Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Rina berdiri terpaku, terengah-engah di tengah ruang tamu, sementara Aryan menghilang di lorong. Ia tahu ia gagal menemukan Jimat itu, dan ia hanya punya waktu beberapa detik untuk melarikan diri sebelum Aryan kembali.
Rina berbalik menuju pintu, namun langkahnya terhenti.
“Mau ke mana, Sayang?”
Suara Aryan terdengar sangat dekat, penuh cibiran. Rina menoleh. Aryan sudah berdiri di belakangnya. Ia tidak pergi ke ruang ritualnya, tapi ia hanya berpura-pura.
Mata merah Aryan berkilat. “Permainanmu bagus. Drama yang hebat. Tapi aku tidak bodoh, Rina. Cahaya hijau di luar sana itu adalah gangguan. Aku merasakan kekuatan Kiai Syarif melemah setelah itu. Kamu datang untuk mengalihkanku, agar mereka bisa mengambil Jimat itu.”
Rina gemetar, air mata ketakutan mulai menggenang. “Tidak, Mas… aku tidak tahu apa-apa…”
Aryan mencengkeram rahang Rina dengan keras. “Berhenti berbohong! Kamu kembali hanya untuk mengkhianatiku. Kamu mengira aku tidak tahu kamu jatuh cinta pada Azmi, bocah ingusan yang menghancurkan rumah tanggamu?”
Aryan tertawa keras, tawa yang tidak waras. “Cintamu pada pecundang itu akan membawa maut, Rina. Dan maut itu akan datang sebentar lagi.”
Aryan menyeret Rina menuruni tangga menuju ruang bawah tanah, itu adalah tempat ritualnya. Ruangan itu dingin, lembap, dan berbau anyir darah kering. Di tengah ruangan, terdapat sebuah meja ritual yang terbuat dari batu, sebagai tempat untuk melakukan persembahan.
“Selamat datang, Rina,” ujar Aryan, mendorong Rina hingga terjatuh di lantai. “Ini adalah tempat yang pantas untukmu. Tempat di mana pengkhianat sepertimu diubah menjadi sumber kekayaanku.”
Aryan mengunci pintu ruangan itu. Ia berdiri di ambang pintu, menatap Rina yang menangis ketakutan.
“Kamu akan menjadi sesembahanku. Tumbal paling indah, yang akan mengikat semua kekuatanku. Aku akan gunakan jiwamu untuk menghancurkan Kiai Syarif dan Azmi.”
Rina menangis histeris. “Jangan, Mas! Aku mohon!”
Aryan tidak peduli. Ia mengeluarkan ponselnya, dan ia menghubungi Jaka.
“Jaka! Aku punya hadiah besar untukmu.”
Jaka di seberang sana, "Hadiah apa, Bos? Saya siap membersihkan kekacauan apa pun.
“Kekacauan ini bukan untuk dibersihkan, Jaka, tapi untuk kalian nikmati,” desis Aryan. “Rina sudah mengkhianatiku. Sebelum aku jadikan dia sesembahan, aku serahkan dia untuk kalian. Datanglah ke rumah, bersenang-senanglah. Nikmati saja sampai kalian puas. Setelah itu, aku akan mengambil sisanya untukku.”
Jaka terdiam sesaat, lalu terdengar tawa yang sangat keji.
"Terima kasih banyak, Tuan Aryan! Ini adalah kehormatan terbesar. Kami akan datang sekarang!" Jawab Jaka dengan penuh semangat.
Aryan menutup teleponnya, lalu menatap Rina dengan mata penuh nafsu dan amarah. “Nikmati waktumu, Sayang. Anak buahku akan datang. Mereka pasti sangat senang. Setelah itu, kamu akan menjadi milikku seutuhnya.”
Aryan mengunci Rina di kamar ritual. Kemudian, ia kembali ke atas, menunggu Jaka, dan menyiapkan Jimatnya untuk ritual pemanggilan iblis.
Sementara Di pesantren, Azmi baru saja selesai memindahkan Bu Ratih ke kamar yang lebih aman, dan meminta bantuan beberapa santri untuk menjaganya.
