Aluna, 23 tahun, adalah mahasiswi semester akhir desain komunikasi visual yang magang di perusahaan branding ternama di Jakarta. Di sana, ia bertemu Revan Aditya, CEO muda yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti drama. Aluna yang ceria dan penuh ide segar justru menarik perhatian Revan dengan caranya sendiri. Tapi hubungan mereka diuji oleh perbedaan status, masa lalu Revan yang belum selesai, dan fakta bahwa Aluna adalah bagian dari trauma masa lalu Revan membuatnya semakin rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. siapa wanita itu?
Revan melepas jasnya dan duduk di kursinya dengan napas berat, ia baru saja menyelesaikan meeting penting dengan klien keras kepala. Tapi matanya langsung melembut saat melihat Aluna duduk manis di sofa, mengenakan setelan blus berwarna biru Dongker yang begitu cocok di kenakannya, Aluna tampak membuka kotak makan siang dengan senyum bangga.
“Tadaaa! Chef pribadi hadir untuk sang CEO tercinta. Ada ayam bakar madu, tumis buncis, dan sambal mangga spesial.” ucap Aluna sembari membentangkan srebet di atas meja.
Revan tersenyum tipis kemudian berjalan mendekat, ia bahkan tidak menyadari jika tadi pagi Aluna membawa bekal untuk ke kantor, ia sepertinya terlalu sibuk hingga ia tidak tahu jika Aluna memasak begitu banyak tadi pagi.
“Harum sekali." puji Revan sembari menatap makanan yang cukup banyak di atas meja.
"Tadi pagi Kamu nggak sempet sarapan, makanya aku sengaja bawakan ke kantor."
"Baiklah, aku sudah lapar sekali." ucap Revan lagi sembari mengusap perutnya, sebenarnya tadi saat meeting ia sudah makan dengan klien rapi melihat usaha Aluna, ia tidak tega mengecewakannya.
"Baiklah, aku akan ambilkan untukmu. Suamiku." ucap Aluna dengan senyum manisnya membuat Revan terpaku dengan ucapan Aluna terakhir.
Revan membiarkan Aluna mengambilkan makanan untuknya,
"Ini ...., makanlah." ucap Aluna sembari menyodorkan piringnya pada Revan, Revan pun segera menerimanya dengan senyum tipis yang jarang terlihat di bibirnya.
Walaupun sudah kenyang, Revan pun tetap memakan masakan Aluna. Setelah memastikan Revan memakan makanannya, Aluna pun mulai mengambil untuk dirinya sendiri.
"Bagaimana rasanya, enak kan?" tanya Aluna dan Revan pun menganggukkan kepalanya.
"Hmmm," Revan menganggukkan kepalanya saja membuat Aluna kesal,
"Mana yang paling kamu suka, ayam bakar madu, tumis buncis, atau sambal mangga spesialnya?" sebenarnya pertanyaan ini Aluna sengaja hanya untuk memancing obrolan dengan Revan supaya suasana lebih hangat.
"Semuanya." jawab Revan singkat.
Dia itu kalau ngomong udah kayak papan reklame: padat, jelas, dan dingin. Batin Aluna kesal.
"Ya maksud aku, kasih nilai satu per satu." Aluna tetap tidak mau kalah.
Revan tidak langsung menjawab, ia meletakkan piringnya di atas meja dan memilih mengambil gelas yang sudah di isi air putih oleh Aluna, meneguk hingga dua kali tegukan dan kemudian meletakkan kembali di atas meja.
"Aku suka semua yang kamu masak, bagaimanapun rasanya." ucap Revan, seketika berhasil membuat pipi Aluna memerah.
"Serius?" tanya Aluna memastikan.
Revan hendak menimpali ucapan Aluna, tapi urung ia lakukan karena tiba-tiba ponselnya berdering.
“Sebentar, ada telpon.” ucap Revan sembari mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas meja kerjanya.
Aluna menganggukkan kepalanya, "Hmmm,"
Revan pun berdiri dan mengambil ponselnya, menggeser tombol terima saat nama salah satu sepupunya menghubungi.
“Hallo," terdengar suara di seberang sana.
"Hmmm, ada apa?"
"Lo udah dengar soal Raysa Elenora?" tanya di seberang sana dan berhasil membuat Revan terdiam.
"Gue ke tempat Lo sekarang." ucap Revan kemudian mematikan sambungan telponnya secara sepihak.
Aluna rupanya sedari tadi mendengarkan percakapan mereka.
Siapa Raysa Elenora?
Revan menyakukan ponselnya, sambil mengambil jas dan jam tangannya lagi, kemudian menoleh pada Aluna,
"Aku pergi dulu. Nanti biar Bastian yang mengantarmu pulang. Jangan menunggu, mungkin aku akan pulang larut." ucapnya kemudian berlalu dari ruangan itu tanpa menunggu pendapat Aluna.
Aluna diam sejenak saat pintu sudah tertutup kembali dari luar, lalu tersenyum hambar,
“Sepertinya wanita itu begitu penting.” gumamnya lirih.
Aluna menghela napas, menatap makanan yang belum habis,
“Padahal aku berharap hari ini bisa lebih dekat."
Baru saja Aluna membersihkan makanan di atas meja tiba-tiba ponselnya berdering,
"Tifani ...., tumben belum waktunya pulang udah telpon." gumam Aluna kemudian perlahan menggeser tombol terima dan menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Ada apa, Fan?" tanya Aluna sebelum Tifani mengeluarkan suara.
"Suara Lo kenapa? kedengeran bete banget?"
"Lagi nggak mood."
"Kebetulan sekali, entar pulang kerja sendiri apa saja pak Revan?"
"Sendiri. Ada apa?"
"Baguslah, ada yang pengen gue omongin. Kita pulang bareng ya entar, gue tunggu di lantai satu setelah jam kerja."
"Oke."
Sambungan telpon pun terputus dan Aluna masih menatap layar ponselnya yang sudah mulai meredup. Tidak bosnya Tifani, sahabatnya itu bicara begitu serius.
"Apa ada hal yang tidak gue tahu?" gumamnya sembari mengetukkan ponselnya ke dagu seolah-olah tengah berpikir.
Bersambung
Happy Reading