Zidane Alvaro Mahesa adalah pewaris ketiga dari kelurga terkaya di Asia Tenggara Reno Mahesa, yang menempuh pendidikan di Inggris. Pria tampan dan cerdas ini telah salah pergaulan hingga berakhir menyedihkan. Demi mendapatkan hukuman dari sang Daddy, Zidane di asingkan untuk mendapatkan pelajaran.
Hidup tanpa keluarga dan tidak memiliki aset apapun membuat Zidane merasa sendiri. Hingga ia bertemu dengan sekelompok genk yang menjerumuskan dirinya semakin dalam dan menuju jalan kematian.
Zidane harus menjalani hidupnya penuh kesialan, tuduhan atas pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis telah membuatnya masuk kedalam jeruji besi. Berbagai siksaan dan intimidasi ia peroleh. Hukuman mati telah menanti, Namun Zidane tidak tinggal diam.
Berhasilkah sang pewaris membalas dendam pada orang-orang yang telah membuatnya menderita?
Yuk ikuti kisah selanjutnya, ada juga kisah-kisah romantis anak-anak Reno yang lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon enny76, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketegangan di rumah sakit
Sementara di jakarta.
Savira terbangun dari mimpi indahnya. Ia tidak mendapati suaminya di samping. Matanya tertuju pada sebuah lembaran kertas. Ia meraihnya dan membaca tulisan Vano.
"Vania mau melahirkan, aku dan mommy mengantarkan ke rumah sakit. Jaga dirimu baik-baik di rumah. Arabella di titip sama bibi Rani."
"Hah?! Kak Vania mau melahirkan?" aku mau menyusul kesana."
Gegas Savira beranjak dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi. Meskipun tubuhnya ngilu semua akibat perang melawan suaminya, tetapi tidak menyurutkan niat Savira untuk pergi ke rumah sakit.
Savira sudah selesai mandi, ia memakai pakaian casual dan merias wajahnya dengan make-up. Savira turun dari lift menuju ruangan makan, ia mencari Bi Rani yang mengasuh Arabella.
"Siang nyonya, apa ingin sarapan?'
"Iya bi,"
"Bi Ina, di mana bi Rani?"
"Sedang main bersama non Ara di taman."
"Tolong panggil bi Rani, aku akan bawa Ara ke rumah sakit."
"Baik nyah."
Savira menikmati makan siang sendirian. Tak lama kemudian bi Rani datang membawa Arabella.
"Mama..." seru Ara sambil berlari kearah Savira.
"Ara udah emam?"
"Udah!"
"Ara udah mandi belum bi." tanya Savira sambil menikmati makanan di depannya.
"Sudah Nyah."
"Tolong gantikan baju nya, saya mau bawa ke rumah sakit. Bibi juga ikut nemenin saya."
"Baik Nyah."
"Ara ayok kita ke kamar ganti baju." kata bi Rari.
"Nggak mau, mau cama mamah ajah."
"Ambilkan saja pakaian nya bi, sekalian bawa baju ganti untuk di rumah sakit."
"Iya Nyah."
Selesai makan Savira, Ara dan bi Rani masuk kedalam mobil. Kali ini Savira sendiri yang mengendarai mobil tanpa minta di antar supir.
Menuju rumah sakit pelita menempuh perjalanan satu jam. Ara duduk di samping Savira, sementara bi Rani berada di jok belakang.
Di depan ruangan operasi, Delena tampak gelisah dan cemas. Ia mundur-mandir di depan ruangan operasi. Sementara Vano berusaha menenangkan sang mommy.
"Mom, sudah duduk saja."
"Mommy sangat takut kenapa-napa, apalagi ini operasi sesar pertama buat Zee."
Sudah setengah jam yang lalu Vania berasa di ruangan operasi, di temani Nathan suaminya.
Pintu ruangan terbuka dari luar, Delena dan Vano menoleh. Masuk sosok Savira dan Ara kedalam ruangan tunggu.
"Papa...." seru Ara sambil berlari kecil kearah Vano. Pria berusia 33 tahun itu menangkap tubuh anak balitanya yang sudah berusia empat tahun.
"Kamu kesini berdua?" tanya Vano
"Sama Ara dan bibi Rani."
"Kenapa tidak di antar supir?"
"Nggak apa-apa, aku bisa bawa mobil sendiri."
"Lain kali, jangan pergi bila tidak diantar supir." omel Vano yang terlihat kesal pada istrinya.
"Iya kak."
Savira mendekati Delena yang masih mundur-mundur di depan pintu "Mommy, bagaimana kondisi kak Zee sebelum masuk ruangan operasi. Maaf Vira bangun kesiangan."
