NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Tersiksa

Pembalasan Istri Tersiksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Menantu Pria/matrilokal / Penyesalan Suami / Selingkuh / Dijodohkan Orang Tua / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Istri Sah Yang Cetar dan Badas

​Restoran mewah itu terasa sangat privat dengan pencahayaan temaram. Di atas meja, botol anggur mahal sudah setengah kosong. Santi terus memainkan jemarinya di atas punggung tangan Andika, sesekali tertawa kecil sambil membisikkan betapa malangnya nasib Andika yang harus terbelenggu dalam pernikahan tanpa gairah dengan Rahayu.

​"Mas itu pria hebat, karismatik. Harusnya Mas didampingi wanita yang bisa melihat ketampanan Mas, bukan yang cuma bisa meraba-raba tembok," ucap Santi dengan nada rendah yang menggoda.

​Andika, yang sudah mulai terpengaruh alkohol dan egonya yang terluka, merasa mendapat validasi yang selama ini ia cari.

"Kamu benar, San. Rahayu itu beban. Dia pikir dia menguasai rumah itu hanya karena Papa Rio yang membantu keuangan perusahaan ortuku."

​"Kalau gitu, kenapa Mas nggak bawa aku ke sana? Aku ingin tahu sesunyi apa rumah mansion itu kalau malam. Dan siapa tahu... aku bisa bantu Mas 'membereskan' beberapa hal," tawar Santi dengan kerlingan mata penuh arti.

​Andika menyeringai. Ide itu terdengar seperti balas dendam yang sempurna.

"Ayo. Tapi ingat, jangan bersuara. Aku ingin melihat sejauh mana 'indra keenam' istriku itu bekerja."

​​Pukul sebelas malam, mobil Andika memasuki halaman mansion dengan lampu depan yang sengaja dimatikan. Suasana rumah tampak gelap, hanya lampu teras yang berpijar kuning pucat.

​Andika turun dari mobil, diikuti Santi yang melangkah dengan sangat berhati-hati, menenteng sepatu hak tingginya agar tidak menimbulkan suara di atas lantai marmer.

Andika menaruh jari telunjuk di depan bibirnya, mengisyaratkan Santi untuk benar-benar diam.

​"Dia biasanya udah tidur jam segini. Jangan sampai ada suara gesekan baju sekalipun," bisik Andika sangat pelan di telinga Santi.

​Santi mengangguk, senyum kemenangannya merekah di kegelapan. Mereka melangkah masuk ke ruang tengah. Andika merasa menang ia berhasil membawa "musuh" ke dalam benteng Rahayu tanpa wanita itu sadar.

​Namun, saat mereka melewati meja makan tempat kejadian tadi pagi Andika mendadak berhenti. Bulu kuduknya meremang.

​Di ujung meja makan yang gelap, Rahayu duduk tegak dengan gaun tidurnya yang putih bersih.

Ia tidak menyalakan lampu. Ia hanya duduk di sana, menghadap ke arah pintu masuk, seolah-olah sudah menunggu mereka sejak berjam-jam yang lalu.

​"Pulang selarut ini, Mas? Dan... sepertinya kamu gak pulang sendirian," suara Rahayu memecah kesunyian, datar dan dingin seperti es.

​Andika tersentak, sementara Santi hampir saja menjerit karena kaget.

​"R-Rahayu? Kamu belum tidur? Aku cuma... aku cuma bawa tamu," jawab Andika terbata-bata, mencoba menguasai keadaan.

​Rahayu memiringkan kepalanya sedikit, hidungnya kembang kempis pelan.

"Tamu? Tamu yang memakai parfum Black Opium yang terlalu menyengat? Parfum kesukaan adik tiriku yang kurang kasih sayang?"

​Rahayu berdiri, jemarinya mengetuk meja makan dengan irama yang membuat jantung Andika berdegup kencang.

​"Selamat datang, Santi. Gak perlu bersembunyi di balik punggung suamiku. Bau ambisimu jauh lebih tajam daripada bau garam tadi pagi."

​Wajah Andika memucat, namun alkohol yang mengalir di darahnya justru memicu amarah defensif. Ia mengeratkan genggamannya pada lengan Santi, lalu melangkah maju dengan dagu terangkat, mencoba menggertak dalam kegelapan yang mencekam itu.

​"Hentikan omong kosongmu, Rahayu! Kamu udah mulai berhalusinasi karena terlalu lama mengurung diri di kegelapan," bentak Andika, suaranya bergema di langit-langit mansion yang tinggi.

