NovelToon NovelToon
(Boy)Friendzone

(Boy)Friendzone

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rizca Yulianah

Hara, gadis perfeksionis yang lebih mengedepankan logika daripada perasaan itu baru saja mengalami putus cinta dan memutuskan bahwa dirinya tidak akan menjalin hubungan lagi, karena menurutnya itu melelahkan.
Kama, lelaki yang menganggap bahwa komitmen dalam sebuah hubungan hanya dilakukan oleh orang-orang bodoh, membuatnya selalu menerapkan friendzone dengan banyak gadis. Dan bertekad tidak akan menjalin hubungan yang serius.
Mereka bertemu dan merasa saling cocok hingga memutuskan bersama dalam ikatan (boy)friendzone. Namun semuanya berubah saat Nael, mantan kekasih Hara memintanya kembali bersama.
Apakah Hara akan tetap dalam (boy)friendzone-nya dengan Kama atau memutuskan kembali pada Nael? Akankah Kama merubah prinsip yang selama ini dia pegang dan memutuskan menjalin hubungan yang serius dengan Hara?Bisakah mereka sama-sama menemukan cinta atau malah berakhir jatuh cinta bersama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizca Yulianah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jangan Harap!

Nael berdecak kesal sembari bolak balik melihat jam tangannya. Sudah lebih dari sepuluh menit dia menunggu, tapi jangankan batang hidung orang yang sedang di tunggunya terlihat, aroma parfumnya saja tidak tercium.

"Kebiasaan banget sih Hara itu" Keluhnya untuk yang kesekian kali setelah melihat arlojinya.

Dia menyeruput espressonya yang sudah mulai mendingin saat ekor matanya menangkap bayangan wanita yang sedang berlari-lari kecil.

"Udah jam berapa ini?" Semburnya begitu Hara tiba di hadapannya. Dia bahkan mengabaikan Hara yang sedang kesusahan mengatur napasnya.

"Kamu tuh ngapain aja sih, telat mulu" Lanjutnya mengomel.

Hara yang tidak ingin memperpanjang masalah itu pun lebih memilih diam dan mendudukkan dirinya di kursi yang ada di hadapan Nael.

"Kalau udah ngerti janjian jam sepuluh, paling nggak kamu harus sudah siap-siap dari jam tujuh, nanti jam sembilan berangkat, lebih awal lebih baik, belum macetnya, belum kalau ada kejadian tak terduga, masa gitu aja harus bolak balik di omongin sih" Masih saja dia meluapkan semua kesalnya yang dia tahan sepuluh menit yang lalu.

Bukannya Hara tidak tahu hal-hal mendasar tentang manajemen waktu, dia bahkan lebih memahami itu lebih baik di banding orang lain. Tapi ini baru sepuluh menit. Orang lain saja mungkin akan memaklumi, tapi entah kenapa bagi Nael itu sudah seperti sebuah tindak pidana yang harus mendapatkan hukuman penjara.

"Maaf ya" Hara menghela napas pelan dan mengatur ekspresinya semelas mungkin, demi menyudahi rasa dongkol Nael yang jika Hara membantahnya, bisa-bisa urusan mereka tidak akan selesai sampai sore.

Bagaimana pun Nael adalah mantan pacarnya, Hara sangat paham sifat Nael, bahkan di luar kepala.

Nael sangat tidak suka pendapatnya di bantah, dan jika dia marah sedangkan Hara tetap mempertahankan pendapatnya, maka bisa di pastikan mereka tidak akan saling komunikasi hingga beberapa hari bahkan minggu ke depan.

"Kenapa telat?" Kejar Nael tak terima dengan permintaan maaf Hara.

"Tidurnya kemalaman" Hara meringis sungkan. Sebenarnya ini juga bukan murni kesalahannya, separuhnya adalah Kama, dia mengajaknya pergi dan akhirnya mereka berolahraga malam, tentu saja Hara akan tidur sangat pulas dengan tubuh secapek itu.

"Kok bisa?!?" Nada suara Nael meninggi.

