30 Tahun belum menikah!
Apakah itu merupakan dosa dan aib besar, siapa juga yang tidak menginginkan untuk menikah.
Nafisha gadis berusia 30 tahun yang sangat beruntung dalam karir, tetapi percintaannya tidak seberuntung karirnya. Usianya yang sudah matang membuat keluarganya khawatir dan kerap kali menjodohkannya. Seperti dikejar usia dan tidak peduli bagaimana perasaan Nafisha yang terkadang orang-orang yang dikenalkan keluarganya kepadanya tidak sesuai dengan apa yang dia mau.
Nafisha harus menjalani hari-harinya dalam tekanan keluarga yang membuatnya tidak nyaman di rumah yang seharusnya menjadi tempat pulangnya setelah kesibukannya di kantor. Belum lagi Nafisha juga mendapat guntingan dari saudara-saudara sepupunya.
Bagaimana Nafisha menjalani semua ini? apakah dia harus menyerah dan menerima perjodohan dari orang tuanya walau laki-laki itu tidak sesuai dengan kriterianya?"
Atau tetap percaya pada sang pencipta bahwa dia akan menemukan jodohnya secepatnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 Canggung
Nafisha duduk di salah satu bangku, dia sekarang sudah memakai jas yang bukan dijadikan sebagai penutup kepala lagi karena Arthur mengambil pashminanya dan hanya dipakaikan begitu saja yang terpenting menutupi kepalanya.
Arthur berjongkok di depannya dan sekarang mengobati luka di bagian telapak kaki Nafisha yang sempat mengenai kayu sehingga tertusuk pada telapak kaki tersebut. Tadi Nafisha tidak terasa sama sekali yang mungkin karena sibuk mempertahankan diri dari Arthur.
Dengan sangat lembut pria cuek itu membalutkan perban pada telapak kaki tersebut. Nafisha sejak tadi diam saja melihat bagaimana atasannya itu di luar wajahnya terlihat begitu sangat garang dan ternyata sangat baik dan begitu lembut memperlakukannya.
"Lukanya akan mengering sebentar lagi, besok pagi kamu bisa ganti perbannya untuk memeriksa kembali keadaan lukanya," ucap Arthur selesai membalutkan perban tersebut.
"Terimakasih, Pak," ucap Nafisha sedikit gugup.
"Kamu berjanji bertemu dengannya di sini?" tanya Arthur.
Nafisha dengan cepat menggelengkan kepalanya, "tidak sama sekali. Saya juga tidak tahu kenapa dia bisa ada di sini," jawab Nafisha.
"Masalah kalian berdua sepertinya belum selesai dan membuatnya terlihat dendam kepada kamu," ucap Arthur.
"Saya hanya berusaha menyelamatkan diri dari pernikahan yang memang tidak bisa dijalankan. Saya mempermalukannya di depan kedua orang tuanya dan juga keluarga saya, tentang semua perbuatannya dan apa yang menjadikan alasan saya tidak mungkin menikah dengan dia, dia marah dan memang pada waktu itu sudah mengancam saya dan ternyata ini yang ingin dia lakukan," ucap Nafisha sangat terbuka memberi penjelasan kepada atasannya itu.
"Maaf. Pak, tidak seharusnya saya berbicara banyak seperti ini. Ini salah pribadi dan seharusnya Bapak tidak perlu mendengarkannya," ucap Nafisha yang merasa terlalu lancang kepada atasannya itu karena terlalu banyak bicara.
"Tidak apa-apa. Lain kali kamu hati-hati, Polisi akan mengurusnya dan semoga dia mendapatkan hukuman setimpal agar tidak mengganggu kamu lagi," ucap Arthur.
"Iya. Pak," jawab Nafisha.
"Diluar sangat dingin. Ayo!" Arthur berdiri kemudian mengulurkan tangannya yang ingin membantu Nafisha berdiri.
Melihat hal itu membuat Nafisha kesulitan menelan ludah dan malah bengong bukannya menyambut uluran tangan dari atasannya itu. Sementara Arthur sudah sangat menunggu dengan alisnya yang bertautan.
"Nafisha!" tegur Arthur.
"Iya. Pak," Nafisha terbuyar dari lamunannya.
Mungkin merasa tidak enak dan ternyata Nafisha memilih untuk tidak menyambut uluran tangan tersebut yang mungkin juga bukan muhrim. Arthur tidak masalah sama sekali yang langsung menarik perlahan tangannya.
Nafisha merasa paling bisa dan saat dia berdiri dan ternyata telapak kakinya itu belum sangat seimbang membuatnya hampir saja jatuh dan untung saja ditahan Arthur dengan posisi satu tangan Nafisha dipegangnya dan satu lagi berada di pinggang Nafisha.
Jarak mereka berdua juga sangat dekat dengan wajah yang saling bertemu satu sama lain. Mata Nafisha melotot dengan jantungnya berdebar dengan kencang.
"Maaf!" Arthur sadar terlebih dahulu dan perlahan menegakkan posisi berdiri Nafisha.
Nafisha terlihat membuang nafasnya begitu panjang ke depan dan berusaha untuk tenang dengan salah tingkah dan bahkan wajahnya sampai memerah. Dia benar-benar sangat gugup.
"Kamu bisa berjalan?" tanya Arthur.
Wajahnya juga terlihat gugup dan salah tingkah, tetapi dia jauh lebih tenang daripada Nafisha.
"Iya, bisa, tetapi pelan-pelan," jawab Nafisha.
"Ya sudah ayo!" Arthur mempersilahkan Nafisha untuk berjalan terlebih dahulu.