"Ini bukan Santi. Ini Melisa, rekan bisnis baru yang baru saja mendarat dari luar kota. Kita ada urusan mendesak yang harus diselesaikan malam ini juga."

​Rahayu tidak bergeming. Senyum tipis yang getir tersungging di bibirnya yang pucat.

"Rekan bisnis? Di jam sebelas malam? Di rumah pribadi? Mas, logikamu sudah tumpul karena minuman itu."

​Rahayu kemudian mengalihkan pandangannya yang kosong ke arah di mana Santi berdiri. Rahayu berdiri.

"Melisa, benarkah? Kalau gitu, selamat datang di mansion yang dingin ini, Melisa. Bagaimana perjalananmu?"

​Santi melirik Andika sesaat, lalu ia berdeham, mengubah resonansi suaranya menjadi lebih berat dan serak, mencoba menutupi nada manja yang biasanya ia gunakan.

​"Ya, Rahayu. Maaf mengganggu malam-malam. Saya hanya ingin menyerahkan berkas proyek yang harus ditandatangani Pak Andika besok pagi," ucap Santi dengan suara yang dibuat-buat, kaku dan asing.

​Rahayu terdiam sejenak. Ia tampak seperti sedang menyerap setiap frekuensi suara yang keluar dari mulut wanita itu.

"Suara yang asing... tapi getarannya tidak asing. Bau parfummu, Melisa, sangat identik dengan aroma yang tertinggal di rumah lamaku. Apakah semua rekan bisnis Mas Andika memakai parfum yang sama?"

​"Cukup, Rahayu!" Andika meledak. Ia merasa terpojok oleh ketenangan istrinya yang seolah bisa menembus segala kebohongan yang ia susun.

"Jangan berlagak seperti detektif. Kamu itu cuma wanita buta yang bergantung pada uang ayahmu! Jangan lancang menginterogasi tamuku!"

​"Aku hanya bertanya, Mas. Sebagai nyonya rumah ini, aku berhak tahu siapa yang masuk ke kamarku... atau ke hidupmu," sahut Rahayu dengan suara yang mulai bergetar, namun tetap tegas.

​Amarah Andika mencapai puncaknya. Merasa martabatnya diinjak di depan Santi,ia melangkah lebar dan dengan kasar mendorong bahu Rahayu.

​BRAK!

​Tubuh ringkih Rahayu terlempar ke belakang, menghantam kursi makan sebelum akhirnya jatuh tersungkur di atas lantai marmer yang dingin. Ringisan kecil keluar dari bibir Rahayu saat sikunya membentur lantai dengan keras.

​Di kegelapan, Santi menutup mulutnya dengan tangan, bukan karena ngeri, melainkan untuk menyembunyikan senyum kemenangannya. Matanya berkilat puas melihat wanita yang selama ini ia benci karena statusnya itu kini tersungkur tak berdaya di bawah kaki suaminya sendiri.

​Andika berdiri menjulang di depan Rahayu yang berusaha bangun dengan meraba-raba lantai.

"Satu kata lagi keluar dari mulutmu, aku gak akan segan-segan mengusirmu malam ini juga. Ingat, rumah ini milikku selama aku masih suamimu!"

​Rahayu terdiam, tangannya yang gemetar menyentuh lantai, mencari pegangan. Di balik rambutnya yang terurai menutupi wajah, setetes air mata jatuh, namun ekspresinya perlahan mengeras.

Andika masih berdiri dengan napas memburu, merasa menang karena telah membungkam Rahayu.

Namun, ia tidak menyadari bahwa keheningan yang menyelimuti Rahayu bukanlah tanda menyerah, melainkan ketenangan sebelum badai.

​Tangan Rahayu meraba kolong meja makan, tempat ia selalu menyandarkan tongkat penuntun berbahan aluminium tebal yang ujungnya diperkuat baja. Dengan satu gerakan cepat yang tidak terduga, ia menyambar tongkat itu dan berdiri dengan tegak.

​"Rumah ini milikmu, Mas?" suara Rahayu berubah menjadi rendah, serak, dan penuh ancaman.

"Kamu lupa siapa yang membangun pondasi perusahaanmu lagi?"

​WUK!

​Tanpa peringatan, Rahayu mengayunkan tongkatnya secara horizontal. Karena ia sudah menghafal setiap jengkal ruang makan itu, ia tahu persis di mana posisi Andika berdiri berdasarkan arah suaranya tadi.

​"AKH!" Andika memekik saat ujung tongkat yang keras menghantam tulang keringnya dengan telak. Ia langsung tersungkur, memegangi kakinya yang terasa seperti remuk.

