Setelah sepuluh tahun, suamiku kembali pulang ke rumah. Dia ingin kembali hidup bersama denganku, padahal dia yang telah pergi selama sepuluh tahun dan menikah lagi karena menuduhku mandul.
Namun, setelah Petra pergi aku justru hamil. Aku merahasiakan kehamilanku hingga putriku lahir. Selama sepuluh tahun aku merawat Bella seorang diri.
Apa yang akan terjadi bila Petra mengetahui kalau Bella adalah darah dagingnya. Apakah aku harus menerima kembali kehadirannnya setelah sepuluh tahun.
Yuk! ikuti kisah dan perjuangan Kayla dalam cerita, Di Ujung Sesal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32.
"Untuk apa lagi kamu mau bertemu aku. Aku ji*ik melihat kamu. Kamu itu bukan manusia." hardikku saat Petra mengutarakan niatnya hendak bertemu. Mau apalagi dia, coba. Sudah mencelakai Bram dan Bella masih tidak merasa bersalah juga. Dia malah mengancam Bram. Sekarang malah mau bertemu aku pula. Apa dia mau mencelakai aku juga.
"Ada apa, Kay. Siapa yang menelepon?" tanya Bram setelah aku kembali bersama mereka.
"Petra. Dia ingin bertemu aku." ucapku terus terang.
"Gila! Apa lagi yang dia rencanakan. Apa kamu mengiyakannya?" ucap Bram menatapku tajam.
"Gak lah, tapi aku ada ide gimana kalau dituruti saja maunya itu supaya polisi bisa menangkapnya."
"Maksudmu menjebak, Petra. Aduh, bahaya Kay. Petra itu orang nekatan ntar kamu celaka, gimana. Tidak, aku tidak mau melibatkan kau dalam hal ini." protes Bram.
"Tapi masalah ini berpusar padaku, Bram. Biarkan aku ikut menuntaskannya karena aku juga sudah muak dengan ulah Petra, yang berbuat sesukanya. Dia bahkan tega mencelakai, Bella dan Alicia." ucapku geram. Aku memang sudah tak peduli karena aku ingin memberi pelajaran pada Petra.
"Kamu gak mikir kah, Kay. Bella saja tega dia sakiti. Pokoknya aku tidak ingin terjadi sesuatu sama kamu."
"Lalu sampai kapan Petra mempermainkan kita!" ucapku emosi tidak menyadari, kalau Bella dan Alicia bisa terjaga karena suaraku.
"Ssstt, jangan keras-keras, Kay. Nanti Bella dan Alicia terjaga." Bram mengingatkanku. Aku merandek kesal, semua karena ulah Petra. Bram menggenggam jemariku, menatapku lembut hingga rasa pengap di hati perlahan pergi.
"Aku sayang sama kamu, Kay, sayang banget. Aku tidak bisa bayangkan sesuatu terjadi padamu karena, Petra. Biar aku yang selesaikan semua ini, oke?" Aku mengangguk pasrah. Kuletakkan wajah ini di telapak tangan Bram, saat tangan kekarnya itu membingkai wajahku.
Aku berharap semoga semua masalah soal Petra selesai. Jika memang harus berurusan dengan hukum, karena memang dia yang telah memulai semua masalah ini.
***
Luka ditubuh Alicia dan Bella juga Bram, mulai pulih. Mereka telah diberi izin pulang dari rumah sakit. Seminggu lebih bolak-balik berurusan dengan rumah sakit, membuat pekerjaanku terbengkalai. Pelangganku sampai protes karena pesanan mereka tidak selesai pada waktunya. Sekalipun dibantu Devi tetap saja keteter, karena aku lebih fokus pada perawatan Bella. Perhatianku jadi teralih dengan masalah tentang Petra.
Hingga aku terkejut saat mendengar khabar kalau Petra telah berhasil ditangkap polisi, saat hendak menyeberang ke Pulau Jawa. Petra berhasil ditangkap di pelabuhan Bakauheni.
Rencananya Petra hendak ke perusahaan pusat milik Bram, hendak melakukan penipuan karena Petra, telah membawa beberapa surat-surat penting milik Bram yang telah dicurinya .
Petra kembali di bawa ke kota Padang Sidempuan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya karena kejadian perkara memang di kota itu.
Aku dan Bram datang mengunjungi saat Petra masih ditahan di kantor polisi.
"Tak seharusnya berakhir seperti ini, Petra. Padahal aku sangat mengandalkanmu karena kinerjamu yang bagus. Aku begitu percaya selama ini padamu." ucap Bram menyayangkan tindakan Petra yang gegabah.
