Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sepertinya itulah pribahasa yang cocok menggambarkan seorang gadis cantik bernama Emila. Setelah hubungannya kandas karena kehadiran orang kedua, kini ia harus merasakan menjadi yang kedua pula untuk seorang pria yang sudah beristri karena mengandung anak dari pria itu setelah melewati malam panas dan ia dinyatakan mengandung.
Penawaran pernikahan sebagai bentuk tanggung jawab dari pria yang sudah menanamkan benih di rahimnya membuat Emila tak bisa menolak karena tidak ingin membuat ibunya malu dan akhirnya mendapatkan perlakuan buruk dari orang sekitarnya.
Bagaimana nasib Emila selanjutnya setelah menikah menjadi yang kedua sedangkan istri pertama pria tersebut tidak mengetahui pernikahan diam-diam mereka? Apakah istri pertama pria itu akan bersikap baik pada Emila atau justru sebaliknya setelah kebenaran itu terungkap mengingat istri pertama dari pria itu dinyatakan sulit memiliki seorang anak?
Yuk ikuti kisah Emila dan Arkana di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menolak tawaran
"Saya tidak bercanda. Saya serius dengan perkataan saya." Jawab Arkana.
Emila menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tertarik dan saya tidak membutuhkan pertanggungjawaban apapun dari anda." Jawab Emila tegas.
Arkana menatap datar wajah Emila. "Kau tidak bisa egois. Bagaimana pun juga kau harus memikirkan nasib anak kita selanjutnya. Aku tidak ingin anakku lahir tanpa seorang ayah. Aku tidak ingin membuat mereka terluka." Tekan Arkana. Cukup ia saja yang merasakan lahir ke dunia tanpa seorang ayah, tapi tidak untuk anaknya.
Emila dibuat bimbang. Ia mengerti maksud perkataan Arkana dan ia juga membutuhkannya untuk persalinannya nanti. Namun apakah ia harus mengorbankan perasaan wanita lain demi status anak-anaknya?
"Untuk masalah istriku aku akan memikirkannya kembali nanti. Yang terpenting sekarang adalah kita menikah karena aku ingin bertanggung jawab pada dirimu dan anak kita." Ucap Arkana kemudian.
"Apa anda ingin mengorbankan perasaan istri anda dengan menikahi saya?" Tanya Emila.
"Saya tidak punya pilihan lain. Saya bersalah dan saya harus bertanggung jawab atas kesalahan saya." Jawab Arkana.
"Tapi maaf, saya tidak bisa menerimanya. Simpan saja rasa tanggung jawab anda itu. Saya bisa memberikan pengertian pada anak saya nanti kenapa dia tidak memiliki seorang ayah." Ucap Emila.
Kedua tangan Arkana terkepal mendengarkan jawaban dari Emila.
"Jika tidak ada yang ingin dibicarakan lagi saya permisi untuk lanjut bekerja." Pamit Emila.
"Kau harus memikirkan perkataan saya ini baik-baik, Emila. Jangan menjadi wanita yang egois. Pikirkan nasib anak kita kelak!" Titah Arkana.
Emila hanya diam dan bangkit dari duduknya.
"Saya berikan waktu satu minggu untukmu berpikir." Ucap Arkana saat Emila hendak meraih ganggang pintu.
Emila hanya diam dan melanjutkan niat keluar dari dalam ruangan kerja Bu Selvy.
Setelah berada di luar ruangan, Emila menatap ke sekitarnya memastikan jika tidak ada satu pun orang yang mendengarkan percakapannya dan Arkana tadi. Setelah yakin tidak ada orang yang mendengar, Emila pun melanjutkan langkah kembali ke gudang untuk melanjutkan pekerjaannya.
*
Malam harinya, Emila pun menceritakan tawaran pernikahan yang diucapkan Arkana padanya pagi tadi pada ibunya. Bu Asma yang mendengarkannya pun dibuat terkejut karena ia tidak menyangka jika Arkana mau bertanggung jawab dengan menikahi putrinya.
"Lalu kau menolak tawarannya, Nak?" Tanya Bu Asma lembut pada Emila.
Kepala Emila mengangguk. "Mila tidak mau menyakiti istrinya, Ma. Mila tahu rasanya diduakan dan rasanya sangat sakit sekali." Jawab Emila. Sebagai seorang wanita yang pernah merasa ditinggalkan demi kekasihnya menikah dengan wanita lain, Emila sangat mengerti apa yang dirasakan istri Arkana nanti saat mengetahui suaminya sudah mendua.
Bu Asma terdiam. Ini adalah pilihan yang sulit untuk putrinya. satu sisi putrinya membutuhkan pertanggungjawaban dari Arkana dan di satu sisi lain putrinya tidak ingin membuat istri Arkana terluka.
"Seandainya saja Arkana belum menikah mungkin situasinya tidak akan seperti ini." Gumam Bu Asma.
Emila yang mendengarkannya pun hanya diam sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membuncit karena berisi kedua anak-anaknya.
"Mila, Mama tahu kau pasti sulit mengambil keputusan saat ini. Tapi bagaimana pun juga di posisimu saat ini kau bukanlah wanita yang bersalah. Arkanalah yang bersalah dan Arkanalah yang harusnya mencari cara untuk berbicara dengan istrinya tentang apa yang sudah terjadi." Ucap Bu Asma lembut.
***