NovelToon NovelToon
Dendam Di Balik Gaun Pengantin

Dendam Di Balik Gaun Pengantin

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Nikahmuda / Balas Dendam / CEO / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: riniasyifa

Anya gadis cantik berusia 24 tahun, terpaksa harus menikahi Revan CEO muda anak dari rekan bisnis orangtuanya.

Anya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan kesepakatan kedua keluarga itu demi membayar hutang keluarganya.

Awalnya ia mengira Revan mencintai tulus tapi ternyata modus, ia hanya di jadikan sebagai Aset, untuk mencapai tujuannya.

Apakah Anya bisa membebaskan diri dari jeratan Revan yang kejam?

Jika ingin tahu kisah Anya selanjutnya? Langsung kepoin aja ya kak!

Happy Reading...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Sementara tangan Anya, yang tadinya membeku di sisinya, kini terangkat dan membalas pelukan Damian, menggenggam erat punggung Damian, seolah mencari pegangan di tengah badai. Mereka berdua hanyut dalam c****n yang penuh dengan kerinduan, hasrat yang terpendam, dan perasaan bersalah yang menyiksa.

Di tengah ci**an yang semakin membara.

KLIK!

Tiba-tiba, lampu kembali menyala, menerangi ruangan dengan cahaya terang yang menyilaukan. Anya dan Damian terkejut dan langsung melepaskan ci**an mereka, seolah tertangkap basah melakukan sesuatu yang terlarang. Darah terasa berdesir di wajah Anya, membuatnya terasa panas dan memerah. Jantungnya berdebar kencang, menghantam dadanya seperti burung yang terperangkap. Napasnya tersengal-sengal, seolah baru saja berlari maraton.

Anya hanya bisa menunduk, merasakan bibirnya bergetar. Malu, bingung, dan bersalah bercampur aduk menjadi satu. Ia tidak tahu harus berkata apa, harus berbuat apa. Ia baru saja m*****m pria lain, dan pria itu adalah Damian, pria yang seharusnya ia jauhi. Ia merasa telah mengkhianati Revan, meskipun pernikahan mereka tidak didasari oleh cinta. Ia merasa telah mengkhianati dirinya sendiri, dengan membiarkan perasaannya menguasai dirinya. "Apa yang sudah kulakukan?" bisiknya dalam hati.

Damian juga merasa bersalah, menyesal, dan frustrasi. Ia tidak seharusnya melakukan itu pada Anya, ia tidak seharusnya memanfaatkan situasi ini. Ia telah melanggar batas, telah mengkhianati batasan yang selama ini ia bentengi dan telah memperkeruh suasana yang sudah rumit ini. Ia tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan besar, dan ia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.

"Sial, aku tidak bisa mengendalikan diriku," batinnya.

"Anya ..." ucap Damian lirih, berusaha menjelaskan apa yang telah terjadi, namun suaranya tercekat di tenggorokan. Ia ingin mengatakan bahwa ia tidak bermaksud menyakiti Anya, bahwa ia hanya terbawa suasana. Tapi, kata-kata itu terasa hambar dan tidak berarti.

"Jangan katakan apa pun," potong Anya cepat, air matanya mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak ingin mendengar alasan apapun, ia tidak ingin mendengar pembenaran apapun. Ia hanya ingin melupakan semua ini, melarikan diri dari kenyataan yang pahit ini.

"Aku tidak ingin mendengar apa pun. Anggap aja tidak terjadi apapun di antara kita," ujarnya cepat.

Lalu Anya segera bangkit dari sofa dengan gerakan tergesa-gesa, menghindari tatapan Damian yang terluka. Ia berlari menuju kamarnya, menutup pintu itu dengan pelan, lalu bersandar di sana, membiarkan air matanya tumpah ruah. Ia bingung, dengan perasaannya saat ini dan dipenuhi rasa bersalah yang mendalam. Sentuhan Damian masih terasa jelas di bibirnya, membuatnya semakin menderita. Jantungnya berdegup kencang, mengingatkannya akan ciuman itu. "Aku harus menjauhi Damian," pikirnya. "Ini tidak boleh terjadi lagi."

Sedangkan Damian menghela napas panjang dan mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha mengendalikan perasaannya yang berkecamuk. Ia tahu ia telah melakukan kesalahan besar, kesalahan yang bisa menghancurkan segalanya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap melindungi Anya, meskipun itu berarti ia harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri. Ia menatap pintu kamar Anya dengan tatapan sedih. "Maafkan aku, Anya," bisiknya.

***

Masih di kota yang sama namun di sudut yang berbeda, Revan sedang merenung di kamarnya yang penuh dengan kemewahan tapi terasa dingin dan sepi. Kamar itu adalah cerminan dirinya: mewah di luar, tapi kosong di dalam.

Revan berbaring di atas kasur king size-nya sambil menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Kilatan petir sesekali menyinari ruangan, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari di dinding. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan tentang Anya. Bukan Anya yang lemah dan penurut yang selama ini ia kenal, tapi Anya yang berbeda. Anya yang tersenyum, tertawa, dan tampak bahagia. Anya yang ... tidak bersamanya.

