Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Tidak Menggodanya!
Tiga hari berlalu, dan suasana di Kantor masih terasa sama. Leava sering mendengar bisik-bisik tentang dirinya dan juga tatapan penuh kebencian dari banyaknya karyawan yang berpapasan dengannya.
Leava baru masuk ke dalam lift, ada dua orang wanita di dalam lift itu. Leava belum mengenal benar siapa nama mereka, tapi jelas mereka berdua adalah karyawan di Perusahaan ini. Perasaan Leava mulai tidak enak ketika mereka mendekat padanya dan menyudutkannya.
"Em, maaf Kak ada apa?"
Satu orang yang berambut panjang tergerai, memegang tangan Leava dengan erat. Sementara seorang dengan rambut di tata rapi, menjambak rambutnya. Leava terkejut dengan ini, dia mencoba melepaskan cengkraman tangan wanita itu di rambutnya. Tapi tangannya juga kembali di cekal erat oleh si wanita satunya. Leava benar-benar tidak bisa melakukan apapun sekarang.
"Aku tidak pernah bermasalah dengan siapapun, tapi aku lihat kau ini memang bibit pelakor ya. Sudah tahu Tuan Hendi sudah punya calon istri, tapi masih saja menggodanya. Hahha.. Sungguh murahan"
Wanita yang menjambak rambutnya berkata dengan menatap rendah pada Leava. "Apa kau juga menggoda Tuan Devan? Aku dengar dia juga menyatakan cinta padamu? Wah hebat sekali kau, padahal Tuan Devan juga sudah punya calonnya sendiri"
Leava menghembuskan nafas pelan, dia tidak boleh lemah sekarang. Meski hatinya terasa sakit mendengar semua ucapan dua orang ini. Leava memberanikan diri menatap keduanya.
"Aku tidak pernah menggoda mereka! Tapi jika mereka tertarik dan jatuh cinta padaku, lalu salahku dimana? Bukankah itu hak mereka? Bukan aku yang menggodanya!"
Leava menghempaskan tangannya dari cekalan wanita berambut panjang tergerai itu. Meski sedikit susah, tapi akhirnya dia bisa.
"Kau berani sekali!"
Leava juga melepaskan tangan yang sejak tadi menjambak rambutnya. Tepat saat pintu lift terbuka, dan akhirnya dia bisa segera keluar dan terlepas dari dua orang itu. Leava berlari ke arah ruangan Devan, rambutnya berantakan karena jambakan wanita tadi.
"Sial, dia merusak penampilan gue lagi"
Leava berputar balik dan menuju toilet untuk membenarkan penampilannya. Namun, tidak di sangka dua orang tadi sudah berada disana. Bahkan sekarang bertambah dua orang lagi. Leava sudah tegang sekarang, karena sekuat apapun dia melawan, maka tidak mungkin dia bisa menandingi empat orang sekaligus.
"Kalian mau apa?" ucap Leava dengan suara gemetar.
Satu orang dari mereka berjalan ke arah pintu dan menguncinya. Membuat Leava semakin panik sekarang. Dia mencoba untuk membuka pintu terkunci itu, namun tidak bisa karena kuncinya sudah berada di tangan salah satu dari mereka.
Kerah bajunya di tarik dari belakang hingga di jatuh ke atas lantai. Kepalanya membentur ujung Wastafel hingga dia merasa sangat pusing. Keningnya sedikit membiru.
"Kita cuma gak mau kerja bareng sama wanita pelakor sepertimu. Kau itu masih muda, tapi sudah jadi wanita murahan seperti ini"
Seseorang keluar dari kamar mandi, mengambil seember air dan mengguyurnya ke tubuh Leava. Lalu sebuah tendangan, pukulan langsung Leava dapakan. Bahkan jambakan dirambutnya, kali ini benar-benar lebih keras dari sebelumnya.
Leava tidak diam saja, dia mencoba melawan, kaki dan tangannya mencoba menendang dan memukul. Tapi sudah pasti dia kalah, karena empat orang lawan satu. Setelah lemah, tubuh Leava di tarik ke dalam kamar mandi, dan kepalanya di benturkan kembali ke kloset yang tertutup. Leava merasa pusing, semuanya berputar dalam penglihatannya, dan akhirnya tak sadarkan diri.
