Karena pengaruh obat, Atharya sampai menjadikan gadis desa sebagai pelampiasan nafsunya. Tanpa di sadari dia telah menghancurkan masa depan seorang gadis cantik, yaitu Hulya Ramadhani.
Akan kah Hulya ihklas menerima ini semua? Apakah Atharya akan bertanggung jawab?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penderitaan Hulya
Akhirnya setelah drama panjang, hari ini Hulya sudah di perbolehkan pulang. Orang tuanya sudah datang dari Bandung. Hulya tetap ketus pada semua orang, terutama Atharya.
"Ayo sayang ini kamar kita." Ucap Atharya lembut.
"Kamar kita? Kita tidur berdua gitu?" Tanya Hulya.
Senyum Atharya terbit di wajahnya. Ia mengangguk pelan dan menggenggam tangan istrinya. "Pelan pelan kamu akan mengingat semua kenangan kita. Aku akan berjuang keras supaya kamu sembuh."
Ada gelanyar aneh di dalam diri Hulya saat ini. Ketika ia menatap bola mata indah suaminya. Jika saja dirinya tak hilang ingatan, mungkin ia sudah mendekap suaminya.
Hulya dengan cepat menggelengkan kepalanya dan melepas tangan suaminya. "Jangan seperti ini, biarkan mengalir apa adanya. Kepala ku sakit kalau di paksa mengingat sesuatu." Lirihnya.
"Iya sayang... Aku tidur di sofa, kamu di kasur. Tenang aja aku enggak akan macam macam." Tutur Athar, ia pergi meninggalkan istrinya yang masih diam.
Tangan Athar menggeret koper pakaian istrinya selama di rumah sakit. Ia membereskannya ke dalam lemari baju. Dengan langkah pelan, mata Hulya mengintip kegiatan suaminya.
Hulya juga berjalan melihat sekeliling kamar ini. Ia mengambil photo dirinya dan suaminya tengah berada di kebun teh. Dan photo pernikahannya.
Diam diam Hulya tersenyum tipis sekali. "Ini aneh, kenapa hati ku tersentuh. Ya Allah, tolong kembalikan ingatan ku. Jika benar dia suamiku, tolong buat aku ingat pada dia."
"Ehm." Athar berdeham di belakang Hulya.
Kepala Hulya menoleh, ia menyimpan lagi photo itu. Hulya menghampiri Atharya dengan tersenyum hangat.
"Buat aku mengingat semuanya. Maaf, aku tidak bisa tidur dengan mu untuk saat ini." Ucap Hulya dengan wajah sendunya.
"Tidak masalah sayang, aku akan menunggu mu pulih."
Namun tangan Hulya mengeluarkan sesuatu yang membuatnya bertanya. Ia memperlihatkan barang yang ia temui di tasnya.
DEG
Photo usg kehamilan Hulya. Bibir Athar seperti di kunci. Ia menelan salivanya, bingung harus mulai dari mana.
"Aku hamil? Ini photo usg aku kan? Ada nama aku, Hulya." Tanya Hulya dengan penasaran.
Dengan pelan, Athar membawa istrinya duduk di sofa. "Belum saatnya kamu tahu."
"Aku harus tahu! Aku istri mu kan?"
Athar menarik nafasnya dalam dalam. Mungkin memang lebih baik ia jujur pada istrinya. Baik atau buruk. Ia tidak ingin mengulang kesalahannya dulu.
Tangan Athar memegang kedua lengan istrinya. "Iya kamu hamil, dan kamu ke_"
"Ke apa ? Ayo lanjutkan!"
"Keguguran!"
DEG
Hati Hulya mencelos. Padahal ia tak ingat apapun namun entah mengapa, dadanya terasa sesak. Air matanya mengalir begitu saja. Ia sendiri heran kenapa dirinya menangis.
"Sakit... Ini... Sakit....!" Hulya memegang dada kirinya, Athar khawatir ia membawa istrinya ke kasur dan merebahkannya.
"Aku akan menceritakannya setelah kamu pulih."
