NovelToon NovelToon
Cinta Untuk Nayla & Nando

Cinta Untuk Nayla & Nando

Status: tamat
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: tanty rahayu bahari

Nayla, seorang ibu tunggal (single mother) yang berjuang menghidupi anak semata wayangnya, Nando, dan neneknya, tanpa sengaja menolong seorang wanita kaya yang kecopetan. Wanita itu ternyata adalah ibu dari Adit, seorang pengusaha sukses yang dingin namun penyayang keluarga. Pertemuan itu membuka jalan takdir yang mempertemukan dua dunia berbeda, namun masa lalu Nayla dan status sosial menjadi penghalang cinta mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19: Pertemuan di Bawah Spanduk Raksasa

​Rezeki memang tidak pernah tertukar, tapi jalannya seringkali misterius.

​Siang itu, Nayla baru saja selesai melayani pembeli terakhir ketika ponselnya berdering. Nomor tidak dikenal.

​"Halo, dengan Ibu Nayla pemilik Dapur Nando?"

​"Iya, benar. Ini siapa ya?"

​"Kami dari panitia Jakarta Culinary Fest. Selamat Bu! Berdasarkan rating tinggi dan ulasan positif di aplikasi online selama tiga bulan terakhir, 'Dapur Nando' terpilih sebagai salah satu dari 20 UMKM kuliner terbaik yang diundang untuk membuka booth gratis di acara festival kami akhir pekan ini di Grand Convention Hall."

​Nayla nyaris menjatuhkan centong nasinya. Jakarta Culinary Fest? Itu acara kuliner terbesar tahunan di Jakarta. Sewa booth-nya saja bisa puluhan juta, dan ia diundang gratis?

​"Gratis, Pak? Benar tidak ada biaya?" tanya Nayla tak percaya.

​"Gratis, Bu. Semua biaya booth dan listrik ditanggung oleh sponsor utama kami. Ibu hanya perlu bawa bahan makanan. Potensi pengunjung mencapai 10.000 orang per hari. Bagaimana, Bu?"

​Otak bisnis Nayla langsung berhitung. 10.000 orang. Jika 1% saja membeli nasi uduknya, itu berarti 100 porsi sehari. Keuntungan besar.

​"Saya mau, Pak! Saya daftar!" jawab Nayla antusias.

​Ia tidak tahu bahwa "rating tinggi" yang melambungkan namanya itu sebagian besar disumbang oleh akun-akun samaran yang diperintahkan Adit, dan sponsor utama acara itu adalah perusahaan yang ingin ia hindari seumur hidup.

​Hari Sabtu, hari H acara.

​Grand Convention Hall tampak megah dengan dekorasi festival yang meriah. Ratusan tenant kuliner mulai dari kopi kekinian hingga jajanan tradisional sibuk menata dagangan.

​Nayla datang dibantu oleh Rian—mantan rekan kerjanya di Rahardian Group yang masih berhubungan baik. Rian berbaik hati menyewakan mobil pickup saudaranya untuk mengangkut peralatan masak Nayla. Nando juga ikut karena Nenek Ijah sedang kontrol rutin di puskesmas (diantar tetangga).

​"Gila, Nay. Tempatnya mewah banget," komentar Rian sambil menurunkan panci besar berisi kuah semur. "Lo hebat bisa tembus sini."

​"Rezeki Nando, Mas Rian," Nayla tersenyum lebar, menyeka keringat. Ia mengenakan celemek bersih bertuliskan Dapur Nando di atas kaos polosnya.

​Setelah booth siap dan Rian pamit pulang, Nayla mulai menata dagangannya. Nando duduk anteng di kursi kecil di pojok booth sambil mewarnai gambar.

​Saat Nayla mendongak untuk memasang papan harga, matanya menangkap sesuatu yang membuatnya membeku.

​Di panggung utama yang berjarak sekitar 50 meter dari booth-nya, sebuah banner raksasa sedang dikerek naik. Tulisan di banner itu begitu besar dan mencolok:

​JAKARTA CULINARY FEST 2025

Proudly Sponsored by:

RAHARDIAN GROUP CSR PROGRAM

​Darah Nayla surut seketika. Wajahnya pucat pasi.

Rahardian Group.

Sponsor utama.

​"Mati aku," desis Nayla.

​Ia panik. Ia ingin berkemas dan pulang saat itu juga. Tapi nasi sudah dimasak, booth sudah berdiri, dan festival akan dibuka 15 menit lagi. Jika ia kabur, ia akan di-blacklist oleh panitia dan menyia-nyiakan modal belanja bahan yang tidak sedikit.

​"Tenang, Nay. Tenang," bisiknya pada diri sendiri. "Ini acara umum. Adit itu CEO. Dia nggak mungkin ngurusin acara bazar receh kayak gini. Paling dia cuma kirim wakil atau manajer CSR. Dia nggak bakal dateng."

​Nayla mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Ia menarik topi kainnya lebih rendah, menutupi sebagian wajahnya, dan berdoa semoga hari ini berlalu dengan cepat tanpa drama.

​Namun, doa Nayla sepertinya tersangkut di awan.

