"Persahabatan adalah ikatan yang tak terpisahkan, hingga cinta datang dan menjadikannya sebuah pilihan."
Kisah ini berputar di sekitar dinamika yang rapuh antara dua sahabat karib yang datang dari kutub kehidupan yang berbeda.
Gabriella, gadis kaya raya dengan senyum semanis madu, hidup dalam istana marmer dan kemewahan yang tak terbatas. Namun, di balik sampul kehidupannya yang sempurna, ia mendambakan seseorang yang mencintainya tulus, bukan karena hartanya.
Aluna, gadis tangguh dengan semangat baja. Ia tumbuh di tengah keterbatasan, berjuang keras membiayai kuliahnya dengan bekerja serabutan. Aluna melihat dunia dengan kejujuran yang polos.
Persahabatan antara Gabriella dan Aluna adalah keajaiban yang tak terduga
Namun, ketika cinta datang mengubah segalanya
Tanpa disadari, kedua hati sahabat ini jatuh pada pandangan yang sama.
Kisah ini adalah drama emosional tentang kelas sosial, pengorbanan, dan keputusan terberat di antara cinta pertama dan ikatan persahabatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JM. adhisty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SERANGAN KEMOCENG DAN ALUNAN TEPI PANTAI
Gabriella keluar dari kamar, segar setelah mandi. Ia mengenakan tank top dan celana pendek, siap bergabung dengan yang lain di pantai. Ia berjalan ke dapur untuk mengambil minuman, tetapi tiba-tiba ia terkejut.
Di depan kulkas, ada seorang laki-laki asing yang tidak ia kenali. Pria itu tampak tampan, tetapi mengenakan pakaian kasual—jelas bukan pelayan, dan bukan tamu yang ia kenal.
Seketika, insting protektif Gaby menyala, didorong oleh ketegangan dari insiden sebelumnya.
Gaby langsung menyambar kemoceng bulu ayam yang tergeletak di meja dapur. Tanpa berpikir dua kali, atau bertanya, ia memukuli punggung pria asing itu dengan kemoceng sambil berteriak.
"Siapa kamu?! Berani-beraninya masuk ke vila pribadi! Penguntit?! Pencuri?! Penyelundup?! Keluar dari sini!"
Laki-laki itu terkejut setengah mati. Ia mengaduh kesakitan, berusaha menghindar dari serangan mendadak itu.
"Aduh! Hentikan! Hei! Aku baru saja sampai! Apa-apaan?! Gadis gila!"
Alana, yang baru saja selesai membereskan sisa daging, mendengar keributan itu. Ia bergegas masuk ke dapur dan matanya membelalak melihat adegan kekerasan itu.
"Gaby! HENTIKAN! Apa yang kamu lakukan?!"
Alana segera menarik kemoceng dari tangan Gaby.
Alana Menghela napas "Gaby, ini sepupuku! Ini Dokter Leonardo, atau yang biasa kami panggil Leon."
Gabriella mendelik " Aku tidak pernah melihatnya"
Alana : " Ya, dia baru saja pulang dari paris" Jelas Alana. Kemudian dia melihat Leon
" Leon, ini Gabriella, adik Arjuna."
Gaby terdiam, wajahnya yang awalnya marah kini menahan malu yang luar biasa. Ia berusaha menutupi rasa malunya dengan ekspresi jutek dan kaku.
Dokter Leon mengusap bahunya yang dipukuli. Wajahnya dipenuhi rasa terkejut dan sedikit kesal.
" Adik iparmu ini gila, Alana. Memukulku dengan kemoceng sebelum menyapa. Alana, apakah seperti ini gadis pewaris keluarga William menyambut tamu? Aku mencarikanmu jus jeruk, dan aku malah diserang."
Mendengar sindiran itu, Gaby merasa tidak terima. Ekspresinya yang kesal terlihat jelas, tetapi ia tahu ia salah dan harus meminta maaf. Ia memilih cara tercepat dan paling singkat untuk mengakhiri drama.
Gabriella Menatap Leon dengan mata tajam, lalu berbalik "Sorry."
Hanya satu kata itu yang keluar dari bibirnya. Tanpa menunggu tanggapan, Gaby pun melangkah cepat keluar dari dapur, menuju ke pantai untuk bergabung dengan yang lain, meninggalkan Leon dan Alana dalam keheningan yang canggung.
Leon menatap punggung Gaby yang pergi, sementara Alana hanya bisa menggelengkan kepala. Kedatangan Dokter Leon yang dramatis kini telah menambah satu lagi elemen tak terduga dalam akhir pekan ini.
* Kursi pantai dekat vila. Senja mulai turun.
Gabriella keluar dari vila. Ia berjalan cepat, masih kesal dengan insiden di dapur. Ia menghampiri kursi pantai dan duduk bersandar di sebelah Yoga, persis di tempat Aluna duduk tadi. Yoga masih menikmati ketenangannya, tetapi Gaby tak bisa diam.