"Mommy sangat khawatir, Zee terlihat kesakitan sebelum di sesar. ketubannya sudah pecah duluan waktu di rumah. Makanya langsung diberikan tindakan oleh Dokter kandungan."
"Bukankah.waktu yang di jadwalkan satu minggu lagi untuk operasi?
"Itu dia mommy jadi khawatir, perkirakan dokter kurang tepat. Tadi subuh tiba-tiba ketuban Zee pecah."
"Ya sudah mom, kita doakan kak Zee dan bayinya selamat dan sehat." kata Savira sambil memeluk bahu Delena.
Delena mengangguk.
"Mom, Daddy telepon." kata Vano setelah melihat nama di depan layar ponselnya.
"Kamu saja yang terima, mommy masih lemas. Kamu tahu sendiri mommy itu gampang sedih."
"Ya sudah aku bicara di luar saja, takut terganggu yang lain." Vano menurunkan Ara dari gendongan nya dan berjalan keluar dari ruangan tunggu.
Ara yang masih bocah, justru berlarian kesana-kemari sambil tertawa ceria, membuat suasana yang tadinya tegang mulai normal kembali.
"Mom, Ara nggak apa-apa di dalam sini?"
"Sebenarnya nggak boleh, tapi ruangan ini sudah steril."
Savira mendekat dan menangkap tubuh gadis kecil itu "Ara sama bibi Rani dulu ya, jangan lari-lari, nggak boleh berisik ganggu Tante Vania lagi lahiran. Duduk disini ajah sama bi Rani."
"Emang Tante vania mau punya dede balu?" tanya Ara yang semakin menggemaskan.
"Iya, buat temenin Ara main."
"Holeeee... Ala punya teman balu." ucapnya sambil bertepuk tangan.
Tsk lama kemudian Vano masuk kedalam ruangan dan berbicara dengan sang mommy.
"Apa kata Daddy mu?"
"Daddy akan pulang hari ini juga, mengunakan helikopter. Daddy juga terkejut mendengar zee lahiran hari ini, bukan kan perkiraan empat hari lagi?"
"Daddy mu pernah bilang sama mommy. Tidak akan melewatkan persalinan adik mu Zee. Sudah pasti Daddy mu akan meninggalkan pekerjaan di Sidney."
Tiba-tiba pintu ruangan operasi terbuka lebar, keluar dokter intan yang bekerja di rumah sakit milik keluarga Mahesa, ia berjalan dengan tergesa-gesa. Semuanya menoleh kearah sang dokter yang berjalan mendekat.
"Dok, bagaimana dengan kondisi anak saya." tanya Delena antusias
"Maaf nyonya, Nyonya Vania membutuhkan banyak darah. Ia mengalami pendarahan hebat. Satu anaknya sudah lahir, dan satunya lagi masih di usahakan keluar oleh profesor Dr Rangga."
"Ya Allah!" Delena terpekik sambil membekap mulutnya. Tak sadar airmatanya mulai berjatuhan.
"Ya Allah Zee.... kenapa bisa seperti ini?" Vano ikut terkejut.
Savira ternganga mendengar ucapan dokter. "Kak Zee..." ucapnya tak percaya, padahal ia melihat kondisi kakak nya baik-baik saja. Dan Vania adalah wanita yang kuat dan tidak mudah menyerah.
"Ambil darah saya sebanyak mungkin Dok! Seru Vano yang terlihat frustasi. sejak tadi ia juga merasakan tidak enak hati, ternyata saudara kembarnya mengalami pendarahan hebat.
"Baiklah, ayo masuk kita harus transfusi darah. Waktu kita tidak banyak." tegas Dokter Intan sambil berjalan masuk kedalam ruangan operasi.
"Zee..." Hiks..
Delena jatuh terduduk lemas di kursi, dengan sigap Savira memeluk sang mommy. "Mommy.." seru Savira sambil menangis, mereka berdua saling berpelukan untuk menguatkan
"Mom, doakan Zee dan bayinya selamat ya. Mommy tidak usah khawatir dan berpikir macam-macam. Aku akan memberikan darah untuk adikku." Kata Vano meyakinkan sang mommy.
"Sayang, tolong jaga mommy agar jangan sampai drop."
"Iya kak. Aku akan jaga mommy, masuklah cepat." ucapnya di sela isak tangisnya
Vano mengangguk dan melangkah masuk kedalam ruangan operasi.
***
IKUTI TERUS KELANJUTANNYA, TOLONG BANTU RATE BINTANG 5 🌟 YA DAN SERTAKAN KOMENTAR KALIAN.
💜💜💜