Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 : Isi duluan ya?
Sepanjang minggu ini Rere dan Kanaka memilih menghabiskan waktu hanya di rumah saja, sambil mengerjakan tugas, sambil menata interior rumah yang belum terpasang di tempatnya.
Tak perlu bingung kalau masalah makanan, karena Mimo selalu mengirimi mereka bermacam-macam makanan.
Namanya pengantin baru, dan Rere belum mahir memasak alhasil Rere merasa terbantu dengan kebaikan ibu mertuanya, meski jujur dia sebenarnya sungkan.
"Yang.... nggak pengen nengokin ibu?" tanya Kanaka.
"Kamu mau?" Rere balik bertanya.
"Lhah kenapa nggak mau, kan nengok mertua."
"Hihihihi." Rere cekikikan.
"Kenapa sih?" Kanaka mengernyit bingung.
"Pertanyaan dijawab pertanyaan, siapakah mereka?"
"Ya kamu itu, ditanyain malah ganti nanya, jadi nggak?"
"Hahahaha, ya udah aku ganti baju dulu, kamu ganti baju nggak Yang?"
Dan akhirnya keduanya hanya bisa tertawa bersama ketika menyadari obrolan mereka berakhir dengan pertanyaan lagi.
"Nggak usahlah, gini aja, nggak kemana-mana lagi kan dari rumah ibu?"
"Udah ah Ka, dari tadi obrolan kita lucu banget deh." Rere pun masuk ke dalam kamar buat mengganti baju rumahanya dengan baju yang layak.
Kanaka menyambar kunci mobil milik Rere di atas nakas dekat ranjang mereka, lalu mereka pergi setelah menutup pintu rumah dan pintu pagar.
"Yang.... " panggil Kanaka saat Rere sedang memilih lagu di audio mobil mereka.
"Hmm... " sahut Rere sambil terus mencari lagu kesukaannya.
"Kamu nggak pengen gedein usaha ibu?" tanya Kanaka hati-hati.
Rere menghentikan jarinya dan menatap Kanaka dengan bingung.
"Maksudnya?"
"Ya gedein tokonya, tambahin dagangannya," jawab Kanaka santai.
"Nggak ah Ka, aku nggak mau," ucap Rere cepat.
"Kenapa?" tanya Kanaka.
"Aku baru jadi istri kamu belum genap sebulan, tapi kamu udah kasih ini itu, aku nggak mau dianggep aji mumpung," jawab Rere dengan mata menatap ke depan.
Dia tahu Kanaka baik, orang tua dan saudara-saudaranya baik, tapi Rere tak mau jadi istri/menantu yang tak tahu diri, kesannya dia kayak perempuan matrealistis.
"Kan kamu istri aku, pantes lah kalo aku bahagiain kamu, aku beli mobil ini juga hasil dari balapan kok, terus uang hadiah balapan terakhir itu juga masih ada, aku mau gedein toko ibu," kata Kanaka sambil mengusap kepala Rere dengan sayang.
Melihat Rere tetap terdiam dan mengunci bibirnya, Kanaka melanjutkan bicaranya.
"Coba kamu bayangin, kamu kan sekarang tinggal sama aku sementara ibu sendirian di rumah, kalo kita gedein tokonya, ibu bisa cari karyawan nginep yang bakal nemenin dia, paling nggak kita nggak akan khawatir banget-banget kan," bujuk Kanaka lembut.
Dalam hati Rere mengakui apa yang diucapkan Kanaka itu semua benar, Rere merasa bersalah tinggal di rumah mewah sedangkan ibunya di rumah sendiri.
Tapi.... Rere tidak ingin menjadi beban untuk Kanaka, apalagi Kanaka juga baru mulai kerja awal bulan depan nanti, rasanya Rere juga tak tega harus menekan suaminya seperti ini.
"Nggak usah kebanyakan mikirlah, iya aja udah!" sahut Kanaka pelan.
"Tapi Ka.... "
"Dosa lho nolak perintah suami!" tegur Kanaka.
"Baru juga beberapa hari jadi istri kamu, tapi dosaku udah banyak deh!" gumam Rere lirih, dan Kanaka hanya tertawa keras.
"Lagian belum tentu juga ibu setuju, makanya kamu bantu bujuk ibu, aku nggak tega lho Yang, aku ingin ibu juga hidup senang dan nyaman, sudah cukup susah-susahnya kemarin," ucap Kanaka sambil mengusap kepala Rere sekali lagi.