*
Mobil terparkir di depan pintu utama Perusahaan. Givan turun lebih dulu, lalu dia membukakan pintu mobil untuk Tuannya.
Devan turun dengan gagahnya dari dalam mobil, berjalan masuk ke dalam Lobby. Banyak karyawan yang langsung mengangguk hormat pada mereka. Namun Devan hanya membalas seadanya saja.
Menggunakan lift, dan akhirnya dia sudah sampai di depan ruang kerja. Sudah tidak sabar untuk melihat gadisnya. Berada di Luar Negara selama hampir dua minggu, membuat dia begitu merindukannya. Devan sudah lebih baik, tidak lagi memikirkan tentang penolakan Leava, karena dia tahu apa alasan gadis itu.
Devan langsung membuka pintu, namun ketika dia masuk ke dalam ruangan, sama sekali tidak ada Leava di meja kerjanya.
"Mungkin dia ke toilet"
Devan berjalan ke arah meja kerjanya, sudah hampir dua minggu dia tidak duduk disana. Melihat beberapa berkas yang perlu tanda tangannya tertumpuk di atas meja.
Devan membuka berkas pertama dan mulai mengeceknya. Sebenarnya dia sedikit malas untuk melakukan ini, karena memang pekerjaannya di Luar Negara juga sudah cukup melelahkan. Tapi tanggung jawabnya terlalu besar dalam pekerjaan.
Suara pintu terbuka membuat Devan langsung mendongak, dia melihat Leava yang masuk dengan keadaan yang sangat kacau. Rambutnya acak-acakan dan masih basah, pakaiannya juga basah. Ada memar di bagian dahi dan pipinya.
"Apa yang terjadi padamu?" teriak Devan yang langsung menghampirinya.
Leava juga terkejut mendengar suara Devan, karena dia tidak tahu jika Devan akan kembali hari ini. Karena menurut jadwal seharusnya dia berada dua minggu disana.
"Tu-tuan, anda sudah kembali" ucap Leava dengan bibi bergetar.
Devan memegang kedua bahu Leava, menatapnya dengan lekat. "Apa yang terjadi padamu? Kenapa tubuhmu basah semua, dan ini.."
Devan mengelus pelan pipi Leava yang memar. "Siapa yang melakukan ini padamu?"
Leava terdiam sejenak, bingung bagaimana menjelaskan semuanya. Namun, alih-alih menjelaskan, dia malah menangis. Rasanya sudah tidak tahan untuk tidak mengeluarkan segala rasa sakit dan tertekan dirinya dengan tangisan ini.
Devan langsung memeluknya, tahu jika gadisnya masih belum bisa cerita sekarang. Dibalik pelukannya, tangan Devan mengepal erat di balik punggung Leava.
Siapapun yang menyakitinya, akan aku hancurkan!
Rasanya sakit sekali ketika melihat wanitanya terluka seperti ini. Devan tidak bisa melihatnya seperti ini. "Sekarang kamu mandi dulu, biar nanti aku minta Givan bawakan baju ganti untukmu"
Devan membawa Leava ke ruangan istirahat yang berada di dalam ruangannya. Ada satu tempat tidur besar, kamar mandi dan ruang ganti. Tempat jika Devan tidak sempat pulang karena pekerjaan, maka dia akan istirahat disini.
Devan mengantarkan Leava sampai ke depan pintu kamar mandi. "Mandi dulu, nanti baju gantinya diantarkan Givan kesini"
Leava hanya mengangguk saja, tanpa ingin berkata apapun. Mungkin karena dia yang masih shock dengan kejadian yang baru saja dia alami barusan.
Setelah melihat Leava masuk, Devan langsung menghubungi adiknya. "PInjam baju kamu sebentar, kalau ada yang masih baru. Juga pakaian dalamnya. Nanti Givan bawa ke rumahmu"
"Eh, untuk apa Kak?"
"Untuk Leava"
"Hah? Apa yang Kakak lakukan padanya? Kenapa perlu baju ganti?" teriak Rena, terdengar sekali jika dia kaget atas ucapan Devan.
"Nanti Kakak ceritakan"
Devan langsung menutup sambungan telepon, pasti membuat adiknya itu menggerutu kesal dan penasaran atas apa yang terjadi padanya dan Leava.
Bersambung