Athar mengelus kepala istrinya lembut. Ia tak perduli jika nantinya Hulya akan marah padanya. Dan sepertinya Hulya pun tak menolaknya.
"Aku hamil berapa bulan?" Tanya Hulya.
"Empat bulan." Jawab Athar lembut.
Tangis Hulya pecah, ia menutup mukanya dengan kedua tangannya. "Kenapa hatiku sakit sekali. Jadi anak ku sudah meninggal?"
Athar tak kuasa menahan air matanya, ia mengangguk pelan dan menarik tubuh istrinya ke dalam dekapannya. "Maafkan aku yang tidak becus menjaga mu. Aku yang salah, aku yang membiarkan kamu pergi sendiri."
Hulya tak menolak pelukan suaminya. Ia semakin menelusup ke dada suaminya. Kepalanya terasa pusing. "Kepala ku sakit." Tangan Hulya memukul mukul kepalanya.
Dengan cepat Athar mencegahnya ia tak ingin istrinya semakin kesakitan. Ia terus memeluk istrinya yang tengah berontak memukul kepalanya sendiri.
"Sayang udah, nanti kepala kamu sakit. Jangan kayak gini aku enggak tega lihatnya." Lirih Athar.
Cukup lama Hulya kesakitan dan menangis. Hingga ia melemah dan menatap suaminya. Athar mengikis jaraknya, semakin dekat dengan bibir istrinya.
Dengan nekad Athar berani mencium bibir istrinya. Mata Hulya melotot seperti akan keluar dari tempatnya. Syok tentu saja.
Athar semakin menyesap bibir istrinya yang sangat ia rindukan satu minggu ini. Jantung Hulya berdegup kencang rasanya mau copot saat ini juga.
Kedua tangan Hulya menahan dada suaminya. Ia memundurkan kepalanya. "Aku belum siap, aku_argh!"
"Aku panggil dokter yah!"
"Jangan! Temani aku tidur." Lirih Hulya.
Athar dengan senang hati. Ia membuka ponselnya dan memperlihatkan video kebersamaannya dengan Hulya.
Mata Hulya menatapnya. Ekspresinya datar, ia bingung harus bagaimana. Ia melihat dirinya dan suaminya yang sangat bahagia. "Lihat, ini waktu aku kasih mobil ke kamu. Terus ini waktu acara pengajian. Kamu cantik sekali." ucap Athar lembut.
Pelan pelan Hulya tersenyum ia mengambil ponsel suaminya dan melihat beberapa video. "Maaf, aku belum ingat."
"Enggak apa-apa sayang, pelan pelan aja jangan di paksa kan. Kita istirahat yah. Kamu udah capek, nanti kepalanya sakit lagi. Minum obat dulu."
Athar memberikan obat pada istrinya dulu. Selesai minum obat Hulya meminta suaminya menemaninya. Athar naik ke kasur dan menyandarkan Hulya ke dadanya.
Lama kelamaan mata Hulya terpejam. "Kamu harus sembuh sayang, hatiku sakit melihat mu seperti ini. Aku janji akan berjuang membuat ingatan mu kembali. Aku mencintai mu Hulya." Gumam Athar dalam hatinya.
Athar menidurkan istrinya. Ia menyelimuti istrinya dan keluar kamar menuju ruang kerjanya. Di sana ia tak kuasa menahan tangisannya. Athar menatap photo photo istrinya dan menciumnya.
"Aku kangen kamu yang ceria, aku kangen kamu yang manja. Sayang... Aku enggak sanggup melihat kamu menderita." Lirih Athar.
Mertuanya Athar masuk ke dalam ruang kerja itu. Pak Jafar melihat menantunya ini dari balik celah pintu.
"Nak Athar..."
"Pak, masuk pak. Duduk si_"
"Nak Athar, bapak mengerti perasaan mu. Kamu harus sabar dan kuat ya nak. Bapak dan ibu akan berjuang juga supaya Hulya bisa mengingat semuanya." Ucap pak Jafar.
"Terima kasih pak."