Sosok Wanita yang Misterius, tak terlacak dan penuh dengan kejutan, memasuki kehidupan seorang CEO Tampan dan Sukses, entah di sengaja atau hanya kebetulan saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sinho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WAY 32
Makan malam yang cukup panjang, diselingi perbincangan yang lumayan menguras otak dan melelahkan, Galang berjalan keluar bersama Kia di jam delapan malam.
"Langsung pulang?" Tanya Galang.
"Iya pak, istirahat di rumah lebih nyaman"
"Lima belas menit dari sini?"
"Kurang lebih, jika jalanan normal dan tidak terlalu padat, besok kita meninjau lokasi langsung pak?" Tanya Kia.
"Hem, jam delapan pagi, jemput aku di lobby, aku ingin seharian kita melihat-lihat suasana di tempat itu, jika ada waktu, bisa kamu ajak aku ke mana pun, sampai jam empat sore"
"Siap pak, baiklah saya pergi dulu, terimakasih makan malamnya, sampai ketemu besok"
Galang mengangguk, Kia segera berpaling dan menuju ke pintu utama hotel untuk keluar, hingga sebuah pemandangan tak terduga di dapatkan oleh Galang.
Sekarang laki-laki dengan penampilan casual nan mahal, memberikan salam ke Asistennya, menunduk penuh hormat dan sangat jelas disana, bahwa Kia membalasnya.
"Siapa?" Gumam Galang makin penasaran, tetap berdiri ditempat, sampai Kia tak lagi terlihat.
"Malam pak, persiapan kamar untuk tamu eksekutif sudah Ok" begitulah kata yang didengar oleh Galang, seorang pegawai hotel memberikan laporan kepada laki-laki itu.
Tak mau lebih penasaran lagi, Galang mendekat dan menyapa.
"Maaf, saya tamu di hotel ini" ucap Galang yang tentu di sambut hangat oleh laki-laki itu.
"Iya pak, bisa saya bantu, kebetulan saya pemilik hotel ini"
Deg!
Galang terkejut, pemilik hotel mewah tentunya bukan orang dari kalangan biasa bukan, lalu Kia, siapa dia sampai seorang pemilik hotel berbintang ini begitu menghormatinya.
"Em, tidak ada, saya mau tanya, apa anda mengenal Ambar?" Tanya nya.
"Ambar?" Sejenak orang itu berpikir, lalu kemudian _,"Oh, Nona Kia, Ambar Azkia Ardiansyah kan?"
"Iya itu maksud saya"
"Nona Kia, dia _" sejenak terdiam kembali, "Wanita yang istimewa" lanjutnya sambil tersenyum, lalu orang itu pamit pergi karena ada tamu yang sudah menanti.
Jawaban itu cukup membuat darah Galang bergejolak, jawaban yang mengambang.
"Wanita istimewa, apa maksudnya, tapi Ambar bilang tidak pernah mau berurusan dengan Asmara, itu artinya_?, apa dia hanya penggemarnya saja, tapi kenapa dia memanggilnya Kia?, dua kali aku mendengar orang memanggilnya dengan sebutan yang berbeda" gumam Galang sambil berjalan menuju kamarnya.
*
*
Sementara itu, Kia sudah berjalan menaiki motornya, angin malam hari ini cukup dingin, beruntung dia membawa jaket tebal di jok motor nya.
"Hem, dingin juga" Kia sedikit melambatkan laju motor nya.
Kemudian terdengar suara ponselnya, malas sekali Kia menerimanya, tapi takutnya hal penting yang harus segera di ketahui, Kia segera menepi.
"Pak lek?" Ucap lirih Kia, dan segera menekan tombol hijau di ponselnya.
"Cepat pulang, Bulek mu kena serangan lagi!" Teriak sang paman nyaring di telinga.
"Apa?!, lalu gimana keadaan bulek sekarang, paman ada di mana?"
"Rumah Sakit!" Teriaknya, lalu segera menutup sambungannya, bersamaan dengan itu sebuah alamat rumah sakit di di terima dari pesan.
Banting setir, Kia langsung mencari belokan, kemudian menambah laju motornya menuju ke Rumah Sakit.
Tiba di sana, semua orang sudah berkumpul, ada suara Isak tangis yang tersisa, dan Kia tak peduli lagi akan tatapan mereka, terserah mau berpikir apa.
"Bulek?" Lirih sekali Kia memanggil namanya, nama seorang wanita yang selalu membelanya, yang tak pernah menyerah melindunginya, dan kini hanya tinggal nama.
