Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Yusuf tersenyum sambil geleng-geleng mendengar pertanyaan kedua Sani. Ia sama sekali tak mengira akan keluar pertanyaan tak bermutu itu dari bibir seorang Isani, sungguh di luar ekspektasi.
"Kenapa, ada yang salah?" tanya Sani.
"Cantik itu relatif, dan cantik menurut seseorang belum tentu cantik menurut orang lain."
"Aku kan tanyanya menurut kamu, bukan menurut orang lain. Udah, gak usah muter-muter, nanti mumet, mending langsung to the poin."
Yusuf terlihat sedang menahan tawa. "Udah ketebak Isani, kamu pengen aku jawab kamu yang lebih cantikkan? Ngarep aja," tersenyum kecut.
"Jadi, Irene yang lebih cantik."
Yusuf terdiam untuk beberapa saat, bingung. Ia tak mau sampai salah memberi jawaban. Ia yakin, pertanyaan ini tak mungkin simpel saja jawabannya.
"Dih, mikir. Padahal tadi situ yang bilang, poin utama dalam permainan ini, adalah kejujuran. Harusnya gak perlu mikir dong, cuma perlu pakai mata," menunjuk matanya sendiri sambil tersenyum penuh arti.
Yusuf membuang nafas kasar, meneguk sisa wedang jahenya hingga tandas, lalu meletakan kembali gelasnya ke tempat semula. "Ya, Ir_"
"Gak boleh bohong!" potong Sani.
"Astaga!" Yusuf mendengus kesal. "Irene leb_"
"Jangan bohong!"
"Ini sebenarnya aku boleh jawab gak sih?" Yusuf berdecak sebal.
"Ok, jawab, tapi harus jujur."
"Irene lebih cantik."
Sani membuang nafas kasar, "Fix, katarak," gumamnya pelan.
"Heh, cantik itu relatif, gak usah sok kecantikan."
"Next," ucap Sani malas.
"Siapa yang lebih tampan, aku atau Dafa."
"Yasalam," Sani seketika tepok jidat. "Gak kreatif banget sih, masa niru aku pertanyaannya," tersenyum mengejek.
"Gak ada aturan gak boleh pertanyaan yang sama. Buruan jawab."
"Da_"
"Gak boleh bohong!" Yusuf ganti memotong ucapan Sani.
Sani menghela nafas panjang. "Gantengan kamu. Puas?"
Yusuf tersenyum bangga. "Ya sebenarnya meski aku tak nanya kamu, aku udah tahu jawabannya," telapak tanggan kanannya menyentuh rambut bagian depan, merapikannya.
Sani melongo, setitik kemudian tertawa ngakak. Ada ya, orang super PD kayak gitu? "Kamu pengen tahu gak, siapa wanita terbodoh di dunia ini?"
Yusuf mengernyit, memikirkan pertanyaan Sani.
"Aku," Sani menjawab sendiri pertanyaannya. "Orang pintar, tidak akan jatuh ke lubang yang sama dua kali, tapi aku?" ia berusaha tersenyum, meski sejatinya, hatinya sakit saat ini, dadanya sesak. "Aku dua kali salah memilih laki-laki," meremat celana piyamanya. "Sampai saat ini, aku masih percaya, jika banyak orang baik di dunia ini, meski dua kali, Allah mempertemukanku dengan orang yang tidak baik. Ah, aku gak boleh suudzon pada Allah, aku gak boleh ngeluh. Bisa jadi, yang ketiga, aku akan dipertemukan dengan laki-laki yang tepat, yang tulus mencintai aku, dan mau menerima aku apa adanya," menyeka sudut matanya yang berair. Padahal sudah ia tahan mati-matian, sialnya, air mata tak mau bekerjasama dengannya, tetap memaksa keluar.
Yusuf menatap Isani, ada yang bergejolak di dadanya. Rasa kasihannya mendadak bertambah, dari 1 ke 3. Enggak-enggak, ia berusaha mengenyahkan rasa kasihan tersebut.
"Aku selalu percaya, akan ada pelangi setelah hujan," lanjut Isani. "Meski hingga 20 tahun, pelangi itu tak kunjung datang, aku tetap akan ber khusnudzon pada Allah. Bukankah selalunya, peran utama menderita dulu, baru nantinya bahagia," ia tersenyum. "Artinya, aku hanya perlu menjadi orang baik, agar Allah senantiasa menjadikanku peran utama, dan nantinya, kebahagiaan itu pasti datang. Pasti, Allah sudah menjamin. Jika tidak bisa didapat di dunia, pasti surga ganjaran terindahnya. Aku ngantuk," ia berdiri, menggeser kursi ke belakang, lalu melangkah meninggalkan dapur.
"Suf," Sani kembali menoleh sebelum benar-benar keluar dari dapur. "Aku ada lagi satu pertanyaan, tapi kamu gak harus kamu jawab. Apa kamu merasa puas, saat kamu membalas dendam padaku?"
Yusuf menatap mata Isani. Sial, kenapa rasa kasihannya kian bertambah. Ia memalingkan wajah ke arah lain. Di kepalanya, terngiang pertanyaan Sani. Apa dia puas?
Yusuf memejamkan mata, mencari titik kepuasan itu, sayangnya, hingga beberapa saat, ia tak kunjung menemukannya. Tak ada rasa puas setelah ia menyakiti Isani. Ini baru awal, nanti pasti kepuasan itu akan datang. Iya, nanti. Yusuf meyakinkan dirinya sendiri.
papa yg egois kmu fatur,kalau sampai memanfaatkn kekayaan mantumu...
anda saja yg gk sadar.
manis bibirnya Isani apa bibirnya Irene Suf?😆😆😆