Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan Hidup
Ruangan kembali sunyi, hanya ada dirinya yang merutuk pada nasib yang kurang beruntung.
Krieeett ...
Kriiieett ....
Terdengar pintu dibuka dan ditutup kembali
."Siapa lagi yang datang?" kata Sujak dalam hati.
Kelambu putih bergerak lagi, dua orang polisi menghampiri Sujak.
"Selamat pagi, Pak, bagaimana keadaannya, apa sudah lebih baik?" tanya salah seorang Polisi.
Sujak hanya mengangguk.
"Apa bisa saya bertanya terkait kejadian semalam?"
Sujak mengangguk lagi.
"Nama ...?"
"Sujak."
"Baik Pak Sujak tolong ceritakan kronologi kejadian semalam!" tegas Polisi itu bertanya.
Sujak menceritakan apa yang dia lihat tanpa menyembunyikan apa pun, kecuali nama Sandy, tak dia sebut.
"Tapi dalam catatan saya, seseorang lapor, bahwa andalah pelaku sebenarnya," kata Polisi itu.
Seketika, Sujak sangat terkejut, spontan dia teriak," tidaak ... bukan saya pelakunya, Pak! Saya hanya melihat, dan setelah dipukul oleh pelaku, saya tak sadarkan diri!"
"Saya catat semua, tapi bukti sudah kami kumpulkan dan anda tetap jadi tersangka utama, setelah dokter menyatakan sehat, anda bisa memulai pemeriksaan perkara," jelas polisi itu.
Mereka meninggalkan Sujak begitu saja.
Sujak merasa dunianya runtuh.
"Bang - sat ... apalagi yang diperbuat oleh Sandy kali ini, bukannya tadi dia bilang papanya sudah urus semua, tapi kenapa masalah jadi seperti ini!" desisnya marah.
Membayangkan masalah besar membuat Sujak merutuk habis - habisan.
Tak lama kemudian, suara pintu terbuka lagi. Sujak menyiapkan diri, menemui tamu yang datang.
Seorang wanita, menggendong anak laki - lakinya, masuk dengan mata basah.
Sujak tercekat, lidahnya kelu,"Dini ... darimana kamu tau aku di sini?"
"Barusan aku dijemput sopir Pak Tanaya, kenapa ini, Mas?" tanya istri Sujak di sela isaknya.
Sujak membelai kepala anak laki - laki yang masih berumur tiga tahun itu.
"Apak ... semalem Laffi unggu Apak, apak tak pulang," katanya cedal.
Sujak meremas sprei tempat tidurnya, dia mengangguk, diam sebentar, menenangkan diri, supaya suaranya tak tercekat di antara kesedihan dan murka yang bercampur jadi satu.
"Iya Le, ada kerjaan yang Bapak harus selesaikan," jawab Sujak akhirnya.
"Kenapa ini, Mas," tanya istrinya lagi.
"Biasa, si Sandy itu berulah lagi," jawabnya pelan.
Dini, istri Sujak, meremas tangan laki - laki itu, seakan memberi kekuatan, atau bahkan menyerah dengan kehidupan.
Dokter masuk bersama perawat, Dini segera melepaskan tangan itu.
"Maaf Bu, saya rasa sudah cukup waktu berkunjung, pasien akan segera diperiksa, dan bila hasilnya sudah bagus, pasien akan diijinkan untuk menjalani pemeriksaan," kata perawat
Dini mengangguk, dia mendekat ke sisi Sujak, mencium punggung tangan suaminya,
"Dini pulang dulu ya Mas."
Sujak mencium anaknya, dan mengangguk, "hati - hati di jalan."
Dini keluar dari ruangan, Dokter dan Perawat segera memeriksa Sujak.
"Hasil pemeriksaan baik, Pak, Bapak bisa langsung ikut bersama bapak Polisi yang sudah menunggu di depan
Selang infus dilepas, borgol juga dilepas oleh salah seorang Polisi yang masuk menyusul Dokter tadi.
Berjalan beriringan mereka menuju mobil Polisi yang sudah siap di depan pintu keluar.
Sepanjang perjalanan, Sujak diam, dia sibuk dengan pikirannya, apa yang akan terjadi dengannya, bagaimana keluarganya, dan semua itu membuatnya semakin muak dengan hidup yang dijalani selama ini.
Sesampai di kantor polisi, Sujak langsung masuk dalam ruang interogasi.
Di sana sudah siap, dua orang duduk dengan wajah garang.
Dalam ruangan remang itu, hanya satu lampu yang menyala, lampu di atas meja interogasi.
Dengan tangan tetap diborgol, Sujak berusaha untuk duduk tenang.
Seorang berbadan gempal, dengan kumis tebal, bak kumis Pak Raden membuka percakapan. Sedangkan satu Polisi yang lain, menyalakan laptop untuk merekam atau kebutuhan lainnya.
"Sekarang katakan, kenapa kamu melakukan tindak kejahatan itu, apa alasannya?" tanya Polisi itu, suaranya berar dan tegas.