Nafisha dan Arthur yang berjalan bersebelahan dengan langkah sangat pelan pastinya. Arthur sangat baik sekali mengimbangi langkah kaki Nafisha yang memang pelan-pelan berjalan karena telapak kakinya masih sakit.
"Sekali lagi, Saya mengucapkan terima kasih," ucap Nafisha.
"Iya," jawab Arthur dengan singkat.
Dratt-drattt-drattt
Ponsel Arthur yang berdering membuat Arthur ngambilnya dari saku celananya.
"Iya Beby," nafas Nafisha langsung menoleh ke arah Arthur ketika menjawab telepon tersebut.
"Kamu ini bagaimana sih kenapa baru mengatakan sekarang, kamu ini benar-benar sangat manja," ucap Arthur.
Mendengar atasannya berbicara seperti itu tiba-tiba saja membuat Nafisha tersenyum tipis.
"Ternyata Pak Arthur hanya terlihat garang dari luar saja, kalau sudah berurusan dengan istrinya dia bahkan terlihat sama dengan laki-laki pada umumnya yang lemah dan tak berdaya," batin Nafisha merasa sangat lucu.
"Baiklah, kamu istirahat saja. Assalamualaikum," ucap Arthur menutup telepon tersebut dan menoleh ke arah Nafisha.
Nafisha dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi datar, juga tidak ingin ketahuan bahwa baru saja memikirkan Arthur.
Nafisha akhirnya sampai juga pada penginapannya.
"Kamu lupakan saja apa yang terjadi, jangan terus mengingat apa yang dia lakukan dan justru akan membuat pekerjaan kamu tidak fokus. Seperti apa yang saya katakan, polisi akan mengurusnya dan kamu fokuslah pada pekerjaan kamu," ucap Arthur memberi nasehat kepada karyawannya itu.
"Baik. Pak," ucap Nafisha.
"Kalau begitu kamu istirahatlah. Saya permisi dulu," ucap Arthur.
Nafisha menganggukkan kepalanya. Atasannya itu langsung pergi.
"Alhamdulillah, untung saja ada Pak Arthur menolongku. Tetapi kenapa tiba-tiba aku merasa aneh," batin Nafisha.
"Sudahlah Nafisha. Apa yang saat ini kamu pikirkan dan bukankah kamu juga mengetahui bahwa laki-laki itu pasti sudah menikah, tetapi dari mana aku tahu kalau dia sudah menikah, tidak ada juga fakta mengatakan dia menikah dan wanita yang dia panggil baby tadi apa mungkin kekasihnya atau istrinya?" Nafisha bertanya-tanya dengan penasaran.
"Sudahlah, hal itu tidak penting sama sekali dan kenapa juga aku harus mengurusinya. Nafisha kamu harus fokus pada pekerjaan!" ucapnya dengan tegas yang memasuki kamarnya.
****
Setelah menyelesaikan urusannya di Bogor akhirnya Nafisha bersama timnya kembali ke Jakarta. Nafisha menyempatkan sebentar dengan Nadien untuk makan sebelum pulang ke rumah masing-masing.
"Gila ya, tuh anak, bisa-bisanya dia nekat datang ke perkebunan dan ingin melakukan hal-hal seperti itu kepada kamu?" ucap Nadien tambah emosi setelah mendapatkan cerita dari sahabatnya atas apa yang terjadi.
"Memang, jika tidak gila maka dia tidak mungkin melakukan semua itu," jawab Nafisha.
"Benar-benar kurang ajar. Seharusnya aku ada di sana dan bisa memberi pelajaran seperti yang Pak Arthur lakukan kepadanya," ucap Nadien.
"Sudahlah, aku hanya bisa memetik hikmah dari kejadian ini. Dengan dia berada di kantor polisi, artinya dia tidak akan menuntut kerugian dari persiapan pernikahan kami. Pak Arthur juga mengatakan kepadaku bahwa dia akan mengurus semuanya, seperti sebuah negosiasi dan dengan begitu dia tidak akan menggangguku lagi," ucap Nafisha.
"Pak Arthur mengatakan seperti itu kepada kamu?" tanya Nadien membuat Nafisha menganggukkan kepala.
"Nafisha kamu menyadari tidak jika akhir-akhir ini kamu dekat sekali dengan Pak Arthur?" tanya Nadien.
"Aku tidak menyadari dan hanya saja dia beberapa kali membantuku," jawab Nafisha.
"Pak. Arthur naksir kali sama kamu!" celetuk Nadien.
"Uhuk-uhuk-uhuk!" Nafisha langsung batuk-batuk mendengar pernyataan temannya.
"Isss, kamu sembarangan bicara, aku tidak merasa dekat dengannya dan juga tidak caper padanya. Aku juga tidak ingin kali berurusan dengan laki-laki yang sudah beristri. Ini hanya profesional sebagai atasan dan bawahan!" tegas Nafisha.
"Kamu tahu dari mana kalau beliau sudah menikah?" tanya Nadien.
"Pokoknya dia mau menikah atau belum menikah itu sama sekali tidak ada urusannya denganku, kamu jangan ngaco yang menduga-duga hal yang tidak mungkin seperti itu!" tegas Nafisha.
Nadine tidak berbicara lagi tampak sewot.
Bersambung.....
tapi aku kok agak takut Agam bakalan balas dendam yaa...dia kan aslinya laki2 begajulan
wanita sholekhah jodohnya pria yg sholeh.nafish gadis yg baik kasihan banget dapet laki2 keong racun hia huaa