NovelToon NovelToon
The Secret Marriage

The Secret Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Pernikahan Kilat / Nikahmuda / Persahabatan / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Marfuah Putri

Adelina merupakan seorang selebgram dan tiktokers terkenal yang masih duduk di bangku SMA.

Parasnya yang cantik serta sifatnya yang periang membuatnya banyak disukai para followers serta teman-temannya.

Tak sedikit remaja seusianya yang mengincar Adelina untuk dijadikan pacar.

Tetapi, apa jadinya jika Adelina justru jatuh cinta dengan dosen pembimbing kakaknya?

Karena suatu kesalahpahaman, ia dan sang dosen mau tak mau harus melangsungkan sebuah pernikahan rahasia.

Pernikahan rahasia ini tentu mengancam karir Adelina sebagai selebgram dan tiktokers ratusan ribu followers.

Akankah karir Adelina berhenti sampai di sini?

Akankah Adelina berhasil menaklukkan kutub utara alias Pak Aldevaro?

Atau justru Adelina memilih berhenti dan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marfuah Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Manusia Munafik

Pintu bercat coklat yang sejak tadi tertutup rapat akhirnya terbuka. Wajah polos dengan tatapan kosong muncul dari balik pintu. Jejak air mata yang belum kering tersisa di sudut matanya.

Aku merengkuh tubuhnya yang hampir tumbang. Lemas. Tanpa tenaga. Ia seperti bunga yang tak mendapat air di musim kemarau.

Layu.

“Del ...” panggilku pelan.

“Del, sia teh gak papa?” Kedua gadis yang sejak tadi menunggu dengan cemas pun menghampiri Delina dalam rengkuhanku.

“Mas, aku mau pulang ...” lirihnya seraya menenggelamkan wajahnya ke dadaku.

Aku menatap Raina dan Senja bergantian. Kecemasan terlihat jelas di mata mereka.

“Kalian pulang aja, biar Adelina sama saya,” putusku kemudian.

Mereka saling tatap, “Ta-tapi ...” kata-kata Senja tercekat saat Raina memegang lengannya.

“Oke, Om, titip Delina ya. Ayo, Sen, kita pulang.” Raina menarik lengan Senja yang masih terus menatap ke arahku dan Delina. Gadis dengan tampang polos itu sepertinya tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Terdengar isakan kecil yang keluar dari mulut gadis dalam rengkuhanku. Pelan aku mengelus punggungnya yang mulai bergetar. Rasa sakit yang ia rasakan serasa mengalir ke ulu hatiku. Aku benar-benar nggak tega melihatnya hancur seperti ini.

...🍉🍉...

“Nak Al, tolong jaga Adel baik-baik ya. Saat ini dia benar-benar butuh kamu sebagai suaminya,” pesan ibu mertuaku sesaat sebelum masuk ke dalam mobilnya.

Aku hanya tersenyum seraya mengangguk. Napas berat terembus pelan, kekhawatiran tergambar jelas di raut wanita itu.

Sesaat setelah mendengar kabar buruk perihal putrinya, keluarga Adelina segera datang ke rumahku. Bergantian mereka masuk ke kamar sekedar untuk menghibur gadis yang sejak pulang sekolah tadi tampak murung meski sesekali ia tersenyum. Senyum palsu untuk menutupi luka menganga di hatinya.

Setelah memastikan keluarga mertuaku telah menghilang di balik pagar, aku berbalik memasuki rumah. Pelan kututup pintu dan menguncinya rapat.

Tatapan kosong tersorot dari kedua bola mata hazelnya. Bibir yang biasanya selalu tertawa ceria kini tertutup rapat. Pipi halusnya yang seringkali merona saat aku menatapnya lekat, kini pucat seperti tak ada tanda kehidupan dalam dirinya.

Jariku menari di atas keyboard hape. Jika tak bisa meredam gosip murahan yang menghancurkan nama baik Adelina, biar kuhancurkan saja akun yang menyebarluaskan berita itu. Dengan bantuan Ardan semua pasti beres.

Bukan Ardan namanya jika masalah seperti ini tak bisa diatasi olehnya. Kekuasaan keluarganya cukup berpengaruh di negeri ini. Cukup mudah untuknya mencari tau siapa dalang dibalik akun sialan itu. Punya temen anak sultan emang harta paling berharga.

Untuk sementara waktu aku mematikan kolom komentar di instagram Delina. Aku tak ingin ia terus-terusan membaca komentar-komentar negatif yang tertuju padanya. Itu hanya akan membuatnya lebih hancur dan tertekan.

“Del, makan dulu ya. Saya sudah buatkan opor ayam kesukaan kamu. Atau kamu mau saya belikan sekotak es krim?” bujukku untuk kesekian kalinya.

Ia menggeleng. Setetes bulir bening lagi-lagi keluar dari sudut matanya.

“Kamu gak bisa kayak gini terus. Kamu harus makan untuk bisa ngadepin masalah yang ada. Kamu harus kuat, Del.”