Perih, untuk yang kesekian kalinya, dan Kia tak punya lagi air mata, hanya diam, melafalkan doa terakhir mengiringi bulek Tari yang sudah tenang menuju sang maha pencipta.
Malam itu juga, pemakaman di lakukan, Kia masih menatap tanah kuburan, seolah tak percaya bahwa orang yang disayanginya telah berada di dalamnya.
"Maafkan Kia bulek, belum bisa membahagiakan bulek Tari, maaf" ucapnya lirih.
Kia orang terakhir yang meninggalkan pemakaman, menuju kembali ke rumah kontrakan, namun langkahnya terhadang.
"Bisa kamu ke rumah utama dulu?" Tanya pamannya Agung, suami dari bulek tarinya.
Kia hanya mengangguk, dan disana rupanya sudah ada beberapa orang yang menunggu, satu wanita yang paling tidak ingin ditemui, sang kakak tirinya yaitu Asri Maharini.
"Ada apa?" Tanya Kia.
"Luar biasa, kau bahkan tak mengeluarkan air mata sama sekali kehilangan orang yang selalu membela mu" sahut Asri dengan nada menghina.
"Bulek Tari lebih butuh Doa dari pada air mata"
"Halah, tidak usah sok alim disini, semua tau bagaimana kelakuan ibumu"
"Dia juga ibu mu" sahut Kia dengan tatapan tenangnya.
"Tapi aku tidak dibesarkan olehnya, tidak mungkin kelakuannya menurun padaku"
"Terserah kak Asri mau bilang apa, katakan saja apa mau kalian?"
"Semua harta warisan, tidak boleh ada yang jatuh padamu, kau bukan keturunan dari Ayahku"
"Dan warisan itu dari ibuku, bukan ayahmu"
"Kurang ajar sekali kau ini, harusnya kamu malu, ibu telah menelantarkan ku, dan memilih hidup enak dengan selingkuhannya dan juga kau anak haramnya!" Teriak Asri.
"Jaga mulutmu, mereka menikah sah secara agama dan negara, asal kau tau itu"
"Cukup!" Sang paman menghentikan perdebatan.
"Keputusan kami sudah bulat, tanda tangani surat balik nama ini, untuk merubah warisan atas nama mu menjadi nama Asri, lakukan dengan cepat dan kau boleh pergi semau mu"
Kia tersenyum miring, beranjak dari duduknya, lalu kemudian berjalan perlahan, "Warisan itu akan tetap menjadi warisan, aku tidak akan menyentuhnya, tapi kalian juga jangan harap bisa!"
"KIA!!" Teriak murka sang Paman.
Asri mengejar Kia, tak membiarkan lolos begitu saja, namun apa yang terjadi?, dengan gerakan cepat, Kia membanting Asri tepat di hadapan keluarga besarnya yang masih berkumpul disana.
Seketika Asri pingsan di tempat, terdengar teriakan histeris, namun tak ada satupun dari mereka yang berani menghalangi langkah Kia lagi.
"Kau seperti iblis, keterlaluan!" Teriak sang Paman.
"Kata iblis harusnya untuk kalian semua, dari dulu selalu menekan ku dengan berbagai cara, aku diam selama ini karena menghormati orang-orang yang aku sayangi, dan karena orang-orang itu satu persatu telah pergi, jangan berani lagi mengusikku, aku bisa melakukan lebih dari yang kalian bayangkan!"
"Kau berani mengancam kami?!" Teriak pamannya lagi.
"Coba saja kalau paman berani, dan lihat apa yang akan terjadi"
"Dasar anak tak tau diri!"
"Dasar serakah!" ucap Kia sebelum pergi dengan sepeda motornya.
Malam ini, saksi bisu dimana keluarga besar dari ibunya melihat sisi lain dari Kia yang lama sengaja disembunyikan demi sebuah ketenangan keluarga, tapi kali ini sudah tidak bisa lagi.
Laju motornya berubah seiring luka hati yang dirasakannya kini, dan Kia akhirnya sampai di kontrakannya, kakinya gemetar menahan semua emosi yang menguras tenaganya, kemudian _
Brug!
"Ambar!" Suara seseorang samar-samar didengar sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
Di mohon komen untuk semangat penulis ya, jangan lupa like Vote dan tonton iklannya.
Bersambung.
.ayo Regan ngomong kebenaran..