Petra tertunduk diam. Entah sedang meresapi semua perkataan Bram, ataukah menyesali perbuatannya. Namun, dari raut wajahnya sulit bagiku untuk menebak isi hatinya.
"Maafkan aku, Kay. Aku terlalu dikuasai rasa cemburu, sehingga aku nekad merencanakan semua itu. Tapi aku tidak pernah berniat mencelakai, Bella. Itu diluar prediksiku. Aku tidak tau kalau Bella akan ikut di mobil itu."
"Petra!" teriak sebuah suara yang muncul dibelakangku. Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Seorang ibu duduk diatas kursi roda dan didorong seorang perempuan muda. Aku terkejut saat menyadari siapa yang datang. Dia adalah mantan ibu mertuaku dan Rena.
Aku melihat sekejap pandangan gugup dimata beliau. Begitu juga Rena yang tidak sanggup mentang mataku. Sementara sikapku begitu tenang tidak menunjukkan ekspresi apapun. Wajah datarku sepertinya membuat mereka jengah.
"Ibu, ngapain kemari?" ucap Petra terpukul tidak menyangka kehadiran ibunya.
"Nak, kenapa kamu sampai begini? Bilang sama Ibu, semua ini tidak benar. Kamu hanya difitnah, iya 'kan?" Ibu Petra mengguncang tubuh anaknya.
"Bu, maafkan aku. Petra lakukan ini karena keegoisanku semata. Aku ingin hidup bersama lagi dengan Kayla. Aku masih mencintainya terlebih aku telah punya anak darinya. Aku hanya ingin menebus semua kesalahanku itu." Petra membeberkan alasannya kenapa sampai gelap mata.
"Apa kamu gila, Petra. Kalian sudah bercerai sepuluh tahun yang lalu, bagaimana bisa dia melahirkan anakmu." ucap ibu Petra tandas. Tatap matanya begitu tajam menyusuri wajahku.
"Benar, Bu. Ternyata Kayla sedang hamil saat kami bercerai. Andai saja ibu mau bersabar waktu itu, tentu hidupku tidak akan sehancur ini, Bu. Wulan yang begitu Ibu banggakan itu ternyata wanita iblis." Petra merutuk panjang pendek. Begitu menyesali apa yang telah terjadi pada hidupnya.
"Sudah, tidak perlu menyesali apa yang sudah berlalu. Kamu jangan bodoh, bisa saja itu bukan anakmu. Kenapa kamu percaya semudah itu sampai kamu menghancurkan hidupmu sendiri." ucap ibu Petra. Kupikir setelah tidak bisa bergerak seleluasa dulu akan mengubah prilaku mantan ibu mertua, nyatanya nada dan ucapannya masih sama seperti dulu. Angkuh!
"Kamu Kayla, mau apa kamu disini. Menggoda anak saya ya?" ucapnya lagi. Astaga, bicara ibu memang keterlaluan. Rutukku dalam hati.
Ketimbang mendengar dan melihat keluarga toxic itu, mending aku keluar saja. Aku menarik lengan Bram, untuk meninggalkan ruangan itu. Kukira akan melihat hal lain didalam diri mantan ibu mertua itu. Terlebih melihat keadaan dirinya yang sudah tidak seperti dulu lagi. Nyatanya tidak ada yang berubah. Pantaslah tabiat Petra juga tidak ada duanya. Egois dan selalu ingin mendapatkan apa yang dia mau.
"Kamu kenapa? Tidak suka ya melihat mantan ibu mertua kamu." ucap Bram dalam perjalanan pulang.
"Tadinya aku berharap akan melihat sosok yang berbeda dalam dirinya. Ternyata tidak ada sama sekali yang berubah."
"Terkadang sih seseorang itu malah menjadikan sikap aslinya itu sebagai pertahanan terakhir."
"Maksudnya apa?" ucapku bingung.
"Kadang karena tidak ingin dikasihani atau orang tidak menganggap remeh. Terlebih kalau di masa lalu dia sudah terbiasa arogan."
"Pemikiran macam apa itu. Orang akan salah paham dan mengira sikapnya tidak berubah."
"Yah, memang itu tujuan dia. Tapi itu untuk sebagian orang. Kebanyakan sih malah bersikap sebaliknya. Karena dia menyadari kesalahannya."
Aku terdiam meresapi ucapan Bram, yang menurutku ada benarnya. Sifat manusia memang unik. Sulit diselami apalagi berbicara tentang rasa. Bila sesuatu terjadi hal yang buruk pada diri kita, lebih baik intropeksi diri kenapa hal itu bisa terjadi. Itu lebih baik dari pada menyalahkan orang lain sehingga memunculkan dendam atas apa yang terjadi menimpa kita. ***