Ia menoleh. Matanya yang merah menatapku. Ada kemarahan yang tertahan di matanya. Kekecewaan dan penyesalan yang besar membumbung memenuhi hatinya yang rapuh.

“Aku hancur, Mas! Buat apa lagi aku hidup, semua orang nganggep aku jalang! Karirku hancur, masa depanku berantakan, aku udah gak punya apa-apa lagi!” Pecah tangis dan emosi yang sejak tadi tertahan.

Kurengkuh tubuhnya yang bergetar hebat. Tumpah sudah air mata yang sejak tadi di tahanya lantaran ada keluarganya di sini. Aku tahu, di depan bundanya tadi Delina berpura-pura kuat. Senyum yang tadi ditampilkannya di depan keluarganya hanya sebatas senyum palsu.

Luka menganga di hatinya kini terlihat jelas. Gadis yang terlihat kuat itu akhirnya melepas topengnya. Ia rapuh dan hancur.

“Kamu bukan jalang, kamu istriku, Del!” kataku seraya mencoba menenangkannya.

Berhasil. Tangisnya sedikit mereda, tersisa isakan kecil yang masih terdengar di telinga. Aku melerai dekapanku padanya, menatap lekat ke wajahnya yang sembab. Kuusap sisa kaca-kaca di sudut matanya dengan jemariku.

“Del, kamu tau apa yang paling saya benci?”

Delina menggeleng lemah.

“Manusia munafik. Hari ini mereka menyanjungmu layaknya raja. Tapi, bisa jadi esok merekalah yang menjatuhkanmu sejatuh-jatuhnya. Dan seburuk-buruknya manusia adalah orang-orang munafik yang bermain sosial media.” Delina mengangkat wajahnya menatapku. Mata kami saling menatap lekat.

“Mereka yang mengaku fansmu tak lain hanyalah sekumpulan manusia munafik. Karena jika mereka benar-benar menyukaimu, mereka gak akan peduli dengan gosip buruk apapun tentangmu. Kamu gak perlu takut dengan apa yang mereka pikirkan. Kamu punya saya, bukankah itu udah cukup?” lanjutku dengan sorot mata teduh yang jarang sekali aku berikan pada siapa pun.

Delina masih setia menatapku dengan mulut yang setengah terbuka. Seakan tak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan. Untuk beberapa detik kami hanyut dalam tatapan masing-masing. Menyelami cinta yang mulai tumbuh di dalam dada.

“Tapi ... aku udah di DO dari sekolah, Mas ...” lirihnya memecah keheningan yang sempat merayap.

Aku tersenyum, “Sekolah nggak cuma satu, Del. Mereka nggak nerima kamu, saya bisa masukkan kamu ke sekolah lain atau kamu bisa homeschooling. Udah, jangan nangis lagi. Ada saya, apa yang kamu takutkan?”

Dia tersenyum. Senyum manis seperti biasanya. Sepertinya kata-kataku berhasil mengangkat beban berat yang tadi menghujam dadanya. Ada kelegaan di hatiku saat kembali lagi menatap senyum itu. Aku menangkup kedua pipinya dengan kedua tanganku. Mengusap kedua pipinya yang sudah tak sepucat tadi.

Akal sehatku seakan melayang saat netraku menangkap bibir ranum yang setengah terbuka. Wajahku mendekat mengikis jarak. Dalam gugup yang begitu kentara, Delina menutup kelopak matanya. Sebuah sinyal saat seorang wanita mengizinkan untuk melakukan lebih.

Rasa manis strawberry terkecap saat bibirku menempel di bibirnya. Kecupan singkat itu berubah menjadi lumatan-lumatan kecil. Delina mengalungkan tangannya di tengkukku. Tanganku menggapai tengkuknya, mendorongnya pelan untuk memperdalam ciuman. Permainannya terasa kaku, tapi lama-lama ia bisa mengimbangiku.

Pagutan panas itu berakhir saat Delina memelototkan matanya dan kehabisan napas. Bibir ranumnya nampak bengkak akibat ulahku yang kelewatan. Gimana nggak, bibir manisnya membuatku candu. Rasanya ingin lebih dari sekedar kecupan.

Aku menatapnya yang tampak salah tingkah. Wajahnya menunduk malu. Kuangkat wajahnya dengan telunjukku. Ia mengulum senyum dengan pipi yang semerah tomat. Benar-benar menggemaskan.

“Apa ini kali pertama untukmu?” tanyaku.

Gadis itu mengangguk malu, “Apa sebegitu buruknya?” tanyanya.

“Tak terlalu buruk, mau lanjut?” tanyaku iseng yang dihadiahi tampolan di lenganku.

Delina menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Aku menahan tawa melihat tingkah malu-malunya.

“Del, ayolah lanjutkan. Tanggung nih,” ucapku seraya menarik-narik ujung selimut.

“Gak mau! Mas lanjut sama Mel sana!” teriaknya.

Aku melirik ke arah Mel—boneka hello kitty yang kubelikan waktu itu. Ya elah ... masa aku disuruh lanjut sama boneka. Aya-aya wae!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!