NovelToon NovelToon
Tiba-tiba Jadi Istri Rival

Tiba-tiba Jadi Istri Rival

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Romantis / Time Travel / Enemy to Lovers / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: zwilight

Saat membuka mata, Anala tiba-tiba menjadi seorang ibu dan istri dari Elliot—rivalnya semasa sekolah. Yang lebih mengejutkan, ia dikenal sebagai istri yang bengis, dingin, dan penuh amarah.

"Apa yang terjadi? bukannya aku baru saja lulus sekolah? kenapa tiba-tiba sudah menjadi seorang ibu?"

Ingatannya berhenti disaat ia masih berusia 18 tahun. Namun kenyataannya, saat ini ia sudah berusia 28 tahun. Artinya 10 tahun berlalu tanpa ia ingat satupun momennya.

Haruskah Anala hidup dengan melanjutkan peran lamanya sebagai istri yang dingin dan ibu yang tidak peduli pada anaknya?
atau justru memilih hidup baru dengan menjadi istri yang penyayang dan ibu yang hangat untuk Nathael?

ikuti kisah Anala, Elliot dan anak mereka Nathael dalam kisah selengkapnya!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zwilight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 32. | His POV

Elliot berangkat tergesa menuju bandara. Tak ada barang apapun yang ia bawa selain tab yang berisi semua pekerjanya. Hatinya terus tak tenang, ia takut, gelisah dan disatu sisi juga merasa marah dan penuh kecewa.

Sepanjang jalan menuju bandara, ia tak henti melirik pada jam tangan yang melingkar elegan ditangannya. Jarinya sesekali mengetuk bagian sisi jendela, sekedar melepas rasa resahnya. "Kamu udah pastiin waktu take off nya?"

Asisten nya yang kali ini merangkap sebagai supir pribadi terlihat mengangguk dari balik spion dalam. "Sudah pak. Saya juga sudah memperkirakan penerbangan paling cepat dan landing hampir bersamaan dengan penerbangan buk Anala."

Elliot hanya diam tanpa menanggapi. Matanya beralih pada jalanan sekitar yang tak terlalu ramai.

Seketika pandangannya tertuju pada cafe yang pernah ia kunjungi bersama Anala, matanya berubah sendu. "Nggak ada satupun didunia ini yang lebih memahami aku dibanding kamu, makasih Elli"

Ingatan itu seolah menyegar kembali dipikirannya. Rahangnya mengeras, hingga urat-urat lehernya menonjol. "Kalau benar begitu... kenapa kamu malah memilih pergi?" itu bentuk gumamannya sendiri, tak butuh siapapun untuk menjawab. Namun Hendrik malah menyaut dengan polosnya. "Maaf pak, barusan bapak bilang apa?"

Elliot hanya mendelik lalu berdecak pelan. "Bukan apa-apa!" pandangannya terus menerawang pada suasana jalanan sekitar. Hendrik hanya bisa mengangguk tanpa banyak lagi bicara.

tepat setelah mereka sampai di bandara, Hendrik dengan sopan berpamitan pada sang atasan. Tangannya terlipat lurus dengan pandangan menunduk. "Semoga perjalanan anda lancar pak. Saya izin kembali ke kantor."

Elliot mengangguk pelan. Setengah nyawanya sudah lenyap dibawa resah. Ia sempat memejamkan mata, tak kunjung merasa lega. "Tenang saja pak, saya yakin buk Anala tidak berniat meninggalkan anda." hanya satu kalimat singkat, tapi bisa membuat Elliot sedikit punya harapan.

Elliot tersenyum simpul, satu tangannya menepuk bahu Hendrik dengan rasa lega. "Terimakasih, saya titip urusan kantor untuk sementara."

"Percayakan pada saya, pak."

***

Elliot berangkat sendirian, hangat ditemani pekerjaan dalam sebuah tab yang jadi barang wajibnya. Helaan napas terdengar pelan, mengikuti langkah yang berat memasuki pesawat.

Aku ke sana demi Nael, bukan demi Anala!

Ia terus meyakinkan dirinya, menyangkal bahwa aksinya hari ini hanya untuk membawa anaknya kembali. Rasa kecewa membuatnya mengkhianati perasaan sendiri hingga penyangkalan jadi satu-satunya solusi.

"Permisi... apa anda bawa kabel charger?"

Elliot yang sedang memejamkan mata sambil bersandar nyaman pun membuka mata lalu sedikit menoleh. Ada seorang pria seusianya yang kebetulan duduk disebelah.

"Ada."

Pria itu tersenyum lalu menunjukkan layar ponselnya yang hitam tak berdaya. "Apa saya boleh pinjam? ponsel saya tiba-tiba mati, padahal saya masih mau melihat foto dan video yang dikirim oleh istri dan anak saya."

Elliot diam mengamatinya, lalu mengangguk sambil menyodorkan kabel charger miliknya. "Silahkan." pria itu langsung meraihnya dan buru-buru mencolokkan chargernya. "Terimakasih, saya nggak bisa kalau nggak ngelihat video mereka."

Tiba-tiba terjadi keheningan diantara mereka. Elliot yang gila kerja masih saja sempat membaca dokumen lewat tab nya. Sedangkan pria disebelahnya justru mulai kepo dan ingin lebih banyak bicara.

"Apa anda ke Tokyo untuk urusan pekerjaan?"

Elliot mengentikan pekerjaannya, lalu menggeleng singkat. "Bukan, saya mau nyusul anak dan istri yang udah duluan nyampe sana." sedikit heran, ada orang yang ingin tau tujuan penumpang lain di kabin business seperti saat ini.

"Loh kalau gitu kita sama dong. Kebetulan saya juga menyusul anak dan istri yang sedang liburan disana." suara antusiasnya begitu sulit untuk diabaikan. "Sebelum kita ngobrol lebih jauh, alangkah baiknya buat kenalan dulu, saya Juan."

"Saya Elliot," jawabnya sambil tersenyum ramah. Juan melihat wallpaper yang menyala di ponsel Elliot lalu tersenyum. "Pasti itu mereka ya, anak dan istri anda?" Elliot melirik ponselnya lalu mengangguk dengan rasa bangga. "Iya."

Mereka menghabiskan waktu dengan bicara panjang lebar soal keluarga masing-masing. Setidaknya Elliot tidak lagi fokus pada rasa kecewanya, bicara banyak hal dengan orang yang satu frekuensi rasanya menyenangkan.

Tanpa terasa pesawat pun mendarat dengan selamat di kota tujuan. "...Sampai ketemu lagi, Elliot. Jangan lupa atur waktunya."

"Aman! hubungi aja nomor itu." obrolan random justru membuat mereka jadi saling tukar nomor yang berencana untuk bertemu lagi setelah pulang dari Tokyo.

Mereka berpisah disana, tepat didepan pintu kedatangan internasional. Elliot memandang ke segala arah, mencari dua orang yang mungkin saja belum jauh dari tempatnya berada.

"Nael?" matanya langsung berbinar, dia melihat Nael yang berjalan sambil digandeng tangan oleh Anala. Dengan langkah kasar dan menerobos banyaknya pengunjung lain, ia mengikuti mereka hingga segalanya runtuh dengan kehadiran Yohane.

Langkahnya terhenti, mendadak berat seketika. Pupil matanya bergetar menatap Anala dan Yohane yang berdiri berhadapan. Ia meneguk ludah dengan kasar, tangannya tergerak melonggarkan dasi dan kancing paling atas kemejanya.

"Ck. Sial! Kamu benar-benar kesini buat ketemu dia?" berdiri agak jauh dari mereka, bersembunyi dibalik tiang besar yang ada di lorong sana. Untungnya obrolan mereka terdengar jelas ditempat yang tak begitu ramai ini.

"Aku kesini buat liburan sama anakku, bukan buat kamu!" suara Anala membuat Elliot tersentuh, ia masih memasang posisi aman agar tak ketahuan oleh ketiganya.

Elliot hanya diam, masih terus mendengar segalanya tanpa banyak beraksi. Setidaknya ia tau satu hal bahwa Anala benar-benar tak bermaksud untuk meninggalkannya dan membawa Nael pergi bersama Yohane.