Kiai Syarif mengajak Azmi untuk segera bergerak, Rina dalam bahaya besar. Aryan menyekapnya di ruang ritual. Dia akan dijadikan tumbal. Beberapa orang anak buah Aryan sedang menuju ke sana untuk menikmati tubuh Rina sebelum dijadikan tumbal. "Kita bergerak sekarang, mata batinku melihat Rina dalam bahaya."
Azmi merasakan darahnya mendidih, bukan karena amarah, tapi karena takut kehilangan. “Kiai, saya siap!”
Mereka tidak lagi memikirkan strategi, Jimat Besi Kuning, atau ilusi. Satu-satunya tujuan mereka adalah menyelamatkan Rina.
Kiai Syarif mengambil Keris Gana Loka dan memberikannya pada Azmi. “Keris ini tidak hanya bisa mencabut Jimat, tapi juga bisa memutuskan ikatan gaib. Ayo pergi sekarang! Kecepatan adalah kuncinya.”
Dengan kekuatan teleportasinya, Kiai Syarif membawa Azmi bergerak secepat kilat.
Saat tiba di rumah Aryan, mereka melihat sebuah mobil terparkir di halaman, itu adalah mobil Jaka. Pintu depan terbuka lebar.
“Kita bagi tugas,” bisik Kiai Syarif. “Aku akan mengganggu konsentrasi Aryan di lantai atas. Kamu, langsung ke ruang bawah tanah. Jaka pasti sudah ada di sana. Tujuan kita kali ini adalah menyelamatkan Rina.”
Azmi mengangguk mantap. Ia menyelinap masuk melalui jendela samping.
Saat Kiai Syarif masuk ke ruang tamu, Aryan sudah berdiri di sana, dikelilingi aura hitam pekat. Jimat itu tidak terlihat, namun kekuatannya terasa menguar dari seluruh rumah.
“Kiai tua bodoh!” seru Aryan. “Kamu datang untuk mati? Sayang sekali, kamu akan melihat Rina mati sebelum kamu dan Azmi!”
Kiai Syarif memejamkan mata, dan mengeluarkan energi spiritual yang tersisa. Ia tidak menyerang Aryan, melainkan menyerang Jimat milik Aryan yang tersembunyi.
Duarr!
Seluruh rumah bergetar. Lampu-lampu padam sesaat. Kiai Syarif berhasil mengganggu ikatan iblis yang melindungi Jimat itu. Aryan menjerit kesakitan, ia terhuyung mundur.
Di saat yang sama, Azmi berlari ke ruang bawah tanah. Ia mendengar suara tawa keji dan teriakan ketakutan Rina dari balik pintu besi.
Jaka dan tiga anak buahnya sudah berada di dalam, mengelilingi Rina yang meringkuk di sudut. Wajah Rina penuh air mata, pakaiannya sudah robek di beberapa bagian.
“Lihat, Bos. Hadiah dari Tuan Aryan ini sungguh memuaskan!” seru salah satu anak buah Jaka dengan nafsu bejat.
Jaka tertawa. “Tentu saja. Dia adalah harta yang paling disayang Aryan. Kita akan bersenang-senang sebelum tuannya menumbalkannya!”
"Ayo sayang, kita bersenang-senang. Dulu aku selamatkan kamu saat kamu diculik Broto. Ini saatnya kamu berikan ucapan terima kasih."
Jaka menyentuh bibir Rina dengan penuh nafsu, dan ia menurunkan tangannya, meremas bagian dada milik Rina. Rina hanya bisa berteriak dengan kaki dan tangan terikat.
"Jangan sentuh aku, manusia biadab". Teriak Rina berusaha melawan.
Tepat saat Jaka sedang membuka kancing kemeja milik Rina, pintu besi itu didobrak paksa dari luar.
Brakkk!
Azmi berdiri di ambang pintu, matanya merah karena amarah. Ia melihat kondisi Rina. Seluruh kekecewaan dan amarahnya pada Aryan dan Jaka, kini menyatu.
