit. Sebenarnya ia tidak terasa lapar, hanya ingin melegakan Mamanya makanya dia memaksakan untuk makan.
"Sekarang lebih baik kamu mandi gih, kamu jadi anak laki-laki kok cengeng" "Seharusnya orang yang emosian seperti kamu tuh, nggak gampang menyerah, tapi apa?" "Mama tuh heran sama kamu, bentar-bentar marah, nangis, frustasi, kamu tuh Dani...heran!"
Mama Nadyn geleng-geleng kepala melihat kelakuan anaknya. Seusia Daniel harusnya sudah berpikiran matang tidak seperti sekarang ini.
Tapi mau bagaimana lagi, meskipun begitu Daniel adalah anaknya dan Mama Nadyn sangat menyayanginya.
Mama Nadyn akhirnya kebawah sambil membawa nampan.
Selesai meletakkan nampan di wastafel, Mama lalu ke kamarnya.
Mama Nadyn duduk di lantai bersandar di pinggiran ranjang.
Air matanya terjun bebas membanjiri wajah putihnya.
"Ada apa sayaaang..." Papa Nano yang baru keluar dari kamar mandi, melihat istrinya menangis lalu merengkuh tubuhnya.
"Hiks hiks hiks...kita sudah kehilangan calon cucu kita Pa" Mama Nadyn menangis tersedu walaupun terlihat tegar di depan Daniel hanya untuk menenangkan. Sejatinya hatinya lebih hancur dari Daniel.
Bagaimana tidak? dia sudah kehilangan menantu pilihannya dan yang lebih mengenaskan ia kehilangan calon Cucunya.
"Apa maksud Mama calon cucu?" Papa tidak bisa mencerna kata-kata istrinya.
Mama Nadyn menceritakan masalah yang di alami anaknya kepada suaminya. Papa hanya berserah diri kepada allah dan menghibur istrinya.
lumayan buat nambah penghasilan tambahan 🙏😭😭😭