"Saya? Melakukan apa Pak, saya tidak melakukan apa - apa,," jawab Sujak.
BRAAAAKK!!
Meja digebrak dengan keras, Sujak kaget bukan kepalang.
"Lebih baik, kamu bilang apa adanya, karena itu akan meringankan hukumanmu!" tegasnya.
"Saya hanya kebetulan lewat, saya tak tahu masalah apa, apa salah saya?" jawab Sujak bersikukuh.
Polisi berbadan gempal itu berdiri, mendekat pada Sujak.
"Apa harus dengan cara lain, supaya kamu mau bicara jujur?" tanyanya dengan wajah garang.
"Jujur seperti apalagi, Pak. Saya sudah bicara jujur," jawab Sujak lagi.
BRAAAKK!!
Meja digebrak lagi, Sujak menelan salivanya.
"Kenapa masih mengelak, ini semua bukti sudah ada, sudah jelas!" bentak Polisi itu.
"Bukti apa Pak, saya betul - betul tidak melakukan apa - apa," jawab Sujak berusaha meyakinkan Polisi itu.
BUUGGHH!
Sebuah hantaman tangan kosong Polisi itu mendarat di wajahnya.
"Aaarrggkk ...." erang Sujak kesakitan .
"Apa ini mintamu, supaya kau mau bicara apa adanya!" bentaknya lagi.
Dengan bibir berdarah yang terasa perih, dan sedikit asin, Sujak berusaha menjawab," tapi benar Pak, saya tidak melakukan apa - apa, saya tidak tahu juga , masalah apa sampai saya diinterogasi seperti ini. "
PLAAAKK!
Tamparan tepat di pipi sebelah kiri.
"Aaarrggk ...."
Polisi berbadan gempal itu menjadi tak sabar, dia menganggap Sujak berbelit - belit, padahal bukti dan data yang dia terima sangat akurat kalau Sujak yang melakukan kejahatan itu.
"Dengar ini, DENGAR! Malam itu, kamu memperkosa seorang perempuan, luka - luka visum menunjukkan adanya tanda - tanda kekerasan, bukan itu saja, tapi kau juga mencekiknya sampai hilang nyawa. Ini kalau dalam proses hukum, bisa seumur hidup kau, jadi jujur saja itu meringankan hukumanmu!"
Sujak menggelengkan kepala berkali -kali," tidak ... tidaak ... tidaak sepertii itu ...aku tidak melakukan apa - apa ... aku cuma lewat dan lihaat ... apalagi membunuh ... aku tidak melakukannya!"
Dengan geram, Polisi itu meraih kaos Sujak, membuatnya berdiri, dan ....
Buuuggghh !!
Buuuugghh!!
Daaasss..
Daaaasss !!
Pukulan, tendangan diterima Sujak berkali - kali.
"Aaaarrgkķkk !" pekik Sujak ketika kakinya diinjak dengan keras.
Daaasss!!
Tendangan mengenai dagunya, Sujak terbanting ke belakang, dan semuanya menjadi gelap.
Melihat Sujak sudah tak berdaya Polisi berbadan gempal itu, berjalan meninggalkan ruangan, diikuti rekannya.
Mereka membiarkan Sujak terlentang tak sadarkan diri.
##########
Di rumah Tanaya Sudrajat, Pak Tanaya sedang murka. Matanya merah. Semua barang yang ada di meja kerjanya sudah berserakan di lantai, bahkan sebagian sudah jadi puing.
"Dasaar gila! Apa yang sudah kau lakukan! Apa kurang perempuan di club sana sampai kamu memperkosa dan membunuh!" teriak Pak Tanaya dengan emosi yang meledak - ledak.
Sandy menunduk," ta ... ta ... tapi sssuu ... uuudaahh aku bereskan Pap."
"Apa yang kau lakukan!" bentak Pak Tanaya.
"Kemarin aku panggil, Pak Samsuri, Polisi yang biasa urus masalah kita, dia sudah selesaikan," jawab Sandy sedikit lebih tenang.
"Berapa duit kau bagi!" bentak Pak Tanaya lagi.
"1,5M"
"Shiiitt ! Uang kau buang - buang begitu rupa hanya gara - gara perempuan, dasar anak tak tau diri!"
Plaaak!
Gemas Pak Tanaya, dia mengayunkan tangannya pada pipi Sandy, dia sekuat tenaga menahan untuk tidak berteriak atau pun jatuh.
"Siapa, yang kau umpankan?" tanya Pak Tanaya masih dengan emosi yang tinggi.
"Sujak," jawab Sandy pelan.
Mendengar nama Sujak di sebut, seperti menyiram bensin pada api.
Pak Tanaya yang sudah menjauh, tiba - tiba mendekat lagi, dengan mengangkat kursi yang ada di dekatnya.
BRAAAK !!
Sandy tak sempat mengelak, dia tersungkur seketika, pinggang dan punggungnya sakit sekali.
"Dia itu anak baik, kerja juga lebih baik dari kamu, tapi kamu itu ... dasar anak kurang ajar!" teriaknya.