“Jaka!” teriak Azmi, suaranya menggelegar.
Jaka dan anak buahnya terkejut melihat Azmi.
“Wah, rupanya bocah cengeng ini datang menjemput kematiannya,” ejek Jaka, menarik pisau dari pinggangnya. “Tangkap dia hidup-hidup! Aryan ingin dia menderita!”
Azmi tidak mengeluarkan mantra apa pun. Ia berlari ke arah Rina, berusaha melepas tali yang mengikat kaki dan tangannya.
“Mbak Rina, aku akan selamatkan kamu.”
Tiga anak buah Jaka mengepung Azmi. Jaka mundur sedikit, menikmati pertunjukan.
Azmi menggunakan Keris Gana Loka sebagai senjatanya. Ia menangkis pukulan dan tendangan dengan gerakan cepat. Ia tidak melukai mereka, tetapi menggunakan ujung keris untuk memotong tali dan ikatan gaib yang ada di ruangan itu, melemahkan kekuatan ruangan ritual itu.
“Cepat! Habisi dia!” perintah Jaka.
Saat Azmi lengah, salah satu anak buah Jaka berhasil memukulnya dengan kursi besi. Azmi terjatuh, keris itu terlepas dari tangannya.
“Azmi!” teriak Rina. Ia segera merangkak menuju keris itu.
Jaka mendekati Azmi yang tersungkur. “Selamat tinggal, pecundang. Terima kasih sudah mengantar sendiri kematianmu.”
Tepat sebelum Jaka menusuk Azmi, Rina meraih Keris Gana Loka. Kekuatan spiritual keris itu meresap ke dalam tubuh Rina. Kekuatan itu bukan untuk menyerang, melainkan untuk melarikan diri.
Rina berteriak keras, dan energi spiritual keris itu memancar keluar, menciptakan ledakan yang mematikan.
Dhuaaar!
Jaka dan anak buahnya terpental. Mereka tidak terluka parah, tetapi terkejut dan pingsan sesaat.
Rina segera meraih tangan Azmi. “Ayo, Azmi!”
Azmi yang tersadar segera bangkit. Mereka berlari menaiki tangga.
Di lantai atas, Aryan masih berperang melawan Kiai Syarif. Ia kini menekan Kiai Syarif dengan aura gelap yang luar biasa. Kiai Syarif terhuyung, namun tetap bertahan.
Tiba-tiba, teriakan Rina terdengar dari bawah.
Aryan menoleh ke tangga. Ia melihat Rina dan Azmi berlari ke arah pintu depan.
“Tidak mungkin!” raung Aryan.
Aryan melepaskan Kiai Syarif dan segera melesat mengejar mereka. Kiai Syarif yang kelelahan hanya bisa melihat.
Azmi dan Rina berhasil mencapai gerbang. Mereka berlari sekuat tenaga.
Aryan muncul di ambang pintu. Matanya merah membara. Ia mengarahkan tangan kanannya ke arah Azmi dan Rina.
“Aku tidak akan membiarkan kalian lari!”
Energi hitam besar melesat dari tangan Aryan. Namun, Kiai Syarif, menggunakan tenaga terakhirnya, melemparkan tongkatnya ke energi itu.
Bumm!
Ledakan gaib terjadi, memberi waktu bagi Azmi dan Rina untuk menghilang di balik kegelapan malam.
Aryan marah besar. Ia kembali ke dalam rumah. Jaka sudah sadar, dan berdiri dengan wajah babak belur.
“Mereka lari, Jaka!” teriak Aryan, menendang sebuah meja hingga hancur. “Kumpulkan semua anak buahmu! Cari mereka sampai ke ujung dunia! Aku mau Azmi mati di tanganku! Dan Rina… aku akan jadikan dia tumbal untuk kekayaanku!”
Jaka mengangguk patuh. Wajahnya dipenuhi kekalahan. Ia harus menenangkan kemarahan Aryan dan membersihkan kekacauan yang terjadi.