Rere trenyuh melihat kebaikan yang ia terima ini, ingin nangis dan meluapkan segala rasa yang ada, tapi Rere tahu apa yang dibilang Kanaka itu memang benar adanya.
"Ya udah nanti aku bilang sama ibu, betewe makasih ya Ka, kamu baik banget," ucap Rere sambil menggenggam lembut tangan Kanaka.
Sampai di depan rumah Rere, Kanaka memasukan mobil ke halaman rumah itu, setelah mengucapkan salam dan mencium punggung tangan bu Laras, Kanaka memilih masuk ke dalam dan menunggu sang mertua yang sedang melayani pembeli.
"Bude Laras beruntung banget ya, mantunya kaya, ganteng pula," puji orang itu, kabar tentang Rere yang menikah buru-buru dan juga mendapat suami orang kaya, sudah tersebar hampir di seluruh penjuru kampung ini.
Bersama pujian yang mereka lontarkan, ada pula bisik-bisik manja yang menyebutkan Rere sudah hamil duluan.
Bu Laras hanya tersenyum menanggapi ungkapan orang itu, Laras juga tahu berita yang berkembang itu menuduh Rere dengan cerita yang tidak-tidak.
"Tapi Rere nggak hamil duluan kan bude? Soalnya nikahnya buru-buru banget," bisik orang itu pelan takut kedengeran Rere dan suaminya.
"Rere menikah karena mertuanya yang mau buru-buru menikahkan mereka, dan Kanaka nya juga nggak mau pacaran maunya langsung nikah," ucap Laras sungkan, pasalnya dia takut Kanaka mendengar ghibahan mereka.
"Bu.... ditungguin mas Naka lho," tegur Rere saat kupingnya panas mendengar rumor itu, padahal di colok Kanaka saja belum, bagaimana Rere bisa hamil kan, menyebalkan memang fitnah mereka itu.
"Maaf ya mbak, mantu saya pengen ngobrol sama saya." Dengan sopan Laras memutus obrolan mereka.
"Maaf ya nak, tadi denger omongan tetangga tadi ya," ucap Laras saat duduk di depan Kanaka.
Rumahnya memang menyatu dengan warungnya, sehingga wajar bila pembicaraan mereka terdengar oleh Kanaka.
"Biarin ajalah bu, suka-suka mereka ngomong apa, aku nggak mau pusingin omongan orang," ucap Kanaka sopan.
Laras menyunggingkan senyuman manis, bersyukur memiliki menantu yang masih muda tapi pola pikirnya sedewasa ini.
"Ibu gimana kabarnya?" tanya Rere.
"Baik Re, kamu baik-baik kan?"
"Baik bu, rasanya bersyukur banget punya keluarga lagi seperti keluarga Kanaka," jawab Rere sambil tersenyum.
"Um bu.... " Rere mulai membicarakan tentang keinginan Kanaka tadi.
"Gimana Re?" tanya Laras.
"Tadi aku sama Kanaka berdiskusi.... um..... kami..... um, kami ingin memperbesar toko ibu apa ibu mau," kata Rere hati-hati, pasalnya dia tahu banget bagaimana watak ibunya yang paling anti dengan pemberian orang tersebut.
Wajah teduh Laras seketika berubah mendung, dia tak mau Rere mengalami hal yang sama dengannya apabila dia menerima banyak pemberian dari keluarga besannya.
"Bu.... maksud aku, ibu kan di rumah sendirian, toko digedein biar ibu ada karyawan yang akan menemani ibu nanti. Atau ibu mau aku cariin pembantu buat nemenin ibu?" bujuk Kanaka sopan.
"Nak Naka, ibu tahu maksud kamu baik, tapi bagi ibu toko segitu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu, orang tua apa sih nak keperluannya, makan aja paling segitu doang." Dengan lembut Laras mencoba menolak maksud baik sang menantu.
Rere menggelengkan kepala pelan, mengkode Kanaka agar tak meneruskan pembicaraan mereka, maksud mereka baik tapi bisa disalahartikan oleh Laras nanti.
Dan akhirnya Kanaka menurut, mungkin hal ini adalah pembicaraan sensitif bagi Laras, dan hubungan ibu mertua versus menantu itu menjadi tidak baik nanti, dan Rere tak mau drama itu terjadi diantara mereka.
_______
Hayo ngaku siapa yang nungguin Kanaka sama Rere ehem ehem..... sabar ya habis ini deh roman-romannya hehe.
Makasih semua yang sudah support aku, salam sayang yah buat kalian semua.
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu