NovelToon NovelToon
PELURU

PELURU

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Angst / Bad Boy / Keluarga / Mafia / Balas Dendam
Popularitas:697
Nilai: 5
Nama Author: KEZHIA ZHOU

"KENAPA HARUS AKU SATU-SATUNYA YANG TERLUKA?" teriak Soo, menatap wajah ibunya yang berdiri di hadapannya.

*********************

Dua saudara kembar. Dunia dunia yang bertolak belakang.
Satu terlahir untuk menyembuhkan.
Satu dibentuk untuk membunuh.

*********************

Soo dan Joon adalah saudara kembar yang dipisahkan sejak bayi.
Soo diculik oleh boss mafia Korea bernama Kim.

***********************

Kim membesarkan Soo dengan kekerasan. Membentuknya menjadi seorang yang keras. Menjadikannya peluru hidup. Untuk melakukan pekerjaan kotornya dan membalaskan dendamnya pada Detektif Jang dan Li ayah mereka.
Sementara Joon tumbuh dengan baik, kedua orangtuanya begitu mencintainya.

Bagaimanakah ceritanya? Berhasilkah Soo diterima kembali di keluarga yang selama ini dia rindukan?

***********************

"PELURU" adalah kisah tentang nasib yang kejam, cinta dan balas dendam yang tak pernah benar benar membawa kemenangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KEZHIA ZHOU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BERTEMU SOO

Di waktu yang berbeda, Soo dan Park akhirnya tiba di Busan—kota yang malamnya selalu terasa lebih liar daripada siang harinya. Mereka masuk ke sebuah ruangan yang telah disiapkan untuk pelelangan barang haram itu. Cahaya lampu yang berkilau, berpadu dengan musik yang memekakkan telinga, membuat tempat itu tampak seperti dunia yang terlepas dari aturan.

Soo langsung mengambil tempat duduk di kursi yang memang disediakan untuknya, sementara Park berdiri di sisi kanan, memperhatikan setiap sudut ruangan dengan kewaspadaan yang tak pernah longgar. Pandangan Soo menyapu pemandangan di hadapannya—wanita-wanita penghibur dengan pakaian minim, meja-meja penuh botol alkohol, serta aroma obat-obatan terlarang yang seolah mengapung di udara.

Pelelangan dimulai. Satu per satu barang ditawarkan dengan harga yang fantastis. Namun Soo tak memedulikan semua itu. Hanya satu benda yang ia incar—benda yang menjadi lelangan utama, yang telah diminta Kim, ayahnya. Sampai benda itu keluar, tidak ada hal lain yang penting.

Namun di tengah hiruk pikuk acara, suara samar memecah suasana. Sirine. Suara itu semakin jelas, memotong musik dan membuat beberapa orang panik berlarian keluar. Soo menoleh ke segala arah, nalurinya langsung bekerja. Park pun menatapnya, sama-sama menyadari apa yang sedang terjadi.

“Ada polisi,” ucap Park, suaranya tegang.

Soo langsung berdiri, hendak menuju pintu keluar. Tetapi mereka terlambat—beberapa polisi sudah menerobos masuk, menangkap wanita-wanita penghibur dan siapa pun yang bisa dijangkau lebih dulu. Tanpa ragu, Soo menarik pistolnya. Wajahnya berubah dingin, tak ada keraguan sedikit pun.

Dengan langkah berani, ia maju melawan arus orang-orang yang berusaha kabur. Ia menembak setiap orang yang menghalangi jalannya, sementara Park menjaga dari belakang. Sesekali Soo berlindung di balik meja bar, menembak dengan presisi mematikan. Langkahnya terukur, waspada, tapi penuh keyakinan. Dan pada akhirnya, mereka berhasil menerobos hingga keluar ruangan, sementara suara tembakan terus saja berbalas dari dalam.

Begitu keduanya hampir mencapai mobil, tiba-tiba—

Doorrr..! Doorrr...!

Dua tembakan peringatan meledak di udara.

“Turunkan senjatamu!” seru seorang pria dari belakang Soo.

Park sudah terlibat saling menodongkan senjata dengan polisi lain, situasi berubah genting hanya dalam hitungan detik. Namun Soo merasakan ujung dingin pistol menempel tepat di belakang kepalanya. Tidak ada pilihan selain menurunkan senjatanya. Dengan gerakan perlahan, ia melepaskan pegangan dan membalikkan tubuhnya.

Dan di saat itulah ia melihat siapa yang berdiri di belakangnya.

Detektif Jang. Meski Soo tidak mengenalinya.

Wajah Jang yang terkejut tampak jelas. Tatapan mereka bertemu—tajam, kaku, namun sekaligus mengguncang sesuatu di dalam diri Jang. Genggamannya pada pistol perlahan melemah tanpa ia sadari.

“J-Joon…???” bisiknya, hampir tak terdengar.

Dan malam Busan yang tadinya bising, kini terasa seolah berhenti bernafas.

Menyadari tatapan Detektif Jang mulai melemah, Park segera mengambil kesempatan. Ia mengangkat pistolnya dan menembak ke arah Jang tanpa ragu. Tembakan itu melesat cepat, namun Jang cukup gesit untuk menghindar sehingga peluru hanya menembus udara malam.