​"Rahayu! Apa yang kamu!"

​PLAK!

​Belum sempat Andika menyelesaikan kalimatnya, ayunan kedua mendarat tepat di punggungnya. Rahayu tidak memukul dengan sembarangan ia menggunakan indra pendengarannya untuk melacak suara napas dan rintihan Andika.

​"Ini untuk setiap perlakuanmu padaku!" ucap Rahayu dingin.

​Santi yang melihat Andika dihajar habis-habisan mulai panik. Ia mencoba mengendap-endap pergi menuju pintu keluar, namun malang baginya, sepatunya yang ia jinjing terjatuh dan menimbulkan bunyi gedebuk kecil di lantai marmer.

​Telinga Rahayu yang tajam menangkap frekuensi itu. Ia memutar tubuhnya dengan anggun namun mematikan.

​"Mau ke mana, 'Melisa'?" tanya Rahayu dengan nada sarkastik.

​"Jangan mendekat! Kamu gila, Rahayu! Kamu buta, kamu nggak bisa lihat aku!" teriak Santi histeris.

​"Aku memang gak melihat wajahmu, tapi aku bisa merasakan aura busukmu," sahut Rahayu. Dengan gerakan seperti pemain anggar profesional, ia mendorong ujung tongkatnya ke arah suara Santi.

​DUK!

​Ujung tongkat itu mengenai perut Santi, membuatnya terjerembap ke belakang menabrak vas bunga besar hingga pecah berkeping-keping. Rahayu tidak berhenti di situ. Ia mengayunkan tongkatnya ke atas, menghantam bahu Santi yang sedang berusaha merangkak kabur.

​"ADUH! Ampun, Rahayu! Ampun!" tangis Santi pecah, harga dirinya hancur berantakan.

​Andika mencoba bangkit dan menerjang Rahayu untuk merebut tongkat itu, namun Rahayu dengan sigap melakukan gerakan memutar, memanfaatkan berat tubuhnya untuk mengayunkan tongkat tepat ke arah rusuk Andika.

​Bugh!

​Andika terlempar kembali ke lantai, terengah-engah dengan rasa sakit yang menusuk. Ia benar-benar ketar-ketir. Istri yang ia anggap lemah dan "hanya bisa meraba tembok" ternyata menyimpan kekuatan dan kemarahan yang luar biasa.

Kegelapan yang tadinya menjadi sekutu Andika untuk berselingkuh, kini berbalik menjadi penjara di mana Rahayu adalah sang predatornya.

​"Keluar," ucap Rahayu, napasnya memburu tapi suaranya tetap terkendali. Ia mengarahkan ujung tongkatnya.

​"Keluar dari rumah ini sebelum aku menelepon Papa Rio dan memastikan besok pagi kalian berdua menjadi gelandangan di kota ini. Bawa wanita ini bersamamu, Andika. Kamu bilang dia rekan bisnis? Silakan tidur di kantor atau di emperan jalan bersamanya.

​Andika, dengan kaki pincang dan tubuh penuh memar, menarik tangan Santi yang menangis tersedu-sedu. Mereka lari terbirit-birit keluar menuju mobil dalam kegelapan, tanpa berani menoleh ke belakang.

​Rahayu berdiri mematung di tengah ruangan yang sunyi. Ia menyandarkan kembali tongkatnya ke meja, lalu meraba wajahnya sendiri. Tidak ada lagi air mata.

BERSAMBUNG

1
Ariany Sudjana
ini ga ada ceritanya gimana agung bisa menemukan Rahayu? tahu-tahu Rahayu sudah sadar dari koma
Anonymous: ada kak baca lagi di episode 30
total 1 replies
Anonymous
makin seru thor pembalasan dendam dimulai
Ara putri
semangat nulisnya kak.
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏
Ariany Sudjana
semoga ada yang datang menyelamatkan Rahayu dan pak Rio
Ariany Sudjana
he citra kamu beneran yah iblis berwujud manusia, sudah jelas kamu salah, masih juga mau berkelit dan mau membunuh pak Rio, jangan coba-coba kamu yah citra. sudah pa Rio bawa saja semua orang yang terlibat dalam penganiayaan Rahayu, biar hukum dunia bawah yang bertindak
Anonymous
makin gregetan thor
Ariany Sudjana
mampus kalian Andika dan citra, siap-siap saja kalian menghadapi papanya Rahayu
Anonymous
apa yg akan terjadi selanjutnya😍
Anonymous
seruu
Anonymous
mkin seru👍
Anonymous
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!