Ia mencoba memusatkan ingatannya dengan memejamkan matanya, membayangkan setiap perlakuan buruk yang pernah ia lakukan pada Anya selama ini. Kilas balik langsung berputar jelas di ingatannya. Kata-kata pedas yang ia lontarkan, tatapan dingin yang ia berikan, dan perlakuan acuh tak acuh yang selalu ia tunjukkan. Entah kenapa, kali ini ia merasa sedikit menyesal. Sebuah perasaan aneh yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dulu, ia merasa berhak melakukan apapun pada Anya. Ia merasa memiliki kendali penuh atas hidupnya. Tapi, sekarang ...

"Apa aku sudah sangat keterlaluan, ya?" gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar di tengah derasnya suara hujan dan sahutan petir yang saling menyambar di luar sana. Perasaan bersalah mulai menyelinap saat ia kembali mengingat kata-kata dari Renata, kembarannya sendiri, dua minggu yang lalu.

"Kau memberi apa, Revan? Kekerasan? Penganiayaan? Dia hanya ingin bebas darimu. Pernikahan ini tidak pernah didasari cinta,"

"Dia sudah cukup menderita di sisimu, jika kau tidak mencintainya, bebaskan dia, biarkan dia mencari kebahagiaannya sendiri." Kata-kata itu terus menari-nari di dalam ingatannya, membuatnya semakin frustrasi. Dulu, ia mengabaikan kata-kata Renata. Ia menganggapnya sebagai omong kosong sentimental. Tapi, sekarang, kata-kata itu terasa seperti cambuk yang menghantam hatinya.

Revan bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju jendela. Ia membuka jendela lebar-lebar, membiarkan angin malam yang dingin menerpa wajahnya. Hujan semakin deras, petir menyambar-nyambar, dan suara gemuruh menggelegar di langit. Revan menatap langit dengan pandangan kosong. Ia merasa ada sesuatu yang salah dalam dirinya. Ia merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Ia merasa ada sesuatu yang ingin ia raih, tapi ia tidak tahu apa itu. Dulu, ia tahu persis apa yang ia inginkan: kekuasaan, kekayaan, dan kontrol. Tapi, sekarang, semua itu terasa hampa dan tidak berarti.

Akhirnya, ia meraih sebotol wiski dari meja di dekat jendela dan meneguknya langsung dari botol. Cairan pahit itu membakar tenggorokannya, tapi ia tidak peduli. Ia hanya ingin melupakan semua masalahnya, semua kebingungannya, semua perasaannya yang aneh ini. Ia meneguk lagi, dan lagi, hingga botol itu hampir kosong. Wiski itu tidak membuatnya melupakan apapun. Justru sebaliknya, wiski itu membuat perasaannya semakin kuat dan menyakitkan.

"Sial!" umpatnya sambil membanting botol wiski ke lantai. Botol itu pecah berkeping-keping, dan cairan wiski membasahi karpet di bawahnya. Pecahan kaca itu berserakan di lantai, mencerminkan kilatan petir yang menyambar di luar sana. Revan menatap pecahan kaca itu dengan tatapan kosong. Ia merasa seperti pecahan kaca itu: hancur dan berantakan.

Revan berjalan kembali ke tempat tidur dan menjatuhkan dirinya di sana. Ia memejamkan matanya, berusaha mengusir bayangan Anya dari pikirannya. Namun, semakin ia berusaha, semakin jelas bayangan itu muncul di benaknya. Ia melihat Anya tersenyum, Anya tertawa, Anya menangis, Anya marah. Ia melihat Anya dalam berbagai ekspresi, dalam berbagai situasi, dalam berbagai suasana. Dan setiap kali ia melihat Anya, ia merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Sesuatu yang ... berbeda. Sesuatu yang hangat dan nyaman, namun juga menyakitkan dan membuat frustrasi.

"Apa ... apa aku mulai menyukainya?" gumamnya pelan. Pertanyaan itu membuatnya semakin frustrasi

Ia tidak mungkin menyukai Anya. Ia hanya memanfaatkan Anya untuk mencapai tujuannya. Ia tidak mungkin memiliki perasaan apapun terhadap wanita itu. Tapi kenapa ... kenapa ia merasa seperti ini? Kenapa ia tidak bisa berhenti memikirkannya? Kenapa ia merasa sakit saat membayangkan Anya bersama pria lain? Apakah ini ... cemburu?

Bersambung ....

1
Rita
mulai penasaran yah
Rita
mengerti kekhawatiran Damian soalnya yg dihadapi berbahaya
Rita
lg bantuin nenek kakak Anya nya
Rita
untung ada yg nolong
Rita
milikmu tapi g dijaga layaknya pasangan yg disayang dicintai ini mlh bikin trauma
Apriyanti
lanjut thor 🙏
Apriyanti
lanjut thor 🙏😄
Apriyanti
knp gak lgsg kamu ungkapin aja Damian KLO kamu mencintai Anya,,biar Anya gak salah paham,, lanjut thor 🙏
Rita
semoga berhasil lolos
Rita
sdh ditraining
Rita
istri atau boneka
Rita
duh Van kerjaan mu marah2 mulu awas meledak
Rita
jgn takut Anya lawan
Rita
firasat itu
Marsya
penyesalan Revan sudah terlambat
Rita
kmu sdh terlalu menyakiti
Rita
hayoloh
Marsya
semangat Thor karyanya sangat menarik,
Rita
tinggal ungkapin aja drpd salah paham lagian rumah tangga Anya sdh salah dr awal
Rita
ternyata sdh lama suka /mengagumi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!