See? Menjadi panjang urusannya dengan Nael.

"Semalam aku olahraga lari di GOR, jadi baru pulang tengah malam dan ya..." Hara mengedikkan bahunya dengan wajah memelas minta maaf.

"Olahraga?" Nael mengernyitkan keningnya, tidak biasanya Hara berolahraga, apalagi sampai harus keluar rumah malam-malam.

"Sejak kapan kamu olahraga?" Tanyanya sinis.

"Kemarin cuma coba-coba, habis kayaknya badan kaku banget nggak pernah olahraga" Hara mengeluarkan semua peralatan dan juga laporan-laporan yang akan mereka bahas.

"Oh jadi gitu, longgar ya kamu sekarang setelah udah nggak wa aku lagi, sampai-sampai bisa berangkat ke GOR buat lari" Sinis Nael tajam.

Inilah love hate relationship yang di alami Hara. Jika Nael sedang manis dan tidak ada kesalahan pahaman di antara mereka, dia bisa jadi pria yang sangat baik, penyayang, lembut dan romantis. Membuat Hara merasa beruntung mendapatkannya.

Tapi sebaliknya, jika dia sedang marah, dan meskipun itu bukan kesalahan Hara, Nael bisa jadi seseorang yang bermulut tajam seperti sekarang.

"Sorry" Seperti sudah autopilot dalam mulutnya, Hara mendecih lirih. Setelah olahraga semalam, dia rasanya sudah tak punya tenaga lagi untuk di pakai berdebat dengan Nael.

"Sorry sorry terus, makanya sebelum ngelakuin apa-apa itu di pikir dulu, tau nggak gara-gara sikap kamu yang begini ini, kata maaf jadi nggak ada artinya karena terlalu gampang di ucapin, kelihatan nggak tulusnya" Nael terus tanpa jeda menguliahi Hara.

Dalih apa yang dia gunakan? Kebiasaan? Sisa rasa? Khawatir? Takut kehilangan? Apapun itu mereka seharusnya sudah tidak dalam kondisi untuk menuntut semua itu.

Kini mereka orang asing, dan Nael sadar benar akan hal itu. Hanya saja hatinya menolak semua yang telah terjadi.

Berjuang selama dua tahun, dia berharap Hara yang patuh dan tidak banyak protes itu akan mengikuti keyakinannya. Bukan tanpa alasan dia punya pemikiran itu, melihat sikap Hara yang lebih menghindari masalah dan selalu mengalah, dia jadi memelihara harapan bahwa hubungan ini akan berhasil dalam wujud pernikahan dengan mengimani keyakinannya.

Tapi ternyata sifat dan sikap Hara sama sekali tak terbaca oleh radarnya. Hara yang selama ini selalu mengiyakan apapun yang keluar dari mulutnya, selalu menghindar jika topik keyakinan ini dia angkat.

Nael bukan orang yang tidak peka untuk menyadari itu, meskipun Hara sangat halus dalam mengubah topik, tapi mereka adalah dua sisi cermin yang saling memantulkan bayangan masing-masing. Dengan kata lain mereka sama persis, baik dalam hal sifat dan pemikiran, hampir bisa di katakan mereka klik sembilan puluh sembilan persen.

Dan sikap penolakan Hara tentang hubungan mereka tidak dapat Nael terima. Dia tidak bisa, tidak siap dengan ujung yang telah terlihat dalam hubungan mereka.

Hara memandang lekat-lekat Nael yang sedang mengomel di depannya, semua keresahan Nael tersampaikan dengan sempurna dan di tangkap jelas oleh Hara.

Tapi lantas harus apa? Mereka ibarat dua jalur bercabang yang berbeda tujuan. Katakan konstruksi mana yang bisa menyatukan mereka? Alat berat mana yang bisa memblokir satu jalan yang lain untuk kemudian membuat jalan mereka menjadi satu?

Tidak ada.