Kekacauan kecil itu menjadi celah yang mereka butuhkan. Soo dan Park langsung berlari menuju mobil. Begitu pintu tertutup, Park menginjak pedal gas sekuat mungkin. Mobil itu melesat, memaksa orang-orang yang masih berada di area itu menyingkir sambil berteriak ketakutan. Ban menggesek aspal, meninggalkan aroma gosong yang pekat di udara.

Di belakang, Detektif Jang hanya berdiri mematung, masih menodongkan pistol namun jari-jarinya tidak bergerak. Wajahnya tampak tegang, bukan karena tembakan Park… melainkan karena sesuatu yang jauh lebih personal yang baru saja ia lihat.

Tak lama kemudian, Li keluar dari dalam gedung, napasnya masih terengah-engah setelah membantu mengamankan ruangan. Ia melihat mobil para mafia itu lenyap di tikungan, lalu menatap sahabatnya dengan bingung.

“Detektif Jang.. mengapa kau melepaskannya?” tanyanya, heran karena Jang sama sekali tidak mencoba mengejar.

Jang tidak langsung menjawab. Matanya tampak kosong, seolah pikirannya sedang terseret kembali ke sesuatu hal lain yang penting. Rahangnya mengeras, namun ia tidak menunjukkan niatan untuk berkata apa pun.

Li melangkah mendekat, menepuk pundaknya, mencoba membangunkannya dari lamunan aneh itu.

“Ada apa?” tanya Li, suaranya lebih pelan namun penuh tekanan.

Jang tersentak, seperti seseorang yang baru ditarik keluar dari mimpi buruk. Ia menatap Li sebentar… lalu kembali diam. Tidak ada jawaban. Hanya kebingungan yang makin menebal—dan ketakutan samar yang bahkan Jang sendiri belum bisa mengartikannya.

“Soo berhasil lolos dari penyelidikan polisi, tuan,” lapor Nam sambil menunduk hormat.

Suaranya tenang, namun jelas membawa ketegangan dari kejadian di lelang malam itu.

Kim, yang duduk santai di ruang kerjanya, hanya tersenyum tipis. Ia mengangkat gelas kaca berisi alkohol mahal itu, membiarkan cairan bening berputar sebelum meneguknya perlahan. Senyum puas terukir di wajahnya.

“Dia benar-benar hebat. Aku tidak pernah salah telah membesarkannya. Dia benar-benar mengagumkan,” ucap Kim, penuh kebanggaan yang nyaris terdengar seperti pujian untuk diri sendiri, lebih daripada untuk Soo.

Sementara itu, di jalan raya menuju Seoul, mobil Park melaju melewati malam yang gelap. Lampu jalan memantul di kaca depan, menyiratkan suasana muram setelah kekacauan yang baru mereka tinggalkan.

“Ahhh… brengsekk!!! Bagaimana bisa mereka mendapatkan laporan mengenai kegiatan lelang itu?” Soo memukul dashboard dengan kasar, makiannya memenuhi kabin mobil.

Nada suaranya meledak-ledak, penuh frustrasi.

Park memilih diam, fokus menyetir sambil melirik Soo sesekali. Ia tahu kapan harus bicara, dan kapan sebaiknya tidak menyulut emosi lelaki itu lebih jauh.

DRRTT…!

DDRRTT…!

Ponsel Soo bergetar keras. Ia merogohnya dengan cepat, dan wajahnya langsung mengeras saat melihat nama ayahnya tertera di layar. Tanpa ragu, ia mengangkat panggilan itu.

“Halo..” katanya membuka percakapan.

“Ayah tau bahwa kau telah gagal mendapatkan apa yang ayah inginkan,” suara Kim terdengar tajam, tanpa sedikit pun memberi ruang bagi Soo untuk menjelaskan.

“Ayah tau kalau detektif itu….”

“Ayah tau!” potong Kim, suaranya meninggi, seakan tidak mau mendengar alasan apa pun.

“Untuk itu ayah tidak memerlukan laporanmu. Tidak perlu ke rumah untuk melaporkan,” lanjutnya dingin.

Tanpa menunggu balasan, sambungan itu langsung diputus. Sunyi mendadak memenuhi mobil. Soo menatap layar ponselnya, rahangnya mengeras.

“Arrrggghhhh…!!!!!!” pekiknya, kemarahan itu meledak tak tertahan. Suaranya menggema di dalam mobil.

Park meliriknya, wajahnya cemas namun tetap tenang. Ia tahu seberapa dalam luka dari kata-kata Kim itu menusuk.

“Sabarlah Soo,” ucap Park pelan.

Namun ucapan itu malah membuat Soo semakin tersulut. Lelaki itu menatap Park tajam, matanya penuh bara emosi.

“BAGAIMANA AKU BISA TENANG?” bentaknya, suaranya naik beberapa oktaf, tajam, dan penuh tekanan yang sudah lama ditahannya.

Malam di luar terus melaju… namun di dalam mobil itu, badai baru saja dimulai.

1
Aman Wijaya
lanjut Thor semangat semangat
own
gak heran kalau Soo tumbuh menjadi pria yang keras kepala atau arogan 👍
own
penasaran gimana mereka kalau udah gedhe🤭
own
Aku suka banget cerita beginian. Baru 2 bab aja dah kerenn.. lanjut Thor! Jangan kasi kendor /Drool/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!