Gabriella menggerutu pelan "Aku tidak percaya! Dia memanggilku gila! Hanya karena aku tidak tahu dia sepupu Kak Alana. Aku kan hanya berusaha memastikan semuanya aman. Dia yang menyelinap ke dapur duluan!"
Yoga perlahan menoleh, melepas kacamata hitamnya, dan menatap Gaby.
Yoga: "Ada apa?" tanyanya, suaranya tenang.
Gabriella Menceritakan insiden Dokter Leon dengan cepat "Dia bilang aku gila, Yoga! Kau tahu, aku merasa harus ekstra hati-hati. Lagipula, apa Big Five tahu kalau Kak Alana mengundang sepupunya?"
Yoga membalikkan badan sedikit untuk bersandar lebih nyaman.
Yoga Hanya menganggukkan kepalanya "Kami tahu."
Anggukan tenang itu sudah cukup bagi Gaby. Jika Big Five tahu, berarti situasinya aman. Ia menarik napas panjang, memutuskan untuk melepaskan kekesalannya.
Gaby memilih untuk bersantai, menyandarkan kepalanya ke belakang, dan melihat Axel dan Kevin yang masih asik bermain air. Mereka kini terlihat seperti anak kecil, dengan Jay yang baru saja bergabung, membuat cipratan air semakin besar.
*
Di area api unggun yang sudah tersusun rapi, Aluna dan Justin telah siap.
Justin duduk di atas batu besar, memandangi senja yang mulai mewarnai langit dengan oranye dan ungu. Ia memanggil Aluna untuk duduk di sebelahnya.
Justin mulai memetik gitar barunya. Melodinya lembut, selaras dengan suara ombak.
Justin Menoleh pada Aluna "Ayo, Kak. Nyanyi bareng. Sudah lama sekali kita tidak duet."
Aluna duduk di samping adiknya. Ia tersenyum, tetapi menggeleng. "Aku tidak mau. Kau tahu, aku tidak bisa menyanyi di depan orang lain."
Justin tahu rahasia kakaknya, Aluna juga memiliki suara yang tak kalah merdu darinya, jernih dan kuat. Namun, Aluna selalu lebih tertarik pada aroma rempah dan panasnya dapur. Cita-citanya adalah menjadi seorang koki terkenal, bukan penyanyi.
Justin Merayu dengan mata memelas "Ayolah, Kak. Sedikit saja. Disini hanya ada kita berdua.. Sudah lama sekali."
Akhirnya, Aluna pun setuju. Mereka saling tatap, dan melodi mengalun lagi. Mereka menyanyikan lagu yang santai, selaras dengan suasana senja. Suara Justin dan Aluna berpadu sempurna, menciptakan harmoni yang hangat, murni, dan penuh kenangan masa kecil.
Alunan lagu yang damai itu perlahan memudar. Aluna dan Justin mengakhiri duet mereka dengan nada yang lembut, diiringi suara ombak. Mereka saling bertatapan, senyum puas terpancar di wajah keduanya. Momen itu adalah milik mereka, momen kebebasan dan kebahagiaan sejati.
Tepat saat keheningan kembali menyelimuti mereka, sebuah suara tepuk tangan yang renyah terdengar dari belakang.
Baik Aluna maupun Justin terkejut dan menoleh cepat. Di sana, berdiri Dokter Leon, sepupu Alana, yang baru tiba. Ia tampak santai, bersandar pada sebatang pohon kelapa, dengan tas kecil di kakinya.
Aluna dan Justin sama-sama terperangah. Mereka yakin tidak ada siapa pun di dekat mereka.
Dokter Leon Berjalan mendekat, bertepuk tangan sekali lagi dengan tulus "Itu luar biasa. Suara yang sangat indah. Aku beruntung baru tiba saat kalian menyanyikan lagu terakhir itu."
Justin tersenyum canggung. Ia sudah terbiasa dipuji, tetapi pujian ini terasa berbeda.
Aluna langsung merasa malu. Ia segera bangkit, mencoba menutupi kegugupannya. Suaranya masih menjadi rahasia yang tidak diketahui oleh Big Five, Arjuna, Alana, atau bahkan Gabriella. Ia hanya bernyanyi untuk Justin.
Aluna: "Oh... Halo. Kami tidak tahu ada orang di sana."
Dokter Leon: "Tidak apa-apa. Kalian terlalu asik dalam melodi. Aku Leonardo, sepupu Alana. Kalian pasti kelompok mereka juga kan?."
Justin: "Ya, aku Justin, dan ini kakakku, Aluna. Terima kasih sudah menyukai lagu kami!"
Aluna hanya mengangguk, masih berusaha terlihat tenang. Ia menyadari bahwa orang asing ini kini mengetahui salah satu rahasia kecilnya.
Dokter Leon menatap Aluna dengan intens, "Suaramu... sangat unik, Aluna. Kalian berdua memiliki harmoni yang langka."
Aluna hanya mengucapkan terima kasih singkat, berharap perhatian Dokter Leon segera beralih.
Jauh di kursi pantai, Yoga dan Gaby tidak mendengar apa pun. Mereka terlalu jauh, dan alunan lagu itu terlalu lembut.