Jadi Hara dengan tabah dan sabar menjalani ini, lebih memilih menikmati setiap detik waktu yang mereka habiskan bersama sembari berlatih untuk patah hati sampai saatnya berpisah nanti.

"Nael..." Hara menggenggam tangan Nael dengan sorot mata yang seolah berkata maaf.

Bukan maaf karena terlambat, tapi maaf untuk semuanya.

"Kita meeting dulu ya" Pinta Hara lembut. Dia harus mengalah lagi kali ini, agar mereka bisa segera menyelesaikan pekerjaan mereka.

Untungnya tidak ada kesulitan berarti dalam pekerjaan mereka, karena telah menjadi partner selama dua tahun, tidak terlalu sulit untuk mengubah mode pacaran ke mode kerja.

Setelah satu jam saling membahas tentang laporan keuangan dan perencaan yang telah di susun, akhirnya mereka mengakhiri rapat itu dengan baik.

"Makannya di tempat biasa aja" Nael yang sedang membereskan barang-barangnya itu tanpa sadar mengucapkannya, murni karena kebiasaan kencan mereka di sela-sela waktu meeting mereka dulu.

"Kali ini giliran siapa yang bayar? Aku aja dulu ya? Nanti minggu depannya baru kamu" Lanjutnya masih dengan memasukkan laptopnya ke dalam tas.

Hening membentang di antara mereka. Nael yang tidak mendapatkan respon apapun mendongak ke arah Hara.

Dia mendapati wajah wanitanya sedang menggigit bibirnya dengan gelisah.

"Ada apa lagi?" Tanya Nael mengerutkan keningnya.

"Nael sorry, aku udah ada janji" Ucap Hara sungkan.

Respon Hara menyadarkannya bahwa mereka sudah putus, kondisi mereka saat ini yang sempat di lupakannya karena genggaman tangan Hara yang tadi saat meminta maaf.

Seribu belati serasa di tancapkan secara bersamaan ke dalam hatinya, tanpa ampun di putar dan di tekan agar menancap semakin dalam hingga mampu membuatnya hancur layaknya daging giling.

Tidak bisa. Nael tidak bisa. Dia tidak bisa melepaskan Hara. Sebulan ini rasanya sangat menyiksa. Tanpa Hara dia tidak bisa.

"Janji apa?" Tanya Nael dengan suara bergetar. Runtuh sudah pertahanannya.

"Mm-" Hara kembali menggigit bibir bawahnya. Bingung harus menjawab apa.

"Pacar baru kamu?" Semakin bergetar suara yang di keluarkan Nael. Hatinya menjerit, berdoa agar itu tidak pernah terjadi.

"Temen" Hara dengan cepat menjawabnya.

Antara lega dan tidak. Antara bersyukur dan tidak. Tapi yang jelas marah dan cemburu langsung menguasai Nael.

"Cewek cowok?" Tanya Nael sinis.

"Mm-" Hara memilin jari-jarinya. Dia mampu membaca suasana hati Nael yang sedang marah. Jadi jika ingin bermain aman, sudah barang pasti Hara tidak bisa memberitahukannya.

"Sinta nggak mungkin" Nael menggeleng. Menyebutkan satu-satunya nama yang sering terlibat dengan Hara.

Tepat saat Hara kesulitan menjawab, ponselnya berdering.

Pak Kama calling...

Nael cukup jelas melihatnya dan bisa memastikan dengan siapa Hara punya janji siang ini.

"Sebentar ya" Hara mengambil ponselnya dan berdiri.

"Iya pak-" Suara Hara yang mengecil itu masih bisa di tangkap oleh Nael.

Mungkin klien yang lain, embel-embel pak di depannya mungkin adalah panggilan untuk laki-laki paruh baya.

Nael menjejalkan pemikiran itu untuk meredam rasa cemburunya. Jika tidak begitu, dia sendiri tidak akan bisa mengatasi rasa cemburu yang kini sudah membakar hatinya.

Hara memilih menerima panggilannya di luar cafe, di dekat pagar pembatas kaca.

"Ini baru selesai"

"Mau makan apa?" Tanya Kama yang sudah memasuki lobby mall tempat Hara berada.

"Apa aja" Suara Hara terdengar buru-buru. Seperti ingin memungkasi panggilan ini.

"Di dalam mall aja kan? Atau di luar mall? Tadi gue lihat ada yang jual mie ayam di perempatan" Kama kini sedang antri di depan lift.

"Iya itu aja" Hara menjawab cepat.

"Lo kenapa?" Kama menyadari perubahan nada dan jawaban buru-buru Hara.

"Belum selesai meetingnya" Hara membalikkan badan dan melihat Nael berjalan menuju ke arahnya.

"Udah kan? See ya" Hara buru-buru memutus sambungannya dan menyimpan ponselnya dalam saku.

"Siapa?" Nael yang sudah memasang wajah keruhnya menuntut jawaban.

"Temen" Hara berlalu pergi, berniat akan kembali ke dalam cafe. Namun tangan Nael lebih dulu menahan lengannya.

"Siapa?!" Bentaknya.

"Temen" Hara melembutkan suaranya, percayalah, jika Hara nekat melawan Nael, akhirnya tidak akan baik. Jadi satu-satunya cara adalah mengalah.

"Aku tanya siapa?!" Suara Nael semakin meninggi, mulai memancing beberapa pasang mata untuk menoleh ke arah mereka.

"Nael tenang dulu" Hara meraih tangan Nael yang menahannya.

"Kita omongin di dalam aja ya" Dia menggenggam tangan Nael.

Apakah tindakan Hara salah? Tentu saja. Tapi apakah perubahan status di antara mereka menjadi penghalang Hara untuk berbuat baik untuk menenangkan amarah Nael? Hara bukan anak kecil lagi, dia sudah dewasa, dan bahkan lebih dewasa dari umurnya. Jadi dia membuang jauh-jauh pikiran sempitnya.

Nael yang masih belum puas dengan jawaban Hara menepis genggaman tangan Hara.

"Awas aja kalau jawaban kamu ngarang bebas" Ancamnya dan kemudian meninggalkan Hara, masuk kembali ke dalam cafe.

Hara menghela napasnya kasar, hubungan ini semakin rumit. Nael bersikap seolah-olah mereka masih bersama dan ini adalah pertengkaran mereka yang biasa.

Apakah itu artinya mereka kembali bersama tanpa ikrar lagi? Seperti yang sudah-sudah?

Hara memijit pelipisnya, rasanya kepalanya mau meledak saking banyaknya pikiran.

"Bae" Kama yang baru saja datang langsung melingkarkan lengannya di pinggang Hara.

"Udah selesai?" Seperti boneka mini, Hara di goyangkan ke kanan dan ke kiri. Tubuh mungil Hara memang terasa seperti sebuah barbie kecil di pelukan Kama yang tingginya lebih dari seratus delapan puluh sentimeter.

Hara sangat terkejut, tapi menilik dari aroma wangi parfum dan juga suaranya, dia tau itu Kama.

"Ish" Hara memukul tangan Kama yang melingkarinya.

"Untung aja belum saya tonjok pak" Hara melepaskan lingkaran tangan Kama dengan kasar dan berbalik menghadapnya, berkacak pinggang.

"Lain kali jangan main asal peluk gitu, untung aja saya hafal wanginya, coba kalau nggak, udah saya teriakin orang cabul loh"

"Sorry" Kama malah meringis tanpa rasa bersalah meskipun telah membuat Hara kesal.

"Udah kan? Ayo buruan" Kama menggenggam tangan Hara, dan berniat mengajaknya pergi.

"Lo siapa?!?" Gelegar suara Nael dari arah pintu cafe. Hara dan Kama berjengit kaget.

Lalu tanpa basa basi Nael datang menerjang dan mendaratkan pukulannya di rahang kiri Kama.

TIDAK

Inilah yang di takutkan Hara sejak tadi, kesalahpahaman yang berujung kekacauan.