Elliot tetap diam, terus mendengarkan satu persatu obrolan yang terkesan carut marut itu. Setiap kali Yohane berusaha memegang tangan Anala, Elliot selalu mengepalkan tangannya sampai kini dua kancing kemejanya sudah terbuka karena gerah.

Sialan! aku nggak bisa tahan ini lebih lama lagi.

Namun dia tetap berusaha tenang, hingga akhirnya umpatan Anala membuat Elliot membelalak hingga hampir menjatuhkan tab yang ada ditangannya. matanya membelalak hingga sesekali mengerjap sambil sesekali memperhatikan istrinya yang sudah memerah mengeluarkan tanduk bengisnya.

"Sini balikin lagi jam nya. kamu nggak pantes make barang mewah!"

Anala dengan berani sudah mengambil paksa jam tangan yang melingkar ditangan kiri Yohane. Elliot mulai mengerti bahwa istrinya benar-benar tak ingin berhubungan lagi dengan Yohane, mereka hanya kebetulan ketemu disana.

sampai akhirnya suara tegas Yohane membuat Elliot tak bisa lagi untuk tetap bersembunyi dibalik tiang besar. "Sayang! kamu udah keterlaluan. Ayo ikut aku!"

Yohane mulai memasang tampang serius, wajahnya memerah menahan amarah. Ia menarik paksa tangan Anala, menariknya untuk ikut meski terus berontak. Sedangkan Nael justru menahan tangan Mamanya. "Jangan bawa Mama! lepasin!" ocehnya terus berusaha menahan.

Namun Yohane tak peduli, wajahnya sudah kepalang marah. "Diam anak cerewet! kalau kamu nggak mau ditinggal, ikut sekarang juga jangan banyak tingkah!" Nathael sampai terkesiap, terkejut dengan suara Yohane yang dingin dan meninggi.

"Yohane! jangan gila!" Anala terus berusaha melepas tangannya, namun cengkraman itu terlalu kuat hingga rasanya nyeri di bagian pergelangan tangannya. "Kalau kamu nggak mau anak ini kenapa-napa, lebih baik kamu ikut aku sekarang juga!" rahangnya menegan, sampai urat-urat lehernya terlihat jelas.

"Lepas!"

Tanpa banyak bicara, Elliot langsung menghempaskan tangan Yohane yang mencengkram Anala dengan kuat. Matanya nyalang, dengan napas yang memburu tak beraturan. "Jangan ngelunjak!" katanya dingin dengan wajah datarnya.

Elliot membawa Anala dan Nathael berdiri dibelakangnya, mengamankan mereka dari jangkauan orang gila seperti Yohane. "Siapa kamu sampai berani memegang tangan istri saya?" tangannya sudah mencengkram kerah baju Yohane, siap menghajarnya kapan saja.

Yohane membelalak, begitupun dengan Anala yang terkejut dengan mulut menganga. Sedangkan Nathael buru-buru memeluk kaki ayahnya dengan mata berkaca-kaca. "Papa... Om Yohane... dia mau bawa Mama. Nael takut, Pa..."

Elliot memegang kedua bahu Nathael, menenangkannya agar tak terlalu panik. "Makasih ya Nael udah jagain Mama. Sekarang Nael bisa tenang, ada Papa disini."

Nathael mengangguk meski air matanya luruh tanpa bisa ia tahan. Sedangkan Anala masih kebingungan dengan kedatangan Elliot yang tiba-tiba. Matanya sampai tak berkedip, terus merasa bahwa ini hanya khayalannya saja.

"Waah, sang pahlawan datang." Yohane tersenyum sarkas sambil tepuk tangan seolah mencemooh. Tatapannya berubah tajam begitu berhadapan langsung dengan Elliot. "Suami tak dianggap akhirnya mengejar sampai kesini."

Bugh...

Pukulan telak melayang tanpa diduga. Yohane terhuyung ke belakang. Ia memegang perutnya bekas pukulan Elliot. "Dasar gila!" ia sudah mengambil ancang-ancang untuk memukul, namun Anala lebih dulu berdiri ditengah mereka.

