Cinta Sang Mafia

 Berita tentang pengakuan keluarga Marcovelli menyebar cepat seperti api. Ketika Maya mendengar kabar itu dari anak buahnya, ia berdiri dari kursi dengan wajah pucat dan tangan mengepal.

"Putri… Marcovelli?"

 "Ya, Nyonya. Mereka datang sendiri. Mereka bahkan membawa bukti lengkap," jawab Ira. "Dan orang-orang di kota bawah mulai mengakui mereka."

"Tidak mungkin...!!"

Maya menghentak meja.

"Sial! Jadi selama ini… gadis itu—bukan sekadar orang biasa?"

Kini ia mengerti mengapa banyak orang melindungi Viola. Gadis itu bukan hanya "pesaing" dalam cinta anaknya. Dia pewaris kekuatan besar dunia bawah tanah — kekuatan yang bahkan Maya tidak sanggup lawan dengan cara biasa.

Namun Maya bukan tipe wanita yang mudah menyerah. Matanya menyipit tajam.

"Kalau dia benar-benar pewaris Marcovelli…" gumamnya. "Maka aku harus menjatuhkannya… sebelum semua orang bersujud di kakinya."

Malam semakin larut. Setelah semua orang dari keluarga Marcovelli pergi sementara, Jovan dan Viola duduk dalam diam.

"Kamu… putri mafia internasional," ujar Jovan pelan, seolah masih tidak percaya.

"Aku bahkan nggak tahu siapa diriku sendiri," jawab Viola lirih. "Tapi yang aku tahu… hidupku nggak akan pernah sama lagi."terdengar Viola berucap lirih.

Jovan menatapnya dalam-dalam. Ia tahu hidupnya akan semakin rumit. Namun ia juga tahu satu hal.

"Apa pun identitasmu, aku tetap orang yang akan melindungi mu, Viola."

Viola tersenyum tipis, tapi di dalam hatinya… badai baru saja dimulai.

Angin malam berhembus pelan di atap salah satu gedung tinggi kota. Jovan berdiri sendirian, menatap kerlip lampu kota yang seolah tidak pernah tidur. Dalam genggamannya, liontin perak milik Viola yang ia pinjam malam itu. Benda kecil itu bukan sekadar perhiasan, tapi lambang kekuatan besar—dan kini, secara tidak langsung, hidup Jovan terikat dengan kekuasaan itu.

"Jovan…" suara lembut terdengar dari belakang. Viola melangkah mendekat, mengenakan gaun hitam sederhana namun anggun.

Jovan menoleh, menatap gadis yang kini bukan lagi hanya "buruh garmen" biasa. Sejak identitasnya terungkap, Viola Marcovelli kini menjadi pusat perhatian, pewaris keluarga mafia yang ditakuti banyak orang.

"Viola,"ujar Jovan pelan, "sejak malam itu, semuanya berubah."

"Ya,dan aku nggak tahu apakah itu berkah… atau kutukan.!" jawabnya lirih.

Jovan berbalik badan dan mengenggam tangan nya.

"siapa pun kamu apa pun identitas mu, aku tak peduli yang aku tau aku mencintaimu tak berubah sedikitpun.

Jovan meraih tangan Viola dan menyerahkan kalung milik Viola kedalam genggamannya.

Namun jauh di dalam hati keduanya, ketegangan yang mulai muncul merayap di hati kedua insan yang kini tengah reka- reka apa yang akan terjadi di depan mereka nantinya....

Beberapa hari setelah pengakuan itu, Jovan dan Viola nyaris tak pernah bisa berbicara dengan tenang. Viola kini dikelilingi pengawal Marcovelli—setiap langkahnya dipantau, setiap pertemuan diatur.

Keluarga Marcovelli mulai mengundangnya ke berbagai pertemuan internal, menjelaskan tentang "tanggung jawab" yang akan ia pikul sebagai pewaris. Mereka ingin Viola ikut masuk ke dalam lingkaran kekuasaan.

"Kau bukan lagi Viola yang dulu," kata salah satu petinggi keluarga, Signor Lucien. "Kau adalah simbol. Orang-orang akan membungkuk di hadapanmu… atau mati melawan mu."

Namun bagi Viola, hidup dalam bayang-bayang mafia adalah "mimpi buruk".

Bahkan hal itu memicu pertengkaran pertama mereka, Jovan merasa tidak bebas dalam mencintai wanita nya.

Sementara Viola, merasa tidak sebebas dulu lagi.

Jika saja ia bisa menolak,ia akan memilih terlahir jadi gadis miskin biasa yang tidak memiliki status apapun. Ia hanya ingin hidup tenang, bekerja, dan mencintai Jovan tanpa tekanan dari siapa pun.