Kama yang tidak siap dengan pukulan Nael terhuyung ke samping, beruntungnya dia tidak sampai jatuh tersungkur.

Rupanya perbedaan fisik antara Kama dan Nael sangat berpengaruh. Bagaimana pun Kama adalah seorang polisi, tak di pungkiri fisiknya jelas sedikit lebih kuat dan terlatih di banding Nael yang hanya pekerja kantoran dan kebanyakan duduk.

Hanya butuh beberapa detik bagi Kama untuk mencerna situasi dan kemudian melayangkan pukulan balasan kepada Nael, tepat mengenai pipinya hingga membuat sudut bibir Nael berdarah.

"Panggil security" Seru beberapa pengunjung yang takut dengan perkelahian di hadapan mereka, sedangkan yang lain sibuk menjerit-jerit dan memekik kaget.

Hara yang juga sama syoknya seperti orang-orang yang kini mengerumuni mereka, segera berdiri menghadang di tengah-tengah Nael dan Kama.

"STOP!" Teriaknya sembari membentangkan kedua tangannya, membuat jarak antara mereka berdua.

"Sialan!"

"Fuck!" Mereka saling mengumpat dan memegangi bagian tubuh yang sakit. Mata mereka saling mengunci yang di penuhi amarah dan siap kapan saja kembali melayangkan balasan jika bukan karena Hara yang kini sedang menghalangi.

"Ada apa ini?!?" Bentak security yang kini sudah berada di antara mereka.

Hara menghela napas lega sekaligus kesal, keadaannya sampai membesar seperti ini. Sungguh menyebalkan dan juga memalukan.

"Ini cuma salah paham pak" Hara buru-buru mendekati security tersebut.

"Kita damai" lanjutnya berusaha meyakinkan.

"Tetap saja anda menganggu ketertiban di mall ini, jadi silahkan ikut ke kantor security dan menyelesaikan urusannya di sana" security itu masih saja memasang sikap waspada dan mengamati.

"Baik baik" Hara buru-buru mengangguk setuju, berharap mereka segera menyingkir dari kerumunan orang-orang yang semakin banyak dan menghindari beberapa ponsel para pengunjung yang sedang terarah kepada mereka.

"Nunduk!" Hara membentak dan melotot kepada Kama dan Nael secara bergantian.

"Ikut security dan jangan buat keributan lagi!" Lanjutnya sembari menarik kedua lengan para pelaku perkelahian.

"Silahkan pak" Hara menyerahkan mereka pada dua security yang sedang menunggu dan kemudian membawa mereka pergi.

"Nah!" Hara mengatur ekspresinya dan tersenyum, menghadap para kerumunan yang belum membubarkan diri.

"Di mohon dengan sangat untuk tidak mengambil gambar atau video apapun, atau menyebarkannya di media sosial apapun ya, saya berkerja di kantor hukum, dan menurut hukum mengambil gambar serta video tanpa izin bisa di tuntut, apalagi kalau sampai menyebarkannya, bisa lebih berat lagi masalahnya. Jadi tolong dengan sangat pengertiannya, apabila sampai ada berita tentang kami bertiga, maka kami siap mengambil jalur hukum" Hara mengoceh dengan raut wajah senyum yang di buat-buat.

Berharap para netizen yang budiman ini mengerti apa yang di ucapkannya dan memikirkannya.

"Kalau tidak percaya silahkan saja, saya bisa pastikan mau itu setahun atau sepuluh tahun, saya pasti akan mengejar siapapun yang menyebarkan foto atau video hari ini" Kali ini peringatannya lebih serius dengan memasang poker face andalannya.

Memberikan sentuhan akhir dramatis agar lebih meyakinkan.

Sepertinya ancaman Hara berhasil, terbukti para kerumunan itu langsung membubarkan diri dan yang sedang memegang ponsel saling berdecak kecewa. Mungkin mereka merasa sayang telah melewatkan kesempatan untuk membuat berita viral dengan narasi yang di lebih-lebihkan.