"Aku mohon jangan berantem disini, Yohane!" matanya menatap dengan iba pada Yohane, berusaha keras untuk membuatnya berhenti. Namun Elliot buru-buru menarik Anala, membawanya tetap aman dibelakang dirinya.

"Nggak usah ikut campur!" tegas Elliot penuh tekanan. Anala sambil tersentak, dengan pupil bergetar. Tatapan Elliot fokus pada Yohane, penuh intimidasi dan menakutkan. "Mau sampai kapan kamu mau menganggu istri orang?"

Yohane menyeringai pelan. "Kamu nggak pernah belajar sadar diri ya, kamu tuh nggak pernah dianggap, Elliot." tangannya sengaja mendorong Elliot dengan keras.

Elliot mengepalkan tangannya, mengontrol emosi agar tak kembali menghajar wajah menyebalkan milik kakaknya itu. Ia menarik napas dalam, menenangkan diri sebelum bicara. "Harusnya kamu yang sadar diri, Yohane! Dia udah nggak membutuhkan kamu lagi, silahkan enyah dari sini!"

"Kamu nggak punya hak untuk itu, Elliot! Anala itu mencintai saya, bukan kamu!" mereka berdua sama keras kepalanya, benar darah tak bisa bohong. Untuk itu Anala maju, dia bicara tenang tanpa emosi. "Aku udah bilang ratusan kali, aku nggak mencintai kamu Yohane! aku nggak pernah mencintai kamu!"

Mata Yohane bergetar, ia mencoba mencari kebohongan lewat tatapan Anala namun tak ia temukan. Perlahan rahangnya mulai menegang, tangannya langsung meraih Anala tanpa permisi. "Jangan bohong, Anala! kamu... kita selalu saling mencintai."

Anala menggeleng kuat, matanya memancarkan binaran setulus mungkin agar Yohane bisa mengerti. Ia menggigit bibirnya, entah kenapa mendadak sulit untuk berkata. "Yohane, aku dimasalu itu bukanlah aku yang sebenarnya. Aku... aku sejak dulu nggak pernah mencintai kamu."

"Jangan bicara omong kosong! ikut aku sekarang juga!" suaranya sudah meninggi, emosinya berada diujung tanduk. Napasnya yang memburu dengan gerakan kasar menarik-narik tangan Anala. Syukurlah ada Elliot disana. Ia mendorong Yohane cepat, tak membiarkannya bertingkah lebih jauh.

"PERGI, SIALAN!" bentaknya kasar.

Kini banyak orang yang mulai memperhatikan perdebatan mereka. Yohane sudah terjatuh dilantai, sementara Elliot sudah mencapai batas kesabarannya. "Pergi anjing! jangan sampai saya ambil kembali semua aset yang seharusnya jadi milik saya itu."

Ancaman Elliot seperti bekerja dengan baik. Yohane mulai terlihat panik lewat raut wajahnya yang berubah makin gelisah. Tanpa pikir lama, dia bangkit dan berdiri sambil merapikan kembali pakaiannya. Dia mendekat pada Elliot lalu membisikkan sesuatu.

"Kalau begitu saya kembalikan bekas saya. Wajar kalau adik kakak saling tukar pakai."

Amarah Elliot langsung meledak. Bukuh-bukuh tangannya memutih hingga tonjolan uratnya terlihat jelas. Dadanya naik turun tak beraturan, giginya gemeretuk keras, demi apapun ia ingin menghajar pria ini dan membuang jasadnya untuk anjing liar.

"Sampai ketemu lagi, adikku yang manis." Yohane melambaikan tangannya, tak lupa dengan belaian pelan di puncak kepala Anala. Sementara Elliot masih mematung, tinjunya sudah bergetar dan terpaksa ia alihkan pada tiang besar disebelahnya.

"BAJINGAN!"

1
aria
lanjut
Mayuza🍊: secepatnya ka✊
total 1 replies
Mayuza🍊
semoga nanti author dan readers dapat suami kayak Elliot yaa😭
__NathalyLg
Aduh, abis baca ini pengen kencan sama tokoh di cerita deh. 😂😂
Mayuza🍊: mana bener lg 😔
total 1 replies
Ahmad Fahri
Terpana😍
Mayuza🍊: haii kaa makasih banyak supportnya ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!