Gilsa tak percaya ada orang yang tulus menjalin hubungan dengannya, dan Altheo terlalu sederhana untuk mengerti kerunyaman hidup Gilsa. Meski berjalan di takdir yang sama, Gilsa dan Altheo tak bisa mengerti perasaan satu sama lain.
Sebuah benang merah menarik mereka dalam hubungan yang manis. Disaat semuanya terlanjur indah, tiba-tiba takdir bergerak kearah berlawanan, menghancurkan hubungan mereka, menguak suatu fakta di balik penderitaan keduanya.
Seandainya Gilsa tak pernah mengenal Altheo, akankah semuanya menjadi lebih baik?
Sebuah kisah klise cinta remaja SMA yang dipenuhi alur dramatis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bibilena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Flashback
Cherryl membanting ponselnya ke sofa saat pesan yang terus dia kirimkan malah berbuah notifikasi anggota grup keluar alih-alih pesan balasan. Teman-temannya yang lain diam, mereka juga berada di grup yang sama sehingga tak perlu saling menjelaskan situasi ini. Kali ini tak seperti Prima, rumor yang membalikan sulit dipercayai orang-orang.
"Bagaimana ini?"
"Sial!" Kevin membanting gelas hingga pecah berhamburan ke atas lantai. Ini pertama kalinya lagi mereka melihat pemuda itu mengamuk, dan suasana menjadi sangat hening dalam sekejap.
"Kenapa dia sangat keras kepala? Morgan! Kenapa gadis sialan itu sangat berusaha menjatuhkanku, hah?!"
Lagi, Morgan menyesali ini ribuan kali di benaknya. Andai saja dan seandainya dia tak tertarik pada Gilsa semua ini tak akan terjadi. Sekarang dia menjadi bulan-bulanan Kevin setiap kali Gilsa bertingkah.
"Apa yang membuatnya takut? Apa yang membuatnya mau menyerah? Sebenarnya apa yang bisa menyingkirkan dia dari hidupku?! Apa kalian tak tahu? Kalian menunggu aku yang mencari tahu?!"
"Kevin ..." Clarissa meraih tangan pemuda itu dan membuat mereka saling bersitatap.
"Tenangkan dirimu, masalah tak akan selesai dengan kau marah."
Keheningan semakin menyelimuti setelahnya. Tidak ada adegan haru setelah itu, malah terjadi pertikaian satu pihak. Kevin mencengkeram wajah Clarissa sampai gadis itu mendongak.
"Kau mengajariku? Hanya karena aku menyukai cara kau bicara bukan berarti aku menyukaimu, sialan. Lebih baik kau cari cara menyelesaikan masalah ini, atau aku akan membuat kau hengkang dari sekolah."
Wajah itu di tepis Kevin dengan kuat. Clarissa menahan marah dalam ekspresi datar, dia mengigit lidah dan mencoba menetralkan perasaannya kembali. Suasana semakin buruk setelah itu.
"Kita paksa saja dia untuk mencabut laporannya."
"Aku tahu, apa kau pikir aku bodoh? Tapi apa hasilnya? Dia tak menggubris kita."
"Memangnya ada manusia yang bisa bertahan direndahkan?" Gerald berdiri dan mulai mengumpulkan pecahan gelas di lantai. Pemuda itu menatap Kevin kemudian saat mengumpulkan pecahan gelas di tangan.
"Aku punya cara lain untuk membuat dia dibenci semua orang seperti rencana awal kita."
•••
"Lepasin apaan sih?! Kalian mau membullyku sampai di tahap apa?! Aku akan menambah keterangan ini saat memberi kesaksian Prima nanti."
Gilsa diseret kembali oleh Clarissa dan Terre saat jam istirahat tiba, tapi tujuan mereka kali ini bukan ruang loker sekolah. Mereka terus berjalan ke area belakang sekolah, bahkan melewati ruang loker dan gymnamsium, sampai kemudian sampai di halaman samping belakang sekolah yang biasanya dipakai segelintir anak untuk membolos. Hari ini area itu diisi penuh oleh komplotan Kevin.
"Dimana Prima?"
"Dia tidak masuk." Clarissa yang menjawab demikian. Gilsa didorong hingga berada di posisi tengah perkumpulan.
"Apa lagi? Kau mau memukulku lagi?" Gilsa menantang balik saat Kevin menatapnya, dia masih terlihat tak gentar seolah tak jera dengan kejadian kemarin. Padahal masih terlihat bekas luka diujung bibirnya dari tamparan Kevin yang kemarin.
"Kau benar-benar gila, bagaimana bisa kau masih berpura-pura waras di situasi ini?"
"Kau menyeretku kemari hanya untuk bertanya begitu?"
Kevin tertawa. Dia melihat teman-temannya yang berdiri di belakang Gilsa dan memutar jemari.
"Lakukan."
Gilsa mendapati sebuah rangkulan tersampir dibahunya dan wajah Morgan ada di sana ketika dia menoleh. Disaat yang bersamaan Gilsa merasakannya seseorang mengambil tangannya dan melilitkan sesuatu di sana, tapi tangan Morgan menahannya dari menoleh. Tak kehabisan ide Gilsa memberontak dan mencoba melepaskan tangannya tapi orang yang mengekangnya semakin bertambah.
"Apa ini?!"
"Apa lagi? Kamu berharap apa? Aku akan menciummu?"
"Hentikan bicara hal yang menjijikan begitu. Apa kau gila?!"
Gilsa tersentak, mereka sudah berhenti mengerubunginya dan dorongan terasa hingga dia menabrak tembok. Disaat bersamaan mereka langsung menjauhinya, Gilsa menjadi marah, dia segera mengangkat tangannya dan melihat sebuah benda yang sangat asing melingkari pergelangan tangannya. Gilsa mengernyit, memegang benda itu dan melihatnya dari dekat.
"Apa ini? Kalian bercanda denganku?" tanyanya sambil melihat sekeliling. Namun hal yang aneh adalah beberapa dari mereka sedang mengambil gambar dirinya saat ini.
"Benda apa ini?!" Gilsa menyadari ada yang salah, dia segera mencoba melepaskan benda itu meski sulit dan sakit sampai talinya memelar berkali-kali. Pada akhirnya dia berhasil dan melempar benda itu ke tanah.
Cherryl tersenyum, dan berjalan menghampiri Gilsa sambil memamerkan ponselnya.
"Kau pikir hanya kau saja yang bisa mengadu?"