Karena akun yang meledak viral tentu tidak akan sepadan dengan akibat yang akan di tanggung kedepannya. Hukuman pidana serta denda yang bisa membuat lebih merugi.

"Sialan!" Umpat Hara dan kembali ke dalam cafe untuk membereskan barang-barang mereka yang tertinggal.

Setelah selesai dia kemudian menuju kasir untuk membayar semua tagihannya.

"Kita nggak berantem di dalam cafe, jadi nggak mungkin ada tuntutan tentang perusakan properti atau ganti rugi karena membuat keributan kan?" Hara memastikan kepada kasir yang kini sedang menatap Hara dengan ekspresi melolong.

"I-iya k-kak" Jawabnya tergagap, justru saat ini dia lah yang takut kepada Hara, takut kalau-kalau dirinya akan menjadi saksi atas keributan hari ini.

"Oke terima kasih, kembaliannya ambil aja" Hara kemudian mengambil struk dan pamit dengan tersenyum.

Satu masalah selesai, tinggal masalah di kantor security.

Hara menghela napas kasarnya, dia paling benci keributan dan menjadi pusat perhatian. Seumur hidupnya dia sudah cukup menjadi pusat perhatian di desa kecilnya, dan itu sangat menyebalkan. Setiap langkahnya, selalu saja ada mata yang mengawasi, berbisik-bisik jika ada sesuatu yang berbeda dari dirinya.

Itulah kenapa dia sangat senang saat menerima pengumuman bahwa dirinya di terima di universitas kota besar.

Impiannya untuk hidup normal dan biasa saja mulai terlihat. Dan sekarang dua orang laki-laki datang untuk menghancurkannya?

Jangan harap!

1
ArianiDesy
😍😍😍😍😍😍😍😍...
Hari ini adem ayem pak Kama nya
ArianiDesy
Ya...ya.....rebut aja Nael nya biar Hara dan pak Kama aja yang bersama..
pindah kos aja deh, biar nggak ngabisin tenaga ketemu org seperti Edward dan bapak kos,sok ngatur
Risa Amanta
si Kama udah kena sumpahan korban2nya
Risa Amanta
maaf .. Nis..kmu Islam gk
ArianiDesy
Semangat pak Kama ngejar Hara nya 😁😁😁😁😁....
oh,Nisa naksir sama Nael ya🤔🤔🤔
Risa Amanta
klo jadi Hara..mending gk usah pilih keduanya..masih banyak kok laki2 di dunia ini..yg tentunya baik
ArianiDesy
Masalah keyakinan emng sensitif sih ya,,,
ArianiDesy
Si Nael aneh banget dah🙄🙄...
nggak sabar nih nungguin kelanjutan mereka di pos security 😁😁😁😁😁
Risa Amanta
Egois bgt
Risa Amanta
Kamu knp sih Nael
ArianiDesy
Semangat Hara🥰🥰🥰🥰🥰🥰
ArianiDesy
wkwkwkwk.....
Sudah ku duga olahraga malam, olahraga yang sesungguhnya 🤣🤣🤣🤣...
puas banget lihat pak Kama di kerjain Hara😂😂😂😂
ArianiDesy
bisa rindu juga ya pak Kama😁😁😁
ArianiDesy
Aku pikir bakalan sayang-sayangan sama Pak Polici 😁😁😁😁😁
betters
exciting bingits nunggu upnya
ArianiDesy
Aku pikir Kama mw nyusulin Hara ke kos-an nya 😁😁😁😁
ArianiDesy
Buat Neil jgn balikan lagi sama Hara deh,kan kamu yg buang Hara,,,
kasih kesempatan sama Kama dong,buat taklukkin Hara😁😁
ArianiDesy
O.o.... apakah bakalan bucin duluan ini pak Kama😁😁😁😁
ArianiDesy
ohhh,ini toh tugas negara nya😁😁😁...
menjaga pujaan hati jangan sampai di bawa lari cowok lain🤣🤣🤣
ArianiDesy
wkwkwkwkwk.....
Nggak kuat aku lihat Kama tersiksa sama Hara🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!