NovelToon NovelToon
The Last Encore: Star Blood Universe

The Last Encore: Star Blood Universe

Status: sedang berlangsung
Genre:Vampir / Teen / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Di bawah lampu panggung, mereka adalah bintang. Di bawah cahaya bulan, mereka adalah pemburu."

Seoul, 2025. Industri K-Pop telah berubah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Di balik gemerlap konser megah yang memenuhi stadion, sebuah dimensi kegelapan bernama The Void mulai merayap keluar, mengincar energi dari jutaan mimpi manusia.

Wonyoung (IVE), yang dikenal dunia sebagai Nation’s It-Girl, menyimpan beban berat di pundaknya. Sebagai pewaris klan Star Enchanter, setiap senyum dan gerakannya di atas panggung adalah segel sihir untuk melindungi penggemarnya. Namun, kekuatan cahayanya mulai tidak stabil sejak ancaman The Void menguat.

Di sisi lain, Sunghoon (ENHYPEN), sang Ice Prince yang dingin dan perfeksionis, bergerak dalam senyap sebagai Shadow Vanguard. Bersama timnya, ia membasmi monster dari balik bayangan panggung, memastikan tidak ada satu pun nyawa yang hilang saat musik berkumandang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 2: Five Seconds of Frost

Getaran yang merambat dari bawah lantai beton gedung Global Disc Awards bukanlah gempa bumi biasa. Bagi manusia, itu mungkin hanya terasa seperti getaran mesin generator yang malfungsi, namun bagi Wonyoung, setiap denyutnya terasa seperti palu yang menghantam gendang telinganya. Ia bisa merasakan frekuensi kegelapan yang merayap, mencoba mencari celah di antara realitas.

"Mereka sudah di sini," bisik Sunghoon. Suaranya datar, namun ada ketajaman yang tidak bisa disembunyikan.

Wonyoung tidak menjawab. Ia masih terpaku pada pecahan The Genesis Vinyl di tangan Sunghoon. Selama tiga ratus tahun, ia mengira piringan itu telah hancur menjadi debu saat ledakan besar di era Joseon. Melihat bagian darinya masih utuh dan berada di tangan seorang pria yang baru saja ia temui kembali membuat seluruh dunianya terasa jungkir balik.

"Simpan bicaramu untuk nanti, Sunghoon-ssi," desis Wonyoung. Ia menarik tali busur cahayanya yang tak kasatmata bagi mata manusia. Cahaya merah muda keunguan mulai berpijar di ujung jarinya. "Jika kita tidak menutup retakan ini sekarang, seluruh stadion akan menjadi perjamuan bagi mereka."

Tiba-tiba, dari kegelapan koridor belakang panggung, dinding beton itu seolah mencair. Cairan hitam kental merembes keluar, membentuk sosok-sosok tanpa wajah dengan tangan panjang yang berakhir pada kuku-kuku setajam silet. Void Stalkers. Monster tipe pemburu yang lebih kuat dan lebih cepat dari larva yang mereka lawan sebelumnya.

Monster pertama melompat dengan kecepatan yang mustahil. Wonyoung bersiap melepaskan panahnya, namun ia menyadari sesuatu yang fatal. Di ujung koridor, seorang staf perempuan muda berjalan mendekat sambil membawa tumpukan kostum, matanya terpaku pada ponsel. Staf itu tidak melihat monster yang hanya berjarak beberapa meter darinya.

"Tidak!" teriak Wonyoung. Jika ia menembak sekarang, ledakan cahayanya akan melukai staf itu. Namun jika ia diam, staf itu akan terkoyak.

"Waktu adalah beban bagi mereka yang tidak bisa mengendalikannya," suara Sunghoon menggema di samping telinganya.

Takk.

Sunghoon menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Wonyoung.

Seketika, dunia membeku.

Wonyoung terkesiap saat melihat butiran debu di udara berhenti bergerak. Staf perempuan itu mematung dengan satu kaki terangkat, helai rambutnya menggantung statis. Bahkan percikan api dari kabel listrik yang rusak tergantung di udara seperti kristal yang tak bergerak. Segalanya berubah menjadi gradasi warna abu-abu keperakan yang sunyi.

Ini adalah Five Seconds of Frost, kemampuan tertinggi dari klan Shadow Vanguard untuk menghentikan aliran waktu di area terbatas dengan cara membekukan atom di udara.

Sunghoon bergerak dengan tenang di tengah dunia yang diam. Ia berjalan melewati Wonyoung, langkah kakinya tidak mengeluarkan suara. Dengan gerakan yang sangat elegan namun mematikan, ia menarik pedang es tipisnya The Frost Rapier dan menebas tiga monster yang sedang melayang di udara. Potongan-potongan tubuh monster itu tidak jatuh; mereka tetap melayang, membeku dalam kehancuran mereka sendiri.

Lalu, Sunghoon berbalik. Ia menatap Wonyoung yang masih bisa bergerak di dalam zona bekunya karena ia juga memiliki darah abadi. Sunghoon mendekat, memperpendek jarak di antara mereka hingga Wonyoung bisa merasakan aura dingin yang memancar dari kulit pria itu.

Sunghoon meraih pinggang Wonyoung, menariknya masuk ke dalam bayangan pilar beton yang gelap, menjauh dari jangkauan pandangan staf perempuan dan kamera CCTV.

Detik kelima berakhir.

Dunia kembali meledak dengan suara. Brak! Brak! Brak! Tiga monster yang tadi ditebas Sunghoon tiba-tiba pecah menjadi kepingan es kecil sebelum sempat menyentuh lantai. Staf perempuan itu berkedip, merasa ada embusan angin dingin yang lewat, namun ia terus berjalan seolah tidak terjadi apa-apa. Ia tidak pernah tahu bahwa maut baru saja melewatinya.

Wonyoung terengah-engah, punggungnya menempel pada tembok beton yang dingin. Jantungnya berdegup kencang bukan karena takut pada monster, tapi karena tangan Sunghoon masih melingkar di pinggangnya, dan wajah pria itu hanya berjarak beberapa inci dari wajahnya.

"Lepaskan aku," bisik Wonyoung, suaranya parau.

Sunghoon tidak langsung melepaskannya. Ia menatap mata Wonyoung, mencari sesuatu di dalam pupil ungu tersebut. "Kau terlalu emosional, Wonyoung. Kau hampir mengacaukan penyamaranmu demi seorang manusia biasa."

"Dia bukan sekadar 'manusia biasa', dia adalah tanggung jawab kita!" balas Wonyoung dengan nada marah yang tertahan. "Kita adalah Hunter, bukan mesin pembunuh tanpa perasaan."

Sunghoon akhirnya melepaskan cengkeramannya dan mundur satu langkah. Ia menyarungkan pedang esnya yang langsung menguap menjadi udara dingin. "Perasaan adalah alasan kenapa klan kita hampir punah tiga ratus tahun lalu. Jangan biarkan sejarah terulang kembali."

Wonyoung merapikan gaun peraknya yang sedikit berantakan. Ia merasa terhina sekaligus bingung. "Kenapa kau ada di sini, Sunghoon? Kenapa ENHYPEN? Kenapa kau memilih menjadi idola?"

Sunghoon menyandarkan tubuhnya ke pilar, menatap langit-langit koridor dengan pandangan kosong. "Tempat mana lagi yang lebih baik untuk memantau emosi manusia selain di panggung K-Pop? Ribuan orang berkumpul, memberikan cinta, harapan, sekaligus kecemasan mereka. Itu adalah magnet bagi The Void. Aku di sini bukan untuk bernyanyi, aku di sini untuk memastikan bahwa energi itu tidak berubah menjadi kiamat."

"Jadi kau mengawasiku selama ini?" tanya Wonyoung curiga.

"Aku mengawasi portalnya. Bahwa kau ada di sana, itu hanya sebuah kebetulan yang merepotkan," jawab Sunghoon dingin. Ia kembali meraba pecahan Vinyl di sakunya. "Benda ini... ia bereaksi padamu. Itulah sebabnya aku menyelamatkanmu tadi."

Wonyoung melangkah maju, tangannya terulur. "Berikan padaku. Pecahan itu adalah milik klan-ku. Itu adalah kunci untuk memperbaiki segel yang retak."

Sunghoon mengangkat alisnya, seringai tipis muncul di bibirnya yang pucat. "Milikmu? Berdasarkan apa? Sumpah darah kita di masa lalu dilakukan bersama. Pecahan ini adalah milik siapa pun yang cukup kuat untuk menjaganya. Dan melihat caramu bertarung tadi... aku ragu kau bisa menjaganya dari pencuri, apalagi dari The Void King."

"Kau...!" Wonyoung mengepalkan tangannya, cahaya bintang mulai berpendar di sekeliling jemarinya.

"Jangan di sini," potong Sunghoon cepat. "Simpan energimu. Kamera Dispatch ada di mana-mana di luar sana. Kau tidak mau kan besok pagi tajuk utamanya bukan tentang penampilanmu, melainkan tentang idola yang bisa mengeluarkan laser dari tangannya?"

Wonyoung menarik napas panjang, mencoba menekan emosinya. Sunghoon benar. Kehidupan mereka di tahun 2025 jauh lebih rumit daripada di era Joseon. Dulu, mereka bisa bertarung di tengah hutan tanpa ada yang peduli. Sekarang, setiap jengkal langkah mereka diawasi oleh ribuan lensa kamera dan jutaan pasang mata netizen.

"Apa maumu?" tanya Wonyoung akhirnya.

"Bekerja sama," jawab Sunghoon singkat. "Portal utama di bawah stadion ini mulai tidak stabil. Energi negatif dari war antar fandom di media sosial belakangan ini telah memberi makan monster-monster itu lebih dari yang kita duga. Aku butuh cahayamu untuk menerangi inti portal, sementara aku membekukan jalannya."

Wonyoung terdiam sejenak. Bekerja sama dengan Sunghoon adalah hal terakhir yang ia inginkan. Pria itu angkuh, dingin, dan tampaknya tidak memiliki rasa empati. Namun, ia juga tahu bahwa kekuatan es Sunghoon adalah pasangan sempurna bagi cahayanya. Seperti malam dan siang, mereka adalah dua sisi dari satu koin hunter.

"Hanya untuk malam ini," ucap Wonyoung tegas. "Setelah portal ini ditutup, berikan pecahan Vinyl itu padaku, dan kita kembali ke jalur masing-masing. Kau dengan ENHYPEN, aku dengan IVE. Jangan pernah campuri urusanku lagi."

Sunghoon hanya mengangguk samar. "Kesepakatan yang adil. Sekarang, ikuti aku. Kita punya waktu tiga puluh menit sebelum acara berakhir dan semua orang mulai memadati area parkir."

Sunghoon bergerak lebih dulu, berjalan melewati bayang-bayang dengan kecepatan yang sulit diikuti oleh mata manusia. Wonyoung mengikutinya, melompat di antara pipa-pipa ventilasi di langit-langit koridor agar tidak terlihat oleh staf.

Mereka sampai di sebuah pintu besi berat yang menuju ke ruang basement paling bawah gedung stadion. Sunghoon menyentuh gembok pintu itu, dan dalam sekejap, besi tersebut membeku hingga rapuh, lalu hancur hanya dengan dorongan ringan.

Di dalam, ruangan itu gelap gulita dan berbau busuk yang sangat menyengat. Di tengah ruangan, sebuah retakan dimensi berwarna ungu gelap menganga di udara, mengeluarkan suara berdesis seperti ribuan ular.

"Itu dia," bisik Wonyoung. Ia bisa merasakan energi di dalam darahnya mendidih saat melihat portal itu.

Namun, sebelum mereka bisa mendekat, bayangan di pojok ruangan bergerak. Sesosok monster yang jauh lebih besar dari sebelumnya muncul. Monster itu tidak memiliki bentuk tetap, seperti kumpulan asap hitam yang padat dengan banyak mata yang berkedip di sekujur tubuhnya. The Void Warden.

"Kau urus matanya, aku akan membekukan intinya," perintah Sunghoon.

"Jangan memerintahku!" balas Wonyoung, namun ia tetap melompat ke udara, busur cahayanya sudah terbentang lebar.

Pertempuran pecah di ruang bawah tanah yang sempit itu. Wonyoung meluncurkan rentetan panah cahaya yang meledak saat mengenai mata monster, menciptakan kilatan cahaya yang membutakan. Monster itu meraung, mencoba mencengkeram Wonyoung dengan tentakel asapnya, namun Sunghoon selalu ada di sana, memotong tentakel tersebut dengan rapier esnya sebelum sempat menyentuh gaun perak Wonyoung.

"Jangan melamun, Star Enchanter!" teriak Sunghoon saat ia meluncur di lantai yang licin, menebas bagian bawah monster itu.

Wonyoung mendarat dengan anggun di atas pipa besar. Ia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan seluruh energi bintang yang ia miliki ke dalam satu anak panah besar yang bersinar terang benderang. "Tutup matamu, Sunghoon!"

Wuuush!

Panah cahaya itu melesat, menembus tepat di tengah inti portal. Cahaya yang dihasilkan begitu kuat hingga menerangi seluruh ruangan bawah tanah seolah-olah matahari telah jatuh ke sana. Monster itu menjerit histeris sebelum akhirnya menguap menjadi debu hitam.

Sunghoon tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia melompat ke arah retakan portal yang sedang terguncang oleh energi cahaya Wonyoung. Ia menempelkan kedua telapak tangannya ke pinggiran portal. "Es yang mengikat, waktu yang diam... Absolute Zero!"

Lapisan es berwarna biru tua mulai menjalar dari tangan Sunghoon, menutupi retakan ungu tersebut. Perlahan tapi pasti, suara desisan portal menghilang, digantikan oleh suara es yang membeku kuat. Retakan itu akhirnya tertutup sepenuhnya, menyisakan sebuah segel es berbentuk kristal yang indah di dinding.

Sunghoon jatuh berlutut, napasnya tersengal. Menggunakan kekuatan sebesar itu di dunia modern sangatlah menguras energi abadi mereka.

Wonyoung berjalan mendekat, cahayanya perlahan memudar kembali menjadi sosok gadis idol yang cantik. Ia menatap Sunghoon yang tampak kelelahan. Untuk pertama kalinya dalam ratusan tahun, ia melihat sisi rapuh dari sang Ice Prince.

"Kita berhasil," ucap Wonyoung pelan.

Sunghoon mendongak, menyeka keringat dingin di dahinya. Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan pecahan Genesis Vinyl. Ia menatap benda itu sejenak, lalu melemparkannya ke arah Wonyoung.

Wonyoung menangkapnya dengan sigap. Benda itu terasa hangat di tangannya.

"Kenapa kau memberikannya?" tanya Wonyoung heran. "Tadi kau bilang aku tidak pantas menjaganya."

Sunghoon berdiri dengan susah payah, memperbaiki jas hitamnya yang sedikit robek. "Anggap saja itu sebagai upah karena kau tidak mengacaukan rencana malam ini. Tapi ingat, Wonyoung, ini baru permulaan. Segel di Seoul ada banyak, dan apa yang kita tutup tadi hanyalah lubang kecil."

Sunghoon berjalan menuju pintu keluar, namun ia berhenti sejenak tanpa menoleh. "Dan satu hal lagi. Gaunmu robek di bagian belakang. Sebaiknya kau cari jaket sebelum kembali ke managermu."

Wonyoung tersentak dan segera meraba bagian belakang gaunnya. Benar saja, ada sobekan kecil akibat terkena percikan energi monster tadi. Wajahnya memerah karena malu.

"Sunghoon-ssi!" teriak Wonyoung.

"Sampai jumpa di panggung Inkigayo minggu depan, Tuan Putri," sahut Sunghoon dari kejauhan, suaranya kembali terdengar angkuh dan dingin.

Wonyoung berdiri sendirian di ruang bawah tanah yang sunyi itu, menggenggam erat pecahan Vinyl di tangannya. Ia menatap ke arah Sunghoon pergi dengan perasaan yang tidak menentu. Musuh, rival, atau rekan? Ia belum tahu pasti.

Namun satu hal yang pasti: di bawah langit Seoul tahun 2025 yang penuh kepalsuan ini, ia akhirnya menemukan satu kebenaran yang nyata. Ia tidak lagi bertarung sendirian.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!