​Di area VIP, Adit baru saja turun dari mobilnya dengan wajah masam. Ia didampingi oleh Pak Hadi HRD dan Sekretarisnya.

​"Kenapa saya harus datang ke sini?" gerutu Adit sambil merapikan jas casual-nya (hari ini ia tidak pakai dasi, mencoba terlihat santai tapi tetap expensive). "Biasanya kan Pak Darmawan yang wakilin seremonial beginian."

​"Pak Darmawan sedang dinas ke Surabaya, Pak Adit," jelas Sekretarisnya. "Dan panitia sangat memohon kehadiran Bapak karena ini program CSR terbesar tahun ini untuk mendukung UMKM. Citra perusahaan akan sangat bagus kalau Bapak terlihat merakyat."

​"Merakyat..." Adit mendengus. Kata itu mengingatkannya pada nasi uduk dan pantry lantai 15.

​"Oke. Saya buka acara, keliling sebentar, foto-foto, terus pulang. Jangan lama-lama," perintah Adit.

​Acara pembukaan berlangsung meriah. Adit memukul gong, tersenyum palsu ke arah kamera wartawan, dan memberikan pidato singkat tentang pentingnya memajukan ekonomi kerakyatan.

​Setelah itu, sesi peninjauan booth dimulai.

Adit berjalan dikawal ketat oleh panitia dan beberapa sekuriti. Ia menyalami beberapa pedagang, mencicipi keripik singkong, memuji kopi lokal, semua dengan senyum standar SOP perusahaan.

​"Selanjutnya, Pak Adit, kita ke zona kuliner tradisional. Di sana ada tenant-tenant dengan rating tertinggi di aplikasi," arahkan ketua panitia dengan bangga.

​Rombongan itu berbelok ke lorong B.

​Jantung Adit tiba-tiba berdegup aneh. Aroma yang sangat ia kenal tercium di udara. Aroma sereh, lengkuas, dan santan yang khas. Aroma hari Jumat-nya.

​Adit menghentikan langkahnya.

​"Pak Adit? Ada apa?" tanya panitia bingung.

​Mata Adit menyisir deretan booth di depannya. Hingga matanya berhenti pada sebuah papan nama kayu sederhana yang digantung rapi: DAPUR NANDO.

​Dunia Adit berhenti berputar.

​Di balik meja display kaca, berdiri seorang wanita dengan topi kain rendah, sibuk membungkus nasi dengan tangan cekatan. Meski wajahnya tertutup sebagian, Adit mengenali postur itu dari jarak satu kilometer pun.

​Nayla.

​Adit terpaku. Ia merasa seperti melihat hantu. Bagaimana bisa Nayla ada di sini? Di acara perusahaannya?

​"Pak?" panggil panitia lagi.

​Adit mengangkat tangan, memberi isyarat diam. Ia menatap lekat-lekat ke arah booth itu. Ia melihat Nayla menyeka keringat di lehernya. Ia melihat betapa lelah namun tangguhnya wanita itu.

​Rasa rindu yang selama tiga bulan ini ia tekan mati-matian, kini meledak keluar seperti bendungan jebol. Kakinya gatal ingin melangkah ke sana, tapi akal sehatnya menahan.

Jangan. Dia membencimu. Kehadiranmu hanya akan merusak harinya.

​Adit hendak berbalik arah, memerintahkan rombongan untuk lewat jalan lain.

​Tapi takdir berkata lain.

​Di pojok booth, Nando merasa bosan. Ia berdiri di atas kursi kecilnya untuk melihat keramaian. Matanya yang jeli menyapu kerumunan orang-orang berjas rapi. Dan matanya menangkap sosok tinggi tegap yang sangat ia rindukan.

​Mata bocah itu membelalak lebar.

​"OM KUE COKELAT!" teriak Nando dengan suara cempreng khas anak-anak, mengalahkan suara musik latar.

​Nayla tersentak kaget. Ia menoleh ke arah pandang Nando.

Dan di sanalah ia melihatnya.

​Aditya Rahardian. Berdiri mematung di tengah lorong, dikelilingi orang-orang penting, menatap lurus ke arahnya.

​Waktu seolah membeku. Sendok nasi di tangan Nayla jatuh berdentang ke panci.

​Nando tidak peduli dengan suasana tegang itu. Ia melompat turun dari kursi, menerobos keluar dari booth, dan berlari kencang dengan kaki-kaki kecilnya menuju Adit.

​"Nando! Jangan!" teriak Nayla panik, hendak mengejar. Tapi ia terhalang meja dagangannya sendiri.

​Nando berlari menembus barisan sekuriti yang kaget melihat anak kecil menerobos.

​"Om Adit!"

​Tanpa ragu, Adit berlutut di lantai keramik yang keras, merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Ia tidak peduli jas mahalnya kotor. Ia tidak peduli kamera wartawan.

​Hap!

​Nando menabrak dada bidang Adit, memeluk leher pria itu erat-erat.

​"Om ke mana aja?! Nando kangen! Ibu juga kangen!" celoteh Nando sambil menangis sesenggukan di pelukan Adit.

​Kalimat polos itu—Ibu juga kangen—terdengar jelas oleh semua orang di sekitar mereka, termasuk panitia dan wartawan.

​Adit memejamkan mata, menghirup aroma minyak telon dan keringat matahari dari tubuh Nando. Ia membalas pelukan bocah itu tak kalah eratnya.

​"Om juga kangen banget sama Nando... maafin Om ya, Jagoan," bisik Adit, suaranya serak menahan tangis.

​Di booth-nya, Nayla berdiri mematung. Kakinya lemas. Ia melihat pemandangan itu dengan hati yang tercabik-cabik. Pria yang paling ingin ia lupakan, kini sedang memeluk anaknya di depan umum, dengan tatapan penuh kasih sayang yang tidak bisa dipalsukan.

​Flash kamera mulai menyambar-nyambar.

​"CEO Rahardian Group Dipeluk Anak Kecil Misterius di Tengah Acara."

"Momen Mengharukan Bos Properti dengan Anak Pedagang Kaki Lima."

​Adit membuka matanya. Ia menatap lurus ke arah Nayla yang berdiri di kejauhan dengan wajah pucat. Tatapan mereka terkunci.

​Di mata Adit, ada permohonan maaf dan rindu.

Di mata Nayla, ada ketakutan dan luka lama yang terbuka kembali.

​Adit perlahan berdiri sambil menggendong Nando di lengannya—persis seperti di Ragunan dulu. Ia berjalan perlahan mendekati booth Nayla. Kerumunan orang otomatis membelah jalan, memberikan ruang bagi sang Raja yang sedang menghampiri rakyat jelatanya.

​Nayla mundur selangkah, punggungnya menabrak dinding booth. Ia terperangkap.

​"Assalamualaikum, Nay," sapa Adit lembut saat sampai di depan meja Nayla.

​Nayla menelan ludah, suaranya tercekat. "Wa-waalaikumsalam, Pak Aditya."

​Panggilan formal itu membuat senyum Adit sedikit getir, tapi ia tidak mundur.

​"Nando tambah berat ya," Adit berusaha mencairkan suasana beku itu.

​"Turunkan anak saya, Pak," pinta Nayla dingin, berusaha merebut Nando. "Bapak mengganggu antrean pembeli."

​"Tidak ada yang terganggu, Nay. Mereka justru..." Adit menoleh ke belakang. Semua orang diam menonton mereka bak drama Korea live.

​Nando menggeleng kuat, memeluk leher Adit makin erat. "Nggak mau! Mau sama Om Adit! Ibu jangan marah sama Om Adit!"

​"Nando!" bentak Nayla sedikit keras karena panik. Nando kaget dan mulai menangis.

​Adit menepuk-nepuk punggung Nando menenangkan. "Ssst, udah Jagoan, jangan nangis. Ibu nggak marah kok. Ibu cuma kaget."

​Adit menatap Nayla lagi. Kali ini tatapannya serius.

​"Nay, kita perlu bicara. Nggak bisa kayak gini terus. Kasihan Nando."

​"Saya sibuk, Pak. Saya harus dagang. Tolong kembalikan anak saya dan pergi. Bapak bikin saya jadi tontonan," desis Nayla, matanya berkaca-kaca menahan malu.

​Adit menghela napas panjang. Ia tahu Nayla keras kepala. Ia menoleh pada sekretarisnya yang berdiri bingung di belakang.

​"Mbak Sarah," panggil Adit.

​"I-iya, Pak?"

​"Beli semua dagangan di booth ini. Borong semuanya. Bagi-bagikan gratis ke pengunjung di pintu masuk."

​Mata Nayla membelalak. "Apa-apaan kamu?!"

​Adit tidak menggubris protes Nayla. Ia menatap Nayla tajam.

​"Dagangan kamu sudah habis terjual, Nayla. Sekarang kamu nggak sibuk lagi. Ikut saya ke ruangan VIP. Kita bicara. Atau..." Adit melirik wartawan yang makin banyak merapat, "...atau kita bicara di sini dan besok wajah kamu sama Nando jadi headline koran gosip sebagai 'Simpanan CEO'."

​Itu bukan ancaman jahat, tapi peringatan realita. Adit tahu betapa buasnya media. Ia ingin melindungi privasi Nayla.

​Nayla melihat kilatan blitz kamera yang menyilaukan. Ia sadar ia tidak punya pilihan.

​Dengan tangan gemetar, Nayla melepas celemeknya. Ia keluar dari balik meja booth.

​"Baik. Kita bicara," ucap Nayla kalah.

​Adit tersenyum tipis—senyum kemenangan bercampur lega. Ia berjalan memimpin jalan sambil tetap menggendong Nando, sementara Nayla berjalan menunduk di belakangnya, dikawal oleh sekuriti menembus kerumunan yang berbisik-bisik.

​Takdir baru saja menyeret mereka kembali ke satu ruangan, dan kali ini, tidak ada pintu keluar sebelum semuanya tuntas.

...****************...

Bersambung....

Terima kasih telah membaca💞

Jangan lupa bantu